Share

BAB 4: Rencana Untuk Menghancurkan Keluarga Suami

Perkenalan antara Dinda dan pemuda tampan yang berprofesi sebagai dokter pun dilaksanaakan, secara resmi pria yang mengenakan kemeja batik itu, meminang Dinda, dan keluarga Dinda pun menerima dengan rasa bahagia, dan penuh kebanggaan.

Rania hanya mengelengkan kepalanya, ia sungguh tak menyangka jika adik iparnya itu bisa bermuka dua, baru kemarin malam menghabiskan malam dengan seorang pria dan saat ini menerima pinangan dari pria lain.

“Sungguh menjijikan,” gerutu pelan Rania.

Kedua keluarga menentukan tanggal pertunangan, dan disepakati satu minggu lagi pertunangan akan di adakan. Lalu kedua keluarga melanjutkan makan malam.

“Saya sangat senang menjalin silaturahmi dengan kelurga Bu Larasati,” ucap bariton pria dengan tubuh tegapnya.

”Saya satu–satunya kakak Bastian, jadi semua urusan pernikahan ini saya yang akan bertangung jawab, kedua orang tua kami telah meninggal,” lanjutnya lagi dengan nada sopan.

“Lalu istri Pak Fathan, tidak ikut?”

“Istri saya telah meninggal satu tahun yang lalu,” jawab Pria yang bernama Fathan.

Mendengar penuturan pria yang berusia 40 tahun itu Rania, langsung menatapnya.

Jadi Pak Fathan ini seorang duda, batin Rania

“Pak Fathan, mudah-mudahn silaturahmi menyatukan kedua keluarga ini berjalan lancar,” balas Larasati.

“Aku harap, Dinda dan Bastian, bisa cocok dalam menjalani rumah tangga kelak, walaupun pernikahan ini lewat perjodohan,” sela Faiz.

Semuanya pun tersenyum mengamiinkan kecuali Rania, ia berharap pernikahan Dinda dan Bastian tidak pernah terjadi.

Sekitar tiga jam acara telah usai. Fathan dan Bastian, memohon pamit, kedua pria tampan itu menaiki mobil alpard, lalu melajukan kendaraannya keluar halaman rumah Larasati.

Tawa bahagia langsung terdengar, Larasati dan Dinda saling berpelukan erat.

“Kamu beruntung Dinda, yang melamarmu bukan sembarang orang, Bastian itu seorang dokter, dan kakaknya Pak Fathan, dia juga seorang dokter, dan direktur rumah sakit.

“Bagus Dinda, sebentar lagi kamu akan menjdi istri seorang dokter, Kakak bangga denganmu,” ucap Faiz, sambil mengusap rambut adik kesayangannya.

“Terima kasih Kak Faiz,” sahut Dinda.

Faiz dan Dinda memasuki rumah, sementara Rania masih berdiri di samping mertuanya yang terlihat bahagia.

“Bu, uang dua puluh juta, aku ingin sekarang, berikan padaku,” bisik Rania

“Ck..” decak kesal Larasati terdengar sambil menatap sinis Rania.

”Ayo ke kamar aku sudah siapkan uangnya,” ajak Larasati.

Rania berjalan di belakang ibu mertunya, lalu kedunya memasuki kamar. Larasati membuka lemari dan mengambil amplop cokelat yang berisi uang 20 juta.

“Ingat, jangan mengugat cerai sebelum acara pernikahan Dinda dan Bastian!” perintah Larasati sambil menyodorkan amplop.

“Iya Bu, aku pasti akan tepati janji, tidak akan mengugat cerai Mas Faiz.”

“Oh ya, satu lagi, seminggu lagi acara pertunangan Dinda, seperti biasa semua menu makanan kamu yang masak, minta beberapa orang untuk membantumu, aku ingin ada beberapa menu untuk tamu undangan sekitar 200 tamu.”

“Aku harus menghitungnya terlebih dahulu untuk tamu 200 orang, dan beberapa menu, saya akan berikan ibu daftar harganya secepatnya.”

“Maksudmu?”

“Maksud Rania, ibu harus membayarnya, anggap saja ibu merupakan pelangan pertama catering Rania, jadi aku beri potongan 10 persen, bagaimana? Tapi jika ibu keberatan silahkan cari catering lain,” ujar Rania dengan santai.

“Ran, kamu hitungan-hitungan dengan ibu mertuamu ini!” bentak Larasati.

“Maaf Bu, aku harus melakukan ini untuk biaya hidupku, ketika menjadi janda, aku harus persiapkan mulai sekarang ‘kan?” tukas Rania.

Perdebatan mereka di dengar oleh Faiz, pintu kamar dibuka kasar.

”Ada apa ini.”

“Faiz, istrimu ini meminta bayaran, untuk memasak menu acara tunangan Dinda nanti.”

Faiz menatap tajam Rania.

”Apa benar Ran!”

“Benar Mas, aku butuh uang untuk status ku yang baru, apa aku salah meminta bayaran dari hasil kerja kerasku, aku menawarkan ibu, memesan catering dariku, kalau kalian tidak mau, silahkan cari catering lain,” jawab Rania, sambil berdiri dan melangkah pergi.

“Baiklah, aku setuju, semua biaya catering untuk acara pertunangan, aku yang handle, ibu tidak usah khawatir,” sahut Faiz.

“Baik Mas, aku buatkan daftar harganya.” Rania berucap sambil pergi keluar rumah.

Darimana Rania, mendapat keberanian seperti itu, dulu ia selalu menurut, perkataanmu dan perkataan ibu, tapi dalam waktu sekejab, sikapnya berubah,” gerutu Larasati.

“Iya Kak Faiz, lama-lama Dinda benci dengan Kak Rania, lebih baik Kak Faiz segera bercerai,” tukas Dinda .

“Tidak semudah itu bercerai di kalangan pegawai pemerintah, reputasiku bisa hancur, apa lagi sebentar lagi ada kenaikan jabatan, kemungkinan bisa gagal promosi naik jabatanku, jika Rania, mengugat cerai,” jelas Faiz.

“Iya, apalagi sekarang kamu akan menikah dengan keluarga terhormat, dimana perceraian dalam pernikahan adalah sutu hal yang tidak dapat ditolereransi,” sela Larasati.

Ketiganya berdecak kesal, memikirkan perubahan sikap Rania.

***

Pagi menyapa Rania sudah terlihat rapi, dengan dres sederhana dan rambut yang ditata rapi, ia meraih tas dan melangkah keluar kamar, baru saja selangkah meninggalkan kamarnya panggilan seseorang membuatnya menghentikan langkah dan berbalik ke arah suara.

“Mah!”

“Ada apa Safa?”

“Mah, seragamku kok belum di setrika, ini ‘kan mau Safa pakai,” keluh Safa dengan bibir cemberut.

“Kamu bisa ‘kan setrika sendiri, atau Papahmu suruh bayar ART, atau minta tolong Tante Kinan. Mulai dari sekarang kamu harus biasakan dirimu tanpa Mamah, kerana setelah bercerai, Mamah akan pergi dari sini, dan aku yakin, kamu akan lebih memilih ikut Papahmu,” jawab Rania ketus, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju luar rumah, terdengar decak kesal Safa.

Rania berjalan menghampiri ojek online, lalu motor matic bergegas melaju ke suatu tempat. Motor pun berhenti di sebuah kantor pengacara, Rania berjalan mendekati pintu dan membunyikan bel, kantor yang sekaligus dijadikan tempat tinggal.

Pintu terbuka, senyum kecil seorang wanita menyambut kedatangan Rania, lalu mereka berpelukan.

“Masuk Ran, apa kabar setelah tamat dari SMA. Aku sempat kehilangan jejakmu, dan tiba-tiba kamu menghubungi aku lewat media sosial.”

“Maaf, aku menghubungi kerena aku membutuhkanmu, “

“Apa yang bisa aku bantu.”

“Dalam waktu dekat ini, aku ingin mengungat cerai suamiku, tapi aku juga ingin menghancurkan karirnya, sebagai hukuman atas perselingkuhan yang ia lakukan.”

“Kemungkinan bisa Ran, jika kamu bisa membuktikan perselingkuhan suamimu, dan jika bisa bukti KDRT juga, ini akan sangat memperkuat untuk menjatuhkan reputasinya, biasanya kasus seperti suamimu akan sulit mendapatkan promosi kenaikan jabatan,” jelas seorang wanita yang berprofesi pengacara.

“Rania tersenyum, aku pasti akan berusaha mencari bukti itu.”

“Bagus Ran, kamu harus kuat, aku akan membantumu.”

Rania berpamitan pada teman sewaktu di SMA, lalu ia memesan ojek online, sebuah motor menghampirinya.

“Bu Rania, sapaan dari pengendara motor.”

Rania menatap pemuda di depannya yang berprofesi ojol. ”Kamu siapa?”

“Oh Bu Rania lupa, dua tahun lalu menolong adik saya, waktu mengalami tabrak lari,” jelas pemuda itu.

Raniapun berusaha mengingatnya. ”Oh...kamu yang dulu pemulung bersama adikmu itu ‘kan .”

“Iya Bu, saya masih ingat kebaikan Bu Rania, yang membiayai pengobatan adik saya.”

“Jadi sekarang kamu menjadi ojol.”

Pemuda itupun mengangguk. ”Kebetualan jika begitu, aku ingin kamu membantuku.”

Rania mengajak pemuda itu di suatu tempat, lalu berbincang dengan serius.

“Kirimkan aku fotonya, buntuti mereka, biasanya mereka bertemu di sore hari sampai malam, lebih bagus jika kamu mendapati pria dan wanita ini, bersama di jam kerja!” Rania memperlihatkan foto Faiz dan Kinan.

“Oke Bu, akan saya laksanakan.”

“Aku, akan membayarku untuk jasa ini.”

“Baik Bu.”

Rania tersenyum puas, perlahan tapi pasti keinginannya membuat Faiz dan keluarganya hancur akan terwujud.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status