Share

Bab 6| Pernikahan

"Astaga adik-adikku kenapa tampan sekali," kagum Naura melihat adik-adiknya begitu gagah dalam balutan jas.

Hari ini adalah hari pernikahan Endru dan Kirana. Eros terlihat tampan seperti biasanya dalam balutan jas berwarna hitam. Sedangkan Endru juga tak kalah tampan dalam balutan jas berwarna putih senada dengan gaun sang mempelai wanita.

Pernikahan yang digelar di sisi pantai dengan dihiasi oleh bunga mawar putih menjadi pilihan konsep pernikahannya. Sebuah impian Kirana sejak dulu bisa menikah dengan konsep seperti itu.

"Hey! Kenapa wajahmu murung begitu?" Tanya Naura seraya merapikan dasi si bungsu.

"Tidak apa-apa, aku hanya sedikit lelah," jawab Eros berusaha menarik sudut bibirnya.

Arya yang berada di sampingnya hanya memandang iba adik iparnya itu. Dia sangat tahu apa yang sekarang adik iparnya rasakan.

"Apa kau sakit?" Tanya Naura seraya menempelkan punggung tangannya ke dahi si bungsu. Tidak lama terdengar helaan napas lega karena suhu adiknya itu normal.

"Kakak masih belum percaya sebentar lagi Endru akan menjadi seorang suami," ujar Naura tersenyum bahagia. Rasanya baru kemarin adiknya itu merengek meminta dibelikan mainan mobil-mobilan. Waktu sangat cepat berlalu, pikirnya.

"Kau kapan mengenalkan pacarmu pada Kakak?" Lirik Naura pada Eros yang lagi-lagi terlihat melamun.

"Eros." Panggil wanita itu menyenggol lengan kekar si bungsu.

Pria itu langsung menoleh ketika merasakan lengannya tersentuh dan ia langsung bisa melihat ekspresi kesal kakaknya.

"Hey! Kau ini sebenarnya kenapa sih?" tanya Naura dengan gemas. Adik bungsunya itu benar-benar bersikap aneh hari ini.

"Sudahlah sayang, mungkin Eros kelelahan. Kau tau sendiri kan bagaimana sibuknya dia," kata Arya kepada sang istri.

Naura mengangguk mengerti.

"Aku ke sana dulu ya, Mas." Pamitnya untuk menyambut para tamu yang mulai berdatangan.

"Ini belum terlambat. Kau masih bisa menggagalkannya," kata Arya menatap tempat yang akan menjadi upacara pernikahan adik iparnya berlangsung.

"Aku tidak akan melakukan itu," balas Eros tanpa menoleh ke arahnya.

"Dasar bodoh," cibir Arya.

Eros hanya menarik sudut bibirnya. Bagaimana mungkin ia tega menghancurkan upacara pernikahan saudaranya sendiri? Pria itu melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana bahagianya Endru bisa menikahi Kirana, perawat cantik yang sering merawatnya di rumah sakit.

***

"Hari ini makan apa, ya?" pikir Zora yang hanya duduk termenung.

"Malang sekali nasibku sekarang. Untuk makan saja harus berpikir dulu." Gerutunya mengetuk-ngetuk meja makan.

Tok tok tok!

Zora mendengkus. Siapa yang bertamu sepagi ini?

"Zo, ini aku," teriak seseorang dari luar.

Dengan langkah gontai wanita itu menuju pintu depan untuk membukakan pintu. Saat pintu terbuka mata Zora berbinar melihat seseorang yang dikenalnya mengacungkan sebuah bingkisan yang ia yakini adalah makanan.

"Belum makan, kan?" tebak Chiko nyengir memperlihatkan barisan gigi putihnya.

Zora langsung mengambil alih bingkisan itu dan menarik Chiko untuk masuk ke dalam. Pria itu hanya tersenyum kecil. Bahkan hanya sentuhan sederhana dari wanita itu bisa membuat jantungnya berdebar.

"Kau tidak makan?" tanya Zora memakan bakmie yang dibawa Chiko dengan lahap.

Chiko memperhatikan bagaimana lahapnya wanita itu makan. Terkadang dia bingung, Zora bisa menghabiskan makanan untuk porsi pria dewasa, tetapi berat badannya tidak pernah bertambah.

"Melihatmu makan sudah membuatku kenyang," jujur Chiko.

Zora mendongak seraya terus memasukan bakmie itu ke dalam mulut kecilnya.

"Apa ini boleh kumakan?" tanyanya menunjuk bakmie bagian Chiko yang belum pria itu sentuh.

Ciko tersenyum seraya mendorong mangkuknya agar wanita itu dapat mengambilnya dengan mudah.

"Makasih, Chiko." Zora memberikan senyuman manisnya. Membuat Chiko kelabakan mengontrol detak jantungnya yang seakan ingin meloncat dari tempatnya.

***

Setelah upacara pernikahan Endru dan Kirana selesai. Eros langsung pamit pulang dengan alasan sedikit tidak enak badan.

Awalnya Naura melarangnya pulang ke apartemen dan memintanya untuk kembali tinggal di rumah. Apalagi sekarang Endru sudah menikah yang artinya hanya ibunyalah yang tinggal di rumah besar itu.

Namun, karena sifat keras kepala Eros dan sedikit bantuan dari Arya akhirnya ia bisa kembali pulang ke apartemennya.

Kini pria itu sudah berada di apartemennya dengan sebuah laptop di depannya.

Tangannya begitu lihai menekan tombol-tombol keyboard. Matanya fokus memeriksa laporan keuangan perusahaan dengan harapan bisa melupakan wanita yang kini sudah berganti status menjadi kakak iparnya.

Namun, tanpa diminta memori itu lagi-lagi datang dan membuatnya tidak bisa fokus bekerja.

Dreett.. Dreett..

Ponsel di saku jasnya bergetar tanda ada panggilan masuk. Tertulis nama My Brother di sana.

Eros menghela napasnya sebelum menggeser icon berwana hijau yang bergerak-gerak.

"Hallo," kata Eros sebiasa mungkin.

"Dek, sudah sampai?" tanya orang di sebrang sana.

"Hmm," balas Eros. Jika boleh jujur ingin sekali ia membanting ponselnya sekarang juga agar kakaknya berhenti berbicara.

"Syukurlah. Sekarang aku sedang perjalanan menuju rumah baru yang akan kami tempati," tutur Endru tanpa ditanya.

Eros hanya diam tidak memberi respon apa-apa. Yang jelas hatinya sekarang ini seperti di tusuk oleh ribuan belati, sakit sekali.

"Dek, kau masih di sana, kan?" tanya Endru karena sedari tadi adiknya itu tidak bersuara.

"Ah, iya, sorry Kak." Suara Eros terdengar sedikit parau dan itu membuat Endru khawatir.

"Kau terdengar tidak baik-baik saja. Apa perlu aku ke sana agar istriku dapat memeriksamu?" tanyanya.

"Iya, tunggu sebentar!" teriak Eros berusaha mencari alibi agar Endru mengakhiri teleponnya.

"Sorry, sepertinya ada tamu," kata Eros.

Paham dengan maksud sang adik, akhirnya Endru mengakhiri obrolan mereka.

"Ya sudah, aku cuma mau mengabarkan itu saja. Jaga kesehatan, aku tidak ingin kau sakit." Pungkas Endru sebelum benar-benar mengakhiri obrolan mereka.

Argh!

Eros membanting ponselnya ke lantai. Tidak peduli ponselnya rusak bahkan hancur sekalipun. Tiba-tiba kakinya terasa begitu lemas, ia merosot ke bawah dengan lutut yang menjadi tumpuannya.

"Kenapa? Kenapa harus kau?" Teriaknya seraya meremas foto wanita yang sedang tersenyum manis ke arah kamera.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status