Share

BAB 3: Kesepakatan Dengan Sang Mertua

“Oh jadi Mas Faiz perduli pada reputasi, kenapa berani bermain api, apa karena selama ini aku menjadi istri penurut. Pengabdianku, mendampingimu dari titik nol, hingga sekarang kamu menjadi pegawai dengan jabatan tinggi di instansi pemerintah membuatmu khilaf, melupakan wanita yang pertama kamu ajak merangkak dengan segala duka ini,” ucap Rania, air mata luruh seketika.

“Ran, maafkan aku, tapi aku tak berniat menceraikanmu atau menyingkirkanmu, dari hidupku, cukup kamu restui pernikahanku dengan Kinan, semua fasilitas dan uang nafkah batin dan lahir tidak akan berkurang sedikitpun, aku janji padamu,” suara Faiz terdengar memohon.

Rania tak bergeming, ia terisak menangis sambil menutup wajahnya.

“Kamu dengar ‘kan Ran, kedudukanmu di masyarakat tetap sama, istri dari Faiz.” Sela Larasati dengan pelan.

”Safa juga bisa hidup tenang tanpa di ganggu dengan perceraian orang tuanya,” tambahnya lagi.

Rania sudah kehabisan kata-kata, dadanya sesak, ketika orang di sekelilingnya justru tidak bersimpati denganya, tapi malah memojokannya, tanpa bicara, Rania berdiri dan berjalan menaiki tangga menuju kamar.

Ketika melewati kamar Safa, ia membuka kasar pintu itu, dan mendapati Safa, sedang asyik bermain ponsel. Tak sedikitpun ada rasa bersalah dalam dirinya telah membohongi dan bersengkokol atas pengkhianatan papahnya.

“Tidak kusangka anak yang aku lahirkan dan aku besarkan dengan kasih sayang, tega menikamku, apa karena baju, sepatu dan tas mahal ini, kamu menjadikan ibumu seorang badut, hanya dijadikan lawakan oleh Papahmu dan selingkuhanya!” bentak Rania, dengan memporak porandakan isi lemari Safa.

“Mah, Safa pernah bilang ‘kan, ubah penampilan Mamah, seperti wanita-wanita jaman sekarang yang tetap modis walau hanya ibu rumah tangga,” balas Safa.

“Ya Tuhan, aku telah gagal mendidikmu Safa.” Tubuh Rania luruh ke lantai dan menangis.

“Mah, maafkan Safa.” Safa mendekati Rania, berusaha memeluk sang Ibu, tapi ditepisnya tangan Safa.

“Sejak kapan Papahmu menjalin hubungan dengan wanita jalang itu?”

“Sudah satu tahun, Mah, berawal dari sering bertemunya Papah dan Tante Kinan di sekolah waktu menjembut Safa dan Nayla. Dan kebetulan aku dan Nayla juga sangat akrab, kami sering jalan keluar berempat, semula aku mengira mereka murni berteman, tapi seiring berjalan waktu, aku paham semuanya, tapi aku bisa berbuat apa Mah, Papah memintaku untuk merahasiakan hubungan ini, dengan dalih, tidak mau menyakiti Mamah,” ungkap Safa pelan.

“Tetap saja, keputusanmu yang menyembunyikannya dari Mamah, lebih menyakitkan, aku seperti melahirkan seorang pengkhianat,” sarkas Rania.

Rania bangkit dan bergegas keluar kamar Safa, masuk ke dalam kamar dan menutup pintu, dipandangi kamar yang selalu memberikan kehangatan, dan ia tak menyangka, jika suaminya justru mencari kehangatan dengan perempuan lain.

Rania berjalan pelan, meraih tas berukuran besar, mengemasi satu persatu pakaian miliknya, ia tahu apa yang sudah diputuskannya, mungkin saja kehidupanya akan sulit, tapi hidup dengan memendam luka lebih sulit, lebih baik pergi.

Langkah Rania sampai di tangga terakhir, membuat Larasati dan Faiz terkejut.

“Benar-benar keras kepala kamu!” bentak Faiz sambil bangkit berdiri mendekati Rania.”

“Aku akan pergi, dan besok terima gugatan ceraiku Mas.”

Plak!..tamparan mendarat di pipi Rania.

Rania memegangi pipinya, rasa panas di pipinya, tidak seberapa dibanding panas di hatinya, untuk pertama kalinya setelah tujuh belas tahun, dan di hari ulang tahun pernikahan, ini adalah kado yang ia dapatkan dari suaminya.

Senyum getir terlihat di bibir Rania. “Jadi ini hadiah annyversary, tujuh belas tahun, selain pengkhianatan juga tamparan.”

“Pergilah, kita lihat akan jadi apa kamu di luar sana, jangan harap ada seorang pria yang akan menikahimu,” umpat Faiz dengan menggenggam telapak tangannya.

“Ya Mas, kita lihat, apa jadinya dirimu tanpa istri seperti aku ini,” balas umpat Rania.

Larasati hanya menggeleng kepala. ”Jelas dirimu yang akan hancur Ran, kamu pikir, aku dulu setuju Faiz menikahimu, silsilah keluarga miskin tujuh turunan,” tukas Larasati.

Tatapan Rania mengarah pada ibu mertuanya itu, wanita yang memiliki satu orang putra dan seorang putri itu masih bersikap ponggah.

“Iya, oleh karenanya ibu menjadikan aku seorang pesuruh, bukan sebagai menantu, saya menerima itu selama tujuh belas tahun, Bu. Saya anggap itu pengabdianku pada wanita yang melahirkan suamiku, surgaku. Tapi hati ini tidak bisa menerima lagi.”

Rania berjalan keluar dengan langkah berat ditinggalnya semua kenangan indah bersama suaminya, dan mengenai Safa, gadis itu sudah gelap mata, lebih mencintai keindahan dunia yang memanjakanya dibanding kasih sayang ibunya.

Rania berjalan dengan menjinjing tas berisi barang pribadinya, lalu melangkah keluar dan memanggil ojek online, tak lama sebuah motor matic berhenti di jalan depan rumahnya, Rania langsung naik ke atas motor.

“Mau kemana Bu.”

“ke hotel,” jawab Rania.

Satu-satunya tempat untuk singgah setidaknya untuk malam ini adalah hotel, lalu motor melaju mencari hotel yang terdekat seperti keinginan Rania, sejenak montor berhenti di lampu merah, tidak sengaja Rania menangkap sosok wanita yang tengah berbonceng erat dengan seorang pria.

Dinda, malam–malam begini masih kelayapan, apa dia dengan kekasihnya batin Rania.

Tiba-tiba Rania berkeinginan mengikuti gadis bernama Dinda, yang tidak lain adalah adik perempuan Faiz.

“Pak, ikuti motor itu!” perintah Rania.

“Baik Bu.”

Ojek online mengikuti montor yang ditumpangi Dinda, hingga motor berbelok di sebuah hotel bintang 4.

Rania pun segera mengikuti Dinda dengan seorang lak-laki masuk ke loby, terdengar mereka menyewa satu buah kamar.

Dengan cepat Rania mengambil foto Dinda. Sambil menghela napas panjang. “Ternyata Dinda sama dengan Mas Faiz, tidak punya akhlak,” gumam Rania.

Dan akhirnya Rania pun sekalian menginap di hotel, dan terus mematai-matai Dinda yang bergelayut manja dengan seorang pria yang Rania tidak kenal.

Rania memakai masker, supaya Dinda tidak mengenalinya, bahkan mereka satu lift, tapi Dinda tidak mengenali Rania.

“Bagaimana pernikahan kedua kakakmu, Din? Apa tadi pagi berjalan lancar?”

“Ahh yang aku dengar sih gagal, karena istri Kak Faiz keburu tahu, sial darimana sih Kak Rania tahu, padahal kami sudah merahasikannya,” umpat Dinda.

Darah Rania semakin mendidih, mengetahui adik iparnya mengetahui perselingkuhan suaminya.

“Waah, jika gagal, kamu tidak bisa dong nyalon gratis di tempat Kak Kinan,” ucap laki-laki di sebelahnya.

“Ahhh benar juga, aku lebih suka jika Kak Faiz menceraikan Kak Rania, lalu menikahi Kak Kinan, lebih bisa dibanggakan daripada Kak Rania, wanita yang tidak mempunyai prestasi apalagi penghasilan, hanya bisa menadah pada gaji suami, menghabiskan uang Kak Faiz,” jawab Dinda.

Hingga pintu lift terbuka ketiganya keluar, Rania berjalan pelan beberapa meter dari Dinda yang saling bertaut erat, hingga berdiri di depan pintu dan membuka pintu. Rania sudah mendapatkan foto dari Dinda dan kekasihnya itu.

“Kak beradik sama-sama buruk,” gumamnya lagi, lalu Rania melangkah mencari kamar yang disewanya.

Dibukanya kamar hotel sederhana, ia duduk di tepian tempat tidur, membuka isi tasnya dan meraih sebuah buku tabungan.

Tertulis saldo, 50 juta, hasil menyisihkan uang belanja selama sepuluh tahun terakhir ini, betapa berhematnya Rania, makanya penampilannya selalu sederhana, juga dari hasil usaha kecil-kecilan membuat cake yang merupakan hobbynya.

Ia menarik napas dan berharap dengan uang tabungan yang tak seberapa bisa dipakainya untuk memulai usaha.

Pagi menyapa, mentari bersinar terang, Rania membuka matanya, biasanya ia bangun sebelum matahari terbit, salat dan menyiapkan keperluan suaminya, memasak di pagi hari, lalu berlanjut membersihkan rumah, tapi kali ini, usai salat subuh, ia kembali tertidur hingga hangat sang surya menyapanya. Jam di ponsel menunjukan pukul sembilan, ia bergegas membersihkan diri, selesai keluar dari kamar mandi bunyi ponsel berdering nyaring, nama ibu mertua, tertera di layar ponsel.

“Ada apa Bu?” sapa ketus Rania, karena masih kesal

“Ran, pulangkah Ibu mohon sekali ini saja, jangan gugat cerai, jika kamu menginginkan perceraian, tunggulah sampai Dinda menikah, saat ini ada keluarga terhormat yang akan meminangnya, kita harus menjaga reputasi keluarga ‘kan, bagaimana jika mereka membatalkan lamaran jika tahu pernikahan kakaknya di ujung perceraian.”

Rania masih diam, dan menyimak setiap perkataan wanita yang masih berstatus mertua itu.

“Apa yang ibu inginkan.”

“Datanglah nanti malam ke acara pinangan Dinda, bersikaplah kalian seakan-akan tidak ada masalah,“ pinta Larasati

“Lalu untuk drama yang menjijikan ini, apa yang akan aku terima?”

“Maksudmu apa Ran.”

“Aku ingin uang Bu, bukankah setelah cerai nanti Mas Faiz tidak akan memberikan harta gono-gini, karena semua harta atas nama Mas Faiz, aku tidak memiliki apapun di rumah itu Bu,” pinta sinis Rania.

“Berapa yang kamu inginkan?”

“Dua puluh juta dibayar setelah acara lamaran selesai, jika tidak, aku akan mengugat cerai putramu,” ancam Rania.

“Kurang ajar kau Ran, kamu memeras ibu mertuamu sendiri.”

“Tidak Bu, ini kesepakatan, aku perlu banyak uang setelah bercerai dengan Mas Faiz ‘kan.”

“Baiklah, sekarang pulang kembali ke rumah, dan beraktinglah pernikahanmu baik-baik saja.”

Ponsel ditutup, Rania harus menahan amarahnya, sekali lagi ia merasa mertuanya hanya memanfaatkan dirinya, oleh karena itu ia memaafkan balik.

Rania kembali ke rumah Faiz, tapi kali sikapnya dingin, dengan rasa kecewanya ia mengikuti keinginan Larasati dan malam itu besama Faiz dan Safa, mereka menghadiri acara pinangan dan sekaligus lamaran untuk Dinda.

Dengan menebar senyum palsu, Rania berusaha menunjukan bahwa keluarganya harmonis. Hingga tiba keluarga dari pihak pria datang.

Seorang pemuda tampan diperkenalkan sebagai calon suami Dinda. Betapa terkejutnya Rania, karena pemuda yang meminang Dinda, bukanlan pemuda yang bersama Dinda semalam di hotel.

Aku yakin, bukan pemuda ini yang semalam bersama Dinda, batin Rania, perlahan ia membuka ponsel, dan membuka galeri dan benar dugaannya, yang menghabiskan malam bersama Dinda di hotel, bukan pemuda yang saat ini melamar Dinda. Seringai tipis keluar dari bibir Rania.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei anjing, g ada alasan utk harta gono gini dikuasai fais sendiri. lagipula mengurus perceraian dg suami pns itu g gampang njing. terlalu dipaksskan betul sih ketololan tokohnya
goodnovel comment avatar
dianrahmat
lhoo... harta gono gini itu Adalah harta yg didapat selama pernikahan. jadi mau atas nama siapapun, harta tsb ya dibagi 2
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status