"Astaga adik-adikku kenapa tampan sekali," kagum Naura melihat adik-adiknya begitu gagah dalam balutan jas.
Hari ini adalah hari pernikahan Endru dan Kirana. Eros terlihat tampan seperti biasanya dalam balutan jas berwarna hitam. Sedangkan Endru juga tak kalah tampan dalam balutan jas berwarna putih senada dengan gaun sang mempelai wanita.
Pernikahan yang digelar di sisi pantai dengan dihiasi oleh bunga mawar putih menjadi pilihan konsep pernikahannya. Sebuah impian Kirana sejak dulu bisa menikah dengan konsep seperti itu.
"Hey! Kenapa wajahmu murung begitu?" Tanya Naura seraya merapikan dasi si bungsu.
"Tidak apa-apa, aku hanya sedikit lelah," jawab Eros berusaha menarik sudut bibirnya.
Arya yang berada di sampingnya hanya memandang iba adik iparnya itu. Dia sangat tahu apa yang sekarang adik iparnya rasakan.
"Apa kau sakit?" Tanya Naura seraya menempelkan punggung tangannya ke dahi si bungsu. Tidak lama terdengar helaan napas lega karena suhu adiknya itu normal.
"Kakak masih belum percaya sebentar lagi Endru akan menjadi seorang suami," ujar Naura tersenyum bahagia. Rasanya baru kemarin adiknya itu merengek meminta dibelikan mainan mobil-mobilan. Waktu sangat cepat berlalu, pikirnya.
"Kau kapan mengenalkan pacarmu pada Kakak?" Lirik Naura pada Eros yang lagi-lagi terlihat melamun.
"Eros." Panggil wanita itu menyenggol lengan kekar si bungsu.
Pria itu langsung menoleh ketika merasakan lengannya tersentuh dan ia langsung bisa melihat ekspresi kesal kakaknya.
"Hey! Kau ini sebenarnya kenapa sih?" tanya Naura dengan gemas. Adik bungsunya itu benar-benar bersikap aneh hari ini.
"Sudahlah sayang, mungkin Eros kelelahan. Kau tau sendiri kan bagaimana sibuknya dia," kata Arya kepada sang istri.
Naura mengangguk mengerti.
"Aku ke sana dulu ya, Mas." Pamitnya untuk menyambut para tamu yang mulai berdatangan.
"Ini belum terlambat. Kau masih bisa menggagalkannya," kata Arya menatap tempat yang akan menjadi upacara pernikahan adik iparnya berlangsung.
"Aku tidak akan melakukan itu," balas Eros tanpa menoleh ke arahnya.
"Dasar bodoh," cibir Arya.
Eros hanya menarik sudut bibirnya. Bagaimana mungkin ia tega menghancurkan upacara pernikahan saudaranya sendiri? Pria itu melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana bahagianya Endru bisa menikahi Kirana, perawat cantik yang sering merawatnya di rumah sakit.
***
"Hari ini makan apa, ya?" pikir Zora yang hanya duduk termenung.
"Malang sekali nasibku sekarang. Untuk makan saja harus berpikir dulu." Gerutunya mengetuk-ngetuk meja makan.
Tok tok tok!
Zora mendengkus. Siapa yang bertamu sepagi ini?
"Zo, ini aku," teriak seseorang dari luar.
Dengan langkah gontai wanita itu menuju pintu depan untuk membukakan pintu. Saat pintu terbuka mata Zora berbinar melihat seseorang yang dikenalnya mengacungkan sebuah bingkisan yang ia yakini adalah makanan.
"Belum makan, kan?" tebak Chiko nyengir memperlihatkan barisan gigi putihnya.
Zora langsung mengambil alih bingkisan itu dan menarik Chiko untuk masuk ke dalam. Pria itu hanya tersenyum kecil. Bahkan hanya sentuhan sederhana dari wanita itu bisa membuat jantungnya berdebar.
"Kau tidak makan?" tanya Zora memakan bakmie yang dibawa Chiko dengan lahap.
Chiko memperhatikan bagaimana lahapnya wanita itu makan. Terkadang dia bingung, Zora bisa menghabiskan makanan untuk porsi pria dewasa, tetapi berat badannya tidak pernah bertambah.
"Melihatmu makan sudah membuatku kenyang," jujur Chiko.
Zora mendongak seraya terus memasukan bakmie itu ke dalam mulut kecilnya.
"Apa ini boleh kumakan?" tanyanya menunjuk bakmie bagian Chiko yang belum pria itu sentuh.
Ciko tersenyum seraya mendorong mangkuknya agar wanita itu dapat mengambilnya dengan mudah.
"Makasih, Chiko." Zora memberikan senyuman manisnya. Membuat Chiko kelabakan mengontrol detak jantungnya yang seakan ingin meloncat dari tempatnya.
***
Setelah upacara pernikahan Endru dan Kirana selesai. Eros langsung pamit pulang dengan alasan sedikit tidak enak badan.
Awalnya Naura melarangnya pulang ke apartemen dan memintanya untuk kembali tinggal di rumah. Apalagi sekarang Endru sudah menikah yang artinya hanya ibunyalah yang tinggal di rumah besar itu.
Namun, karena sifat keras kepala Eros dan sedikit bantuan dari Arya akhirnya ia bisa kembali pulang ke apartemennya.
Kini pria itu sudah berada di apartemennya dengan sebuah laptop di depannya.
Tangannya begitu lihai menekan tombol-tombol keyboard. Matanya fokus memeriksa laporan keuangan perusahaan dengan harapan bisa melupakan wanita yang kini sudah berganti status menjadi kakak iparnya.
Namun, tanpa diminta memori itu lagi-lagi datang dan membuatnya tidak bisa fokus bekerja.
Dreett.. Dreett..
Ponsel di saku jasnya bergetar tanda ada panggilan masuk. Tertulis nama My Brother di sana.
Eros menghela napasnya sebelum menggeser icon berwana hijau yang bergerak-gerak.
"Hallo," kata Eros sebiasa mungkin.
"Dek, sudah sampai?" tanya orang di sebrang sana.
"Hmm," balas Eros. Jika boleh jujur ingin sekali ia membanting ponselnya sekarang juga agar kakaknya berhenti berbicara.
"Syukurlah. Sekarang aku sedang perjalanan menuju rumah baru yang akan kami tempati," tutur Endru tanpa ditanya.
Eros hanya diam tidak memberi respon apa-apa. Yang jelas hatinya sekarang ini seperti di tusuk oleh ribuan belati, sakit sekali.
"Dek, kau masih di sana, kan?" tanya Endru karena sedari tadi adiknya itu tidak bersuara.
"Ah, iya, sorry Kak." Suara Eros terdengar sedikit parau dan itu membuat Endru khawatir.
"Kau terdengar tidak baik-baik saja. Apa perlu aku ke sana agar istriku dapat memeriksamu?" tanyanya.
"Iya, tunggu sebentar!" teriak Eros berusaha mencari alibi agar Endru mengakhiri teleponnya.
"Sorry, sepertinya ada tamu," kata Eros.
Paham dengan maksud sang adik, akhirnya Endru mengakhiri obrolan mereka.
"Ya sudah, aku cuma mau mengabarkan itu saja. Jaga kesehatan, aku tidak ingin kau sakit." Pungkas Endru sebelum benar-benar mengakhiri obrolan mereka.
Argh!
Eros membanting ponselnya ke lantai. Tidak peduli ponselnya rusak bahkan hancur sekalipun. Tiba-tiba kakinya terasa begitu lemas, ia merosot ke bawah dengan lutut yang menjadi tumpuannya.
"Kenapa? Kenapa harus kau?" Teriaknya seraya meremas foto wanita yang sedang tersenyum manis ke arah kamera.
Dreett.. Dreett.. "Mas, itu HP kamu bunyi," kata Naura yang sedang menghapus riasan wajahnya. Dreett.. Dreett.. "Siapa sih yang nelepon malam-malam begini." Gerutu wanita itu mencondongkan badannya untuk mengintip tangkapan nama di layar. "Eros? Ada apa dia nelpon Mas Arya malam-malam begini?" tanya Naura kepada dirinya sendiri. Wanita itu melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup, itu artinya sang suami belum selesai dari kegiatan mandinya. Naura mengambil ponsel itu lalu menggeser icon panggilan berwarna hijau. Dia sedikit terkejut karena yang berbicara di telpon itu bukan adik bungsunya melainkan seorang pria yang mengaku sebagai bartender. Pria itu mengatakan bahwa pemilik HP ini sudah terlalu banyak minum dan mabuk berat. Sehingga ia berinisiatif untuk menghubungi salah satu nomor di ponselnya. "Aish! Apa yang dia lakukan?" geram Naura setelah memutuskan sambungan telepon tersebut.
"Siapa yang membereskan ruangan saya pagi ini?" tanya Eros dengan nada tinggi. Dilihat dari ekspresinya pria itu terlihat sangat marah."Jawab!" bentaknya karena tidak ada satupun karyawannya yang membuka mulut."Tadi saya melihat OB baru itu keluar dari ruangan Pak Eros," kata salah satu pegawai wanita."Lagi-lagi dia," gumam Eros yang terdengar samar oleh mereka."Suruh dia menghadap saya, sekarang!" Lanjut pria itu meninggalkan para karyawannya yang masih memandang takut ke arahnya."Aku jadi merasa bersalah pada OB baru itu," ucap karyawan wanita tadi.Wanita itu merasa bersalah karena telah memberi tahu bos nya. Dia yakin OB ba
"Mas, hari ini mau makan apa?" tanya Kirana kepada pria yang sudah resmi menjadi suaminya."Apa saja asalkan kau yang membuatnya pasti aku makan." Jawab Endru hendak memeluk istrinya, tetapi dengan cepat wanita itu berbalik dan berjalan menuju dapur."Maafkan aku, Mas. Kau memang memiliki ragaku, tapi tidak dengan hatiku,"batin Kirana.Endru memandang punggung sang istri dengan senyuman sulit diartikan. Jujur saja hatinya sangat sakit melihat istrinya menolaknya secara halus."Dia hanya belum terbiasa," kata pria itu masih mencoba berfikir positif.Clak!Endru menatap lantai yang terkena cairan kental itu lalu ia langsung menutup hidungnya dengan kedua tangannya.Darahnya terus keluar, wajah Endru yang memang awalnya sudah pucat terlihat semakin pucat. Pasokan oksigennya juga semakin menipis. Samar-samar ia hanya bisa mengingat sang istri berlari ke arahnya dan setelah itu ia tak dapat mengingat apa-apa lagi.
Kirana mengambil kapas untuk menutupi bekas suntikan di lengan pria itu, sedangkan Eros menundukkan kepalanya tidak berniat melihat wajahnya.Setelah melakukan transfusi darah, tidak biasanya ia merasakan lemas dan pusing yang cukup berat. Mungkin karena akhir-akhir ini banyak yang ia pikirkan dan juga efek kelelahan bekerja.Kirana yang menyadari ada sesuatu yang tidak beres, merendahkan tubuhnya untuk melihat wajah pria itu."Astaga, kau kenapa?" kagetnya ketika melihat wajah orang yang sangat ia cintai itu terlihat pucat.Eros menghela napasnya, tubuhnya memang kurang bersahabat akhir-akhir ini."Ini minum teh hangatnya dulu." Wanita itu dengan telaten merawatnya. Hatinya sakit me
"Jadi benar Eros itu mantan kekasihmu?" tanya Naura ingin memastikan dari mulut wanita itu sendiri.Kirana hanya menganggukkan kepalanya pelan lalu menghela napas panjang ketika dadanya terasa sesak menerima kenyataan yang tidak sejalan dengan harapannya.Naura diam menunggu adik iparnya itu menjelaskan alasan ia menerima Endru.Hatinya mencelos ketika Kirana mengatakan bahwa pria itu yang memintanya. Ya, Eros yang memintanya untuk menerima Endru menjadi suaminya."Terus kenapa kau mau?" tanya Naura dengan suara lirih. Sungguh dia sedih mengetahui kebenaran ini.***Eros sedang mempelajari dokumen yang akan di sampaikan untuk
"Kirana bagaimana sih, suaminya sakit malah pergi tidak tau ke mana." Dumel Naima yang sedang duduk di sofa menunggu putra keduanya."Kirana kan seorang suster di rumah sakit ini, mungkin ia sedang bertugas," ujar Naura menatap ibunya dengan dingin."Kau kenapa melihat Ibu seperti itu?" tanya Naima yang ternyata menyadari perubahan sikap sang putri.Naura menarik napasnya dalam lalu membuangnya perlahan."Kenapa Ibu tega memutuskan hubungan mereka?" tanya wanita itu membuat sang ibu mengerutkan keningnya."Apa maksudmu?" tanya Naima tidak mengerti."Kirana dan E--""Diam!" Potong Naima seraya melirik Endru yang masih tertidur di ranjang pesakitannya."Ayo!" Lanjutnya menarik tangan Naura untuk ikut bersamanya.***"Aaaaa ..." Wanita itu membuka mulutnya sendiri ketika pria di de
"Kak Naura mana?" Tanya Eros yang baru saja keluar dari kamar mandi."Katanya ada urusan penting. Besok pagi ke sini lagi." Jawab Kirana beranjak dari duduknya.Wanita itu ingin pamit tapi langkahnya seakan berat untuk meninggalkan pria itu sendiri."Oh iya, bagaimana keadaan kak Endru? Dan kenapa kau masih ada di sini?" Tanya Eros dengan sebelah tangan yang bernumpu pada dinding."Kau mengusirku?" tanya Kirana balik dengan mimik wajah kecewa.Pria itu terdiam kemudian memejamkan matanya seraya mengepalkan tangannya untuk menghalau rasa sesak yang seakan menghimpit paru-parunya."Bukan seperti itu. Hanya saja suamimu lebih membutuhkanmu sekarang," kata Eros. Percayalah untuk mengatakan itu ia sampai harus bersusah payah menelan salivanya.Wanita itu termenung dan sedetik kemudian ia tersenyum getir. "Kau benar.""Baiklah aku pergi," sambungnya, "kalau perlu apa-apa langsung hubungi aku.""Tidak perlu. Banyak suster lain
"Selamat pagi, Pak Eros," sapa Chiko."Maaf, pagi-pagi begini saya sudah mengganggu," kata pria itu memulai pembicaraan."Ada apa Sekretaris Chiko?" tanya Eros."Saya ingin memberikan surat pengunduran diri saya." Jawabnya seraya memberikan surat tersebut.Eros refleks mendongakkan kepalanya. "Apa maksudmu?"Pria itu benar-benar tidak mengerti kenapa sekretarisnya tiba-tiba mengundurkan diri dari perusahaan ini. Padahal kinerjanya terbilang bagus. Akan sangat disayangkan jika ia kehilangan sekretaris seperti Chiko."Saya harap kau pikirkan lagi keputusanmu itu. Jujur saja saya suka dengan kinerjamu Sekretaris Chiko," kata Eros.