Naura tersenyum sumringah membaca pesan dari suaminya yang mengatakan bahwa urusan pekerjaannya selesai lebih cepat dari yang ia perkirakan, dan sekarang ia sudah memesan tiket pulang.
Wanita itu langsung pergi menuju dapur untuk memeriksa persediaan makanan di dalam lemari es. Kedua tangannya dengan cekatan mengambil bahan-bahan yang ada lalu mencucinya dengan air mengalir.
Kemudian mulai meregangkan otot-otot tangannya yang sedikit kaku. Setelah melakukan peregangan ia mulai mengambil pisau dan juga talenan lalu mulai memotong-motong bahan dengan sangat lihai bagaikan seorang chef profesional.
Dimulai dari memotong bawang bombay, daun bawang, jagung, wortel, dan bakso sapi. Untuk bahan yang terakhir itu jangan sampai ketinggalan karena suaminya sangat menyukai makanan bulat tersebut.
Kemudian Naura mulai menghaluskan bumbu-bumbu dan memanaskan minyak untuk menumis bumbu yang sudah halus nanti. Setelah itu ia memasukan air secukupnya dan tunggu sampai me
Suara alarm dan juga cahaya matahari yang masuk ke dalam apartemennya membuat pria yang sedari tadi masih membungkus tubuhnya dengan selimut tebal mulai membuka mata. Dengan rambut yang acak-acakan khas orang bangun tidur, ia melirik jam yang masih mengeluarkan suara nyaring itu lalu mematikannya dan langsung pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan pergi bekerja. Setelah selesai bersiap-siap, Eros memandang bayangan dirinya di cermin sembari memakai setelan jas berwana abu metalik yang terlihat begitu cocok di tubuh proporsionalnya. "Tampan sekali," gumamnya berbangga diri. Lalu menyemprotkan parfum bermerk BYRDO dengan varian blance yang terkenal memiliki wangi seksi sekaligus lembut itu. Parfum BYRDO dengan varian blance ini salah satu parfum favoritnya karena perpaduan wangi pepper dan rose yang sangat unik. Setelah selesai bersiap-siap, ia mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Namun, saat ia m
"Zora." Panggil Zani menepuk tangan wanita itu untuk membangunkannya. "Lima menit lagi," kata Zora semakin menenggelamkan wajahnya. "Pak Eros sudah datang. Kau bisa kena amuk kalau dia sampai melihatmu tertidur di kantor. Aish ... cepat bangun! Tadi kau menyuruhku untuk membangunkanmu kalau Pak Eros datang," cerocos Zani membuat wanita itu mengangkat kepalanya dan meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku lalu memasang wajah cemberut. "Uh, ternyata kau ini cerewet sekali," eluh Zora. Zani yang baru menyadari akan sikapnya hanya tersenyum kikuk seraya memainkan ujung rambutnya. "Ah, maaf aku hanya tidak ingin kau mendapat masalah." Manik wanita itu berbinar dan langsung menarik kursi kerjanya untuk lebih dekat dengan Zani. "Kau baik sekali. Aku jadi terharu." "Maukah kau menjadi sahabatku?" Lanjut Zora menggenggam tangan wanita itu. Zani yang masih terkejut dengan perlakuan Zora yang tiba-tiba refleks melepaskan genggamannya, da
"Seandainya saja Chiko ada di sini. Pasti aku tidak akan sesulit ini." Monolog wanita itu seraya menatap layar komputer yang masih menyala. "Hayoloh lagi mikirin siapa?" tanya Zani mengagetkannya, tetapi sepertinya Zora tidak terkejut sedikitpun. "Kau belum memberikan hasil laporan itu?" tanya Zani ketika melihat dokumen itu masih tersimpan rapi di meja kerja sahabatnya. Zora menatap sahabatnya dengan wajah frustasinya. Dan tak lama kemudian ia menjambak rambutnya sendiri dan mulai terisak. "Kau kenapa?" tanya Zani panik melihat tingkah Zora yang seperti orang tidak waras. "Apa kau masih mengingatku?" lanjut Zani dan itu membuat tangisan wanita itu semakin keras. "Kau menganggapku gila?" tanya Zora disela isak tangisnya, "hiks.. tega sekali." Zani semakin bingung harus berbuat apa. Dia hanya bisa menggaruk pungguknya yang tidak gatal seraya nyengir memperlihatkan barisan giginya. "Ya maaf, habisnya kau bertingkah sepert
Ughh..Zora meremas perutnya dengan sangat kuat, tubuhnya meringkuk tanpa dibalut selimut. Keringat dingin sudah bercucuran dari keningnya."Argh! Kenapa sakit sekali?" Erangnya seraya menggigit bibir bawahnya untuk menghalau rasa sakit di perutnya."Ibu!" pekiknya sudah tidak tahan dengan rasa sakit yang mulai menjalar ke pinggangnya.Suara teriakan Zora sangat keras sampai seseorang yang sedang bersantai di sofa berlari untuk memeriksa keadaannya."Ada apa?" Tanya orang itu masuk ke dalam kamarnya dengan masih memegang garpu di tangan kanannya.Wajah pria itu terlihat sangat panik.Zora menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya."Tunggu! Kamar?" Ia menggantungkan kalimatnya."Aaaa ... kau sedang apa di kamarku?" pekik wanita itu terperajat seakan melupakan rasa sakit di perutnya."Dasar Bos mesum!" Sambungnya dan langsung menutup tubuhnya dengan selimut tebal yang berada di sampingnya
Naura menatap sedih dinding di depannya seraya mengusap perut datarnya. Tidak lama kemudian lelehan kristal mulai membasahi pipinya. Wanita itu menangis dalam diam. "Aku cari-cari ternyata kau--" Arya tidak melanjutkan ucapannya ketika melihat cairan bening itu keluar dari mata indah istrinya. "Sudah jangan dipikirkan terus," ujar Arya menarik Naura ke dalam pelukannya. Dia sangat tahu apa yang sedang istrinya itu rasakan. "Mas, maafkan aku. Karena belum bisa memberimu keturunan," ucap Naura disela isak tangisnya. Mereka telah mengikuti program bayi tabung, tetapi ternyata program itu tidak membuahkan hasil. Dan itu membuat jiwa Naura terguncang. Meski keluarga Arya ataupun keluarganya tidak mempermasalahkan kapan ia akan hamil, namun tetap saja Naura merasa menjadi istri dan menantu yang gagal. "Mas," panggil Naura dengan suara pelan. "Iya, Sayang?
Semenjak pulang dari rumah sakit Naura menjadi pemurung, wanita itu langsung masuk ke dalam kamarnya dan tidak membiarkan seorangpun masuk.Arya yang sangat mengerti akan perasaan istrinya memilih untuk membiarkannya. Bukan karena ia tidak peduli, tetapi ia ingin memberikan ruang untuknya menenangkan diri.Jika ditanya apakah pria itu baik-baik saja, tentu jawabannya tidak. Siapapun akan kecewa jika hasil tidak sesuai dengan harapan kita bukan?Namun, dia harus bersikap tegar untuk menguatkan sang istri yang sekarang perasaannya berkali-kali lipat jauh lebih kecewa, lebih hancur dari apa yang ia rasakan saat ini.Sedangkan di dalam sana, wanita itu kembali menangis dalam diam. Perkataan dokter membuatnya seperti tidak memiliki harapan lagi."Mohon maaf saya harus mengatakan ini. Program bayi tabung tuan dan nyonya tidak berhasil."Tuhan, dosa apa yang aku perbuat di masa lalu? Hingga Kau tidak mempercayaiku menjadi seorang ibu?Naura
Setelah menempuh jarak I jam 30 menit mereka telah sampai ke salah satu tempat wisata popular yang ada di kota Bogor yang direkomendasikan oleh Endru."Wow." Wanita itu menatap takjub bangunan di depannya. Sebuah replika dari menara yang menggambarkan kota yang dijuluki sebagai kota cahaya itu.Tempat yang mempunyai luas kurang lebih 1,5 hektar ini menawarkan berbagai macam wisata kekinian berupa spot selfie dengan bangunan bergaya eropa. Berada di sana akan membuat semua orang tertipu, karena bangunannya yang dibangun dengan begitu detailnya."Kau suka?" tanya Endru tanpa menoleh kearahnya.Kirana menganggukkan kepalanya mantap dan tersenyum dengan sangat manis. Ini kali pertama Endru melihatnya tersenyum semanis itu. Sangat cantik."Ayo kita foto bersama." Pria itu mengeluarkan gawainya seraya merangkul Kirana.Wanita itu kembali tersenyum melihat hasil jepretan suaminya. Dengan baground replika menara Eiffel, mereka tampak sangat serasi d
Hari masih pagi, tetapi Zora sudah mendapat perintah dari CEO-nya itu untuk pergi ke ruangannya. Tentu saja tanpa berpikir panjang wanita itu langsung melaksanakannya."Silakan duduk," perintah Eros terlihat begitu berwibawa. Sangat berbeda dengan sikapnya saat berada di apartemennya."Saya sudah membaca hasil revisianmu dan saya penasaran dengan rincian yang kau anggarkan," lanjutnya."Bagaimana bisa kau menganggarkan dengan total biaya yang cukup rendah dengan kualitas premium seperti ini?" tanya Eros.Wanita itu hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya tersenyum kikuk. "Aku memiliki kenalan di bidang itu," jawab Zora dengan jujur."Benarkah?" tanya Eros lagi. Jujur saja dia terkejut dengan jawabannya.Wanita itu hanya mengangguk lalu berkata dengan nada seperti menantang."Kalau Bos tidak percaya, Bos ikut saja denganku untuk menemuinya. Kebetulan hari ini kami akan bertemu untuk membicarakan ini."Tanpa ia duga, p