Share

Bab 7| Menyakitkan

Dreett.. Dreett..

"Mas, itu HP kamu bunyi," kata Naura yang sedang menghapus riasan wajahnya.

Dreett.. Dreett..

"Siapa sih yang nelepon malam-malam begini." Gerutu wanita itu mencondongkan badannya untuk mengintip tangkapan nama di layar.

"Eros? Ada apa dia nelpon Mas Arya malam-malam begini?" tanya Naura kepada dirinya sendiri.

Wanita itu melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup, itu artinya sang suami belum selesai dari kegiatan mandinya.

Naura mengambil ponsel itu lalu menggeser icon panggilan berwarna hijau.

Dia sedikit terkejut karena yang berbicara di telpon itu bukan adik bungsunya melainkan seorang pria yang mengaku sebagai bartender.

Pria itu mengatakan bahwa pemilik HP ini sudah terlalu banyak minum dan mabuk berat. Sehingga ia berinisiatif untuk menghubungi salah satu nomor di ponselnya.

"Aish! Apa yang dia lakukan?" geram Naura setelah memutuskan sambungan telepon tersebut.

***

Naura beserta Arya sudah sampai di tempat yang bartender itu katakan. Mereka langsung masuk ke dalam untuk menjemput Eros pulang.

Naura hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika melihat seseorang yang sangat ia kenal sudah tidak sadarkan diri ditemani oleh seorang pria yang ia duga adalah pria yang menelpon suaminya tadi.

"Terima kasih sudah menjaga adik saya," ucap Naura kepada bartender itu.

"Ah, iya. Saya hanya tidak tega meninggalkannya. Banyak wanita nakal di sini. Saya hanya takut mereka memanfaatkannya," kata pria itu.

"Sekali lagi terima kasih." Entah kata apa yang bisa ia katakan selain ucapan terima kasih kepada pria baik hati itu. Dia merasa lega karena adiknya ditolong oleh orang baik.

Eros sudah dibawa ke dalam mobil. Masih dalam kondisi pingsan, ia didudukkan di kursi belakang bersama Naura yang terus mengusap lembut rambut hitam milik adiknya.

"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?" lirih Naura. Hatinya sakit melihat keadaan adiknya saat ini. Dia terlihat begitu kacau.

Sementara Arya yang memerhatikan dari balik kaca mobil hanya bisa menghela napasnya. Dia jadi merasa bersalah kepada sang istri karena telah menyembunyikan sebuah rahasia atas permintaan Eros.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Arya yang ternyata terdengar samar oleh Naura.

"Mas, apa ada hal yang aku tidak tahu?" tanya Naura penuh selidik.

"Sebenarnya kau tahu kan apa yang terjadi dengan Eros?!" Sambungnya meminta penjelasan.

Arya semakin merasa tersudutkan. Dia memang sangat lemah dalam menyembunyikan sebuah rahasia terutama kepada istrinya.

"Aku akan mengatakannya nanti saat sampai di rumah," ucapnya.

***

Setelah Arya mengatakan semuanya, Naura tidak bisa membendung air matanya lagi. Dia benar-benar merasa menjadi kakak yang gagal karena tidak peka akan perasaan adik bungsunya.

Seandainya saja ia tahu bahwa Kirana adalah kekasih Eros, ia tidak mungkin menyetujui acara pernikahan itu.

Kenapa ia begitu bodoh tidak menyadari sikap Eros yang tiba-tiba ingin tinggal di apartemen, buru-buru pamit saat acara pernikahan selesai, dan jangan lupakan gelagatnya saat di rumah keluarga Laquita bulan lalu.

"Kenapa harus kau yang selalu berkorban?" Lirihnya seraya menggengam erat tangan sang adik yang masih memejamkan matanya rapat.

***

Keesokan harinya saat pria itu membuka mata ia langsung terperajat kala menyadari bahwa ini bukanlah kamarnya.

Ia sedikit meringis ketika rasa pusing yang tiba-tiba datang. Mungkin karena tadi malam ia terlalu banyak minum, pikirnya.

Eros memejamkan matanya dan menarik napas panjang untuk menghalau rasa pusingnya. Setelah merasa baikan ia segera pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap bekerja.

Sementara di tempat lain Naura sedang membuat nasi goreng udang sebagai menu sarapannya pagi ini. Dia harus memastikan adiknya itu makan dengan baik saat bangun nanti.

Tiba-tiba seseorang yang sangat ia kenali memeluknya dari belakang dan menempelkan dagunya pada pundak Naura.

"Mas, malu ih nanti dilihat Eros," ujar Naura mencoba melepaskan tangan suaminya yang melingkar di pinggangnya. Namun sayang pria itu malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Kenapa harus malu? Kita kan sudah sah," sanggah Arya tersenyum nakal.

"Hey! Bisa tidak melakukan itu saat aku sudah pergi," cibir Eros merasa risih melihat kemesraan dari dua insan yang sedang dimabuk cinta itu.

Sontak mereka berdua berbalik. Naura langsung berpura-pura sibuk menyiapkan sarapan, sedangkan Arya tersenyum kikuk padanya.

"Mau ke mana?" tanya Arya ketika melihat adik iparnya itu sudah akan meninggalkan rumahnya.

"Ke kantorlah ke mana lagi," jawab Eros.

"Sayang, adikmu berulah lagi!" teriak Arya membuat pria itu membulatkan matanya jelak.

Tak lama kemudian Naura datang dengan berkacak pinggang dan langsung berbicara tanpa henti. Atau lebih tepatnya mengomel.

Setelah selesai memarahi si bungsu, ia menariknya untuk pergi ke meja makan. Setidaknya dia harus memastikan bahwa adiknya itu menghabiskan sarapannya.

***

"Aku harus segera ke kantor," kata Eros hendak pamit.

"Kau pikir Kakak akan mengijinkanmu keluar dari rumah ini, huh?" ujar Naura membuat Eros mengerutkan dahinya.

"Setidaknya habiskan sarapanmu dulu setelah itu jawab pertanyaan Kakak," sambung wanita itu.

Eros melirik Arya yang sedang menikmati roti slai kacangnya.

***

"Jadi benar Kirana itu kekasihmu?" tanya Naura. Dan Eros hanya menganggukkan kepalanya. Percuma ia mengelak kalau pria di depannya itu sudah menceritakan semuanya.

"Aish! Tidak bisa dipercaya," dumel Eros dalam hatinya.

"Apa ibu tahu?" tanya Naura yang kali ini membuat Eros diam.

"Jadi ibu mengetahuinya?!" tebaknya setelah melihat respon yang ditunjukan oleh si bungsu.

Arya yang sedari tadi hanya fokus dengan sarapannya langsung mengangkat kepalanya sembari menatap Eros seakan mengatakan, benarkah itu?

Sungguh jika itu benar, Arya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ibu mertuanya mengorbankan perasaan anaknya untuk kebahagiaan anaknya yang lain.

Apakah ia berdosa jika mengatakan ibu mertuanya itu egois?

"Kau tau Dek, di sini bukan cuma perasaanmu yang terluka, tapi juga Kirana," kata Naura menatap sendu si bungsu.

"Apa kau pikir dia akan bahagia menikah dengan pria yang tidak ia cintai?" tanya wanita itu meminta jawaban.

"Seiring berjalannya waktu dia akan mencintainya." Tutur Eros menundukkan kepalanya.

"Hey! Itu namanya egois," sanggah Naura.

"Terus aku harus bagaimana? Apa aku harus bilang yang sebenarnya dan membuat perasaan kak Endru terluka? Aku tidak mungkin tega melakukannya, Kak." Suara pria itu mulai meninggi. Dia benar-benar sudah tidak bisa mengontrol emosinya.

"Tolong. Tolong jangan membuat ini semakin sulit," sambungnya terdengar begitu lirih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status