Share

4. Kelakuan Dika

last update Last Updated: 2023-02-03 23:53:30

Tok! Tok!

"Tika, buka! Truk udah datang. Ayo, cepat kamu berkemas. Truk itu akan bawa kamu ke tempat isolasi!" Bu Widya berteriak di depan kamar Tika. Tentu saja wanita itu kalang kabut karena ia tidak mau dipisahkan oleh Dika.; suaminya. Satu hal yang perlu dan harus segera ia lakukan adalah pergi ke dokter untuk meminta obat.

"Tika, buka!" Tika yang dari awal memang memiliki sifat licik, tentu saja tidak mau menyerah. Ia memasukkan beberapa helai baju ke dalam kantong totte bag, lalu ia keluar dari jendela kamar suaminya yang memang belum dipasang besi teralis. Sengaja ia memakai baju panjang dan juga penutup kepala. Selain untuk menyamarkam bau, ia juga tidak mau sampai dikenali tetangga. Untunglah saat ia melompar keluar dari jendela, tidak ada seorang tetangga pun yang melihat.

Merasa tak ada jawaban dari menantunya, Bu Widya pun nekat melubangi tembok dengan mesin bor. Karena jika ia dobrak pintu, maka pintunya akan rusak. Beli pintu baru mahal, lebih murah nenambal dinding tembok dengan semen.

"Eh, ke mana itu orang?" tanya Bu Widya bingung. Saat ia mengintip dari lubang yang ia buat, tidak ada Tika di dalam sana.

"Wah, kabur itu bocah!" Bu Widya berlari keluar rumah. Ia bahkan berjalan cepat menuju jalan besar untuk mencari Tika. Namun, ia tidak menemukan jejak wanita itu.

"Bu, ini jadi gak ngangkut orangnya?" tanya sopir truk pada Bu Widya, saat ia kembali ke rumah.

"Gak jadi, udah pergi. Ini, saya ganti ongkos bensin aja." Bu Widya mengeluarkan uang seratus lima puluh ribu untuk sopir truk itu.

"Makasih Bu." Bu Widya masuk ke rumah untuk segera memberitahu Dika, bahwa Tika pergi dari rumah.

Dua kali menelepon Dika, belum juga diangkat. Bu Widya akhirnya memutuskan untuk menghubungi putranya beberapa saat lagi saja.

"Fitri, kamu pesankan di aplikasi utuk bersih-bersih rumah. Kamar Dika harus dibersihkan. Saya mau ke rumah Pak Haji, minta kamar itu didoakan." Fitri tertawa melihat berapa repotnya dan gak tenangnya sang Majikan setelah memiliki menantu bernama Tika.

Belum lagi makhluk buruk rupa serba hitam itu terus berjaga di depan kamar Dika. Aura rumah sangat tidak nyaman, tetapi ia tidak berani bercerita lengkap pada Bu Widya, khawatir majikannya takut.

"Iya, Bu, saya pesankan." Fitri pergi ke kamarnya untuk mengambil ponsel, sedangkan Bu Widya pergi ke rumah salah satu pemuka agama di tempat tinggalnya.

"Buru-buru amat Bu Widya, mau ke mana? Kebauan sama rumah sendiri ya?" sindir Bu Hesti, tetangga yang selisih empat rumah saja darinya.

"Mau ke Pak Haji, Bu Hesti. Mau minta didoakan rumah saya. Mari, Bu." Bu Widya bergegas melanjutkan kembali langkahnya. Ia sama sekali tidak marah ataupun tersinggung dengan ucapan tetangga, karena memang benar apa adanya. Wajar saja para tetangga merasa tidak nyaman dengan bau yang menguar dari dalam rumahnya. Ia saja rasanya ingin mati kebauan. Untunglah Tika pergi dengan sendirinya, sehingga ia bisa bernapas lega.

Kring! Kring!

Fitri berjalan cepat saat dering telepon rumahnya itu nyaring terdengar

"Halo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaykumussalam, Pak Dika ya?"

"Iya, Fit, mama mana? Saya mau bicara."

"Ibu ke rumah Pak Haji Slamet, Pak. Mau minta didoakan kamar Pak Dika. Bu Tika udah pergi dari rumah Pak."

"Apa? Tika pergi? Naik truk apa terbang?"

"Ha ha ha ... kabur dari jendela kamar."

"Alhamdulillah akhirnya. Makasih informasinya Fitri. Nanti saya telepon balik deh. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaykumussalam."

Bukan main senangnya hati Dika, begitu mendengar istrinya akhirnya menyerah. Ia tidak perlu bertengkar hebat karena kalimat talak, cukup wanita itu tahu diri dengan penyakitnya saja. Semua pekerjaan di kantor ia kerjakan dengan semangat karena ia sudah memutuskan, mulai hari ini, ia akan selalu mengunjungi warung baso Nuri, sepulang ia bekerja. Pokoknya setelah masalahnya dan Tika selesai, maka ia akan terus mendekati Nuri agar mau kembali bersamanya.

Sore harinya, tepatnya pukul lima lebih dua puluh menit. Dika sudah kembali memarkirkan motornya di warung baso Nuri, tetapi ia tidak melihat keberadaan mantan istrinya itu. Hanya ada karyawannya wanita dan lelaki yang tengah menyajikan baso pada pembeli.

"Permisi, Nuri ke mana?" tanya Dika pada Winda, sambil memandangi sekeliling warung.

"Oh, Bapak yang kemarin ya. Bu Nuri ada di kontrakan. Ada suaminya datang." Wajah pria itu langsung menegang. Mau apa Daniel mengunjungi Nuri? Bukankah mereka akan berpisah?

"Ya sudah, saya titip motor ya. Saya mau ke kontrakan." Dika berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Winda. Pikirannya tidak menentu saat mendengar Daniel ada di rumah Nuri. Rencana rujuknya dengan Nuri bisa berantakan kalau sampai Nuri balikan lagi dengan Daniel. Semakin dekat dengan rumah Nuri, detak jantungnya semakin tidak beraturan.

Dika menelan ludah saat pintu rumah wanita itu tertutup, tetapi ada sepasang sepatu mahal di depan pintu rumah kontrakan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada tetangga yang melihat dirinya. Dengan mengendap-endap, Dika berjalan menuju jendela kamar Nuri. Ia berharap tidak menemukan suara apapun di dalam sana.

Dika menempelka telinga di tembok rumah Nuri dengan pelan dan hati-hati. Tentu saja ekor matanya terus mengawasi gerak-gerik tetangga yang mungkin saja saat ini tengah melihatnya.

Tidak ada suara. Apa jangan-jangan, Nuri dan Daniel tidur karena kelelahan itu? Batinnya cemas. Wajahnya pun semakin berkeringat. Dika menyeka wajah basahnya dengan tangan, lalu ia pergi dari rumah Nuri untuk segera ke warung baso.

"Mbak, suami Nuri datang dari jam berapa?" tanya Dika tiba-tiba saat Winda sedang menuangkan kuah baso ke dalam plastik.

"Apa?" tanya wanita itu sembari menatap wajah Dika dengan bingung.

Dika berdecak.

"Itu suami Nuri datangnya dari jam berapa?" tanya Dika sambil memperhatikan mobil mewah yang parkir persis di samping motornya.

"Baru sepuluh menit, Pak."

"Kamu yakin?" tanya Dika meragukan. Pelayan Nuri itu mengangguk yakin.

"Wah, baru dong! Cepet banget kalau gitu, ha ha ha... " Winda semakin bingung dengan tamu bos-nya. Apa maksudnya baru dan cepat?

"Oke, makasih." Dika kembali berjalan masuk ke dalam gang rumah kontrakan Nuri. Ia mengulum senyum sepanjang jalan karena menertawakan betapa loyonya Daniel yang ternyata baru lima menitan, tapi udahan. Dika kembali menempelkan telinganya di dinding kamar Nuri. Benar-benar tidak ada suara di dalam sana.

"Dika, apa yang kamu lakukan di situ?" suara teguran itu membuat Dika mematung. Jantungnya seperti baru saja dicabut oleh sang Maha Pencipta. Ia tidak menemukan cara lain untuk berkilah, kecuali dengan pura-pura pingsan.

Brugh!

"Ya Allah, malah pingsan!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
ada aja kelakuan dika ,
goodnovel comment avatar
Yunita Anisyah
dika,aya aya wae dah, pake segala pinsan...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mantan, Balikan Yuk!    50. Dua Satu Minus

    "Mas ada apa?" tanya Nuri yang menghampiri suaminya di balkon kamar. Pria itu baru saja menerima telepon dan wajahnya menjadi murung. Nuri memeluk tubuh suaminya. Angin malam membuat udara sangat sejuk, sehingga berpelukam adalah hal yang paling tepat dilakukan saat ini. "Mas, ada apa?" tanya Nuri lagi saat suaminya tak juga bersuara menjawab pertanyaannya. "Harimau Sumatera kena virus di lidahnya. Jadi gak mau makan. Diam saja. Padahal sudah ada dokter hewan khusus menangani harimau itu. Harimau itu satwa langka, jika ia mati, makan perlahan spesiesnya bisa punah. Harimau Sumatera ada dua di kebun binatang. Satu jantan dan satu betina, baru saja mau dikawinkan, penjantan sakit. Saya harap Leora bisa sembuh.""Namanya Leora?" tanya Nuri. Dika mengangguk. Wajah suaminya dan gaya bicara suaminya berubah amat sangat serius. Ia menjadi sosok yang berbeda jika sudah bicara tentang passion dan kegemarannya."Maaf ya, suasana bulan madu kita jadi seperti ini," kata Dika tidak semangat. "G

  • Mantan, Balikan Yuk!    49. Pengantin Baru

    Perut pengantin keroncongan. Tidur delapan belas jam membuat lambung keduanya berteriak tidak tahan lapar. Masih dengan piyama saja, Nuri pergi turun ke bawah untuk makan, sedangkan Dika masih dengan beskap, hanya bagian atas diganti dengan kaos biasa.Semua diambil oleh sepasang pengantin itu. Ada jus, buah potong, es krim, makan berat, aneka kue, dan desert lainnya. Nuri sengaja memakai totte bag yang berisi kotak bekal. Jika tidak habis, bisa ia bawa ke kamar."Sayang, udah jam sebelas. Ayo, cepat makannya! Kita belum mandi dan bersiap untuk pergi ke Taman Safari. Ada mobil dari kantor nanti yang jemput. Kalau jam dua belas kita belum check out, kita bisa kena tegur petugas hotel. Mobil kantor jemput jam setengah dua belas," kata Dika mengingatkan Nuri yang masih asik menikmati es krim."Ck, Mas, kita jadi terburu-buru gini. Ampun deh! Kagak mirip pisan sama honeymoon. Ya sudah, ayo, kita naik deh!""Mandinya berdua aja ya, biar cepat," bisik Dika lagi sambil membantu istrinya mema

  • Mantan, Balikan Yuk!    48. Bukan Magrib, tapi Zuhur

    "Sudah, jangan menangis, Angel. Ini sudah takdir," ucap Daniel menenangkan istrinya yang masih saja sesegukan. Ia baru kembali dari menguburkan jenazah bayinya yang ia kubur di halaman rumah. Luna pun meneteskan air mata karena sedih. Ada rasa kehilangan dan kecewa karena ia tidak punya adik, padahal ia sangat inginkan adik dari papanya. Ia ingin rumahnya ramai dengan tawa dan canda anak kecil. Namun, semua mimpinya terpaksa ia kubur."Ini salah Papa. Papa gak peka sebagai suami," suara serak Luna membuat Daniel dan Angel menoleh serentak."Apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Daniel dengan wajah sedih. "Luna bilang, Papa gak aware sama Tante Angel. Papa selingkuh dari Bunda Nuri, tapi dengan Tante Angel pun Papa gak sepenuhnya peduli padahal jelas Tante Angel lagi hamil anak Papa; adik Luna. Tante udah ngeflek seminggu lalu, tapi Papa cuek dan gak pentingin bayi Papa. Papa kalau seperti ini terus, gak akan ada wanita yang tahan hidup dengan Papa. Luna kecewa sama Papa! Luna jadi takut

  • Mantan, Balikan Yuk!    47. Rumah Sakit

    "Kenapa Angel?" Daniel terbangun saat merasakan istri yang tidak di sebelahnya terus saja bergerak gelisah. "Perut saya gak enak, Mas." Angel melangkah masuk ke kamar mandi. Daniel berbalik sambil memeluk guling, melanjutkan mimpinya yang sempat terhenti karena perut istri yang mulas.Suara pintu kamar mandi terbuka. Daniel dapat mendengarnya, begitu juga suara langkah sang Istri yang tidak lama kemudian terdengar suara laci lemari dibuka. Daniel menoleh ke belakang."Kenapa?" tanya Daniel."Flek, Mas." Angel memakai celana dalam yang bersih. "Mas, antar saya ke dokter yuk! Saya takut kenapa-napa. Ini flek, kemarin enggak, kemarin lusa flek. Sehari flek sehari nggak. Saya jadi penasaran kenapa.""Mungkin karena kamu lelah aja. Udah tidur aja. Nanti juga berhenti fleknya. Ini hari kamis kan, kalau Sabtu masih flek, kita ke dokter. Aku ngantuk banget." Daniel kembali memejamkan matanya, sedangkan Angel masih gelisah. Ia memang ikut berbaring, tetapi ia tidak juga bisa memejamkan mata

  • Mantan, Balikan Yuk!    46. Tika dan Kakaknya

    "Bang, ngebut ya," kata Nuri berpesan pada sopir ojek online. "Siap, Bu, tapi Ibu jangan kaget kalau saya ngebut ya," balas pengemudi ojek itu yang mungkin usainya sekitar empat puluh tahunan. "Nggak kok, kita emang harus cepat, soalnya ada pelakor di rumah saya. Kalau bisa cepat, maka saya akan kasih dua ratus ribu buat Abang, gimana?" "Wah, mau ada perang dunia kayaknya nih. Okelah, Bu, pegangan ya. Pasti saya bisa cepat, Bu." Motor pun melesat cepat, sehingga hampir saja Nuri jatuh terjengkang, jika ia tidak memegang jaket pengemudi itu. Pria itu membuktikan ucapannya. Hanya sepuluh menit saja ia di jalan dengan tampilan akhir amat berantakan. Wajahnya lengket dan mulutnya tidak bisa mengatup karena banyaknya masuk angin ke dalam mulutnya. Biasanya jika naik ojek online ,maka ia akan membutuhkan waktu setengah jam lebih lima menit, tetapi bersama ojek online ajaib ini rasanya baru naik sudah sampai."Makasih banyak atas bantuannya, Bang. Saya jadi sampai tepat waktu." Nuri memb

  • Mantan, Balikan Yuk!    45. Tamu Tidak Diundang

    Tiga Bulan BerlaluNuri menguap lebar di depan kertas sketsa yang sejak pagi ia corat-coret, tetapi tidak menemukan kecocokan pada design gaun pesta tersebut. Sudah sejak lama Bu Celine memintanya menggambar menggunakan tablet atau laptop, tetapi karena ia tidak mahir dengan dua alat itu, ia hanya menggunakan pensil khusus dan juga kertas gambar untuk membuat design.Bosnya baik, begitu juga dengan teman-teman di kantor pusat dan juga team butik yang sering ia jumpai. Mereka dapat menerimanya dengan baik, selama tiga bulan ia bekerja. Satu buah sketsa dihargai lima belas juta dan jika berhasil dilirik oleh rumah model, maka akan diberikan bonus. Untuk gaji pokok Nuri mendapatkan upah delapan juta dan jika ia saat berhasil membuat design menarik pasaran, maka uang lima belas juta itu ikut masuk ke rekeningnya. Hoam! Sekali lagi Nuri menguap. Ini sudah jam sebelas malam. Matanya mengantuk, tubuhnya sudah penat, tetapi idenya seperti tidak tuntas. Oleh karena itu, Nuri memutuskan ke da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status