Share

Bab 5| Pertemuan

Setelah diantar Chiko menuju tempat kerjanya, Zora sedikit kebingungan karena melihat keadaan ruangan yang sangat jauh berbeda dari ekspetasinya.

Tidak lama kemudian seorang wanita berpakaian OB masuk. Jika dilihat dari wajahnya, mungkin wanita itu berumur sekitar setengah abad.

"Kau, sini!" Tunjuk ibu itu menunjuk tepat kearahnya.

"Aku?" tanya Zora seraya menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, kau pikir ada orang lain di sini?!" ketusnya.

Wanita itu memperkenalkan dirinya tanpa berjabat tangan. Dengan masih memasang wajah bingung, Zora tersenyum kikuk lalu memperkenalkan dirinya juga.

Ia menatap Zora dari atas ke bawah dan tak lama wanita itu mendengus. "Kau ini mau bekerja atau apa?" tanyanya yang membuat Zora semakin dibuat bingung.

Apa yang salah dengan pakaiannya? Zora pikir dia telah memakai pakaian yang pantas.

Wanita yang menyebut namanya Tini itu hanya menggelengkan kepalanya lalu sedetik kemudian ia pergi untuk mengambil sesuatu di dalam ruangan kecil di ruangan itu.

Tidak lama kemudian dia kembali dan langsung memberikan barang-barang itu kepada Zora.

Ada alat pel, sapu, alat pembersih kaca, ember, dan sebuah pakaian yang sama dengan yang Tini pakai. Untuk apa barang-barang ini diberikan padanya? Pikir Zora.

"Maaf, kenapa Ibu memberiku ini?" tanya Zora sudah sangat bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Aish!

Kenapa Pak Chiko merekomendasikan wanita bodoh sepertimu," cibir Tini.

"Apa?!" pekik Zora. Dia benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar.

Jadi maksudnya ia bekerja sebagai OB di sini? Pantas saja ibu itu menatap aneh padanya, pikir Zora.

"Cepat ganti pakaianmu. Setelah itu buatkan kopi untuk bos," perintah Tini dengan ketus lalu pergi meninggalkan Zora yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Chiko!!" teriak wanita itu seraya menghentak-hentakkan kakinya kesal.

Jika saja ia tau pekerjaan yang di maksud sahabatnya itu adalah sebagai OB, mungkin ia tidak akan mau menerimanya. Bagaimanapun ia adalah anak tunggal Geraldi, CEO sekaligus pemilik dari perusahaan besar LV Group. Sama saja ini adalah penghinaan besar untuknya.

"Zora! Cepat!!" bentak Tini.

Belum juga satu hari wanita itu bekerja, tapi sudah membuat Tini naik darah.

"I-iya." Pada akhirnya tetap saja Zora menurut lalu bergegas menuju dapur yang sudah disediakan.

***

Sudah sekitar lima menit wanita itu hanya diam memandangi dispenser dan toples-toples yang berjajar. Dia bingung harus mulai dari mana. Selama hidupnya, ini pertama kalinya ia akan membuat minuman berkafein itu.

"Astaga! Apa yang kau lakukan?" tanya Tini dengan gemas.

Awalnya ia berniat ingin memeriksanya karena sudah beberapa kali bosnya itu meminta kopinya yang tak kunjung datang. Dan benar dugaannya kalau wanita itu belum juga membuatkannya.

Zora hanya mengusap tengkuknya, ia benar-benar bingung harus berbuat apa.

Jika dia jujur tidak bisa menyeduh kopi, pasti wanita itu akan sangat marah dan bisa saja Zora akan kehilangan pekerjaannya sekarang juga.

Tunggu! Bukankah tadi jelas-jelas ia tidak ingin bekerja sebagai OB? Lantas untuk apa sekarang ia takut jika dipecat? Dasar Zora si wanita labil.

"Jangan bilang kau tidak bisa membuatnya?" tebak Tini penuh selidik.

Zora langsung mengerjap dan menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bisa, kok."

"Ya sudah, cepat!" bentak Tini.

"Aish! Kau ini," lanjutnya menggerutu.

***

Huh!

Terdengar helaan napas dari bibir mungilnya. Zora memandang pintu di depannya, memikirkan bagaimana rupa dari bos yang katanya terkenal sangat galak.

Tua dan yang pasti kalah tampan dari ayahnya, pikir Zora.

Tok tok tok!

"Masuk," perintah seseorang di dalam sana.

Zora masuk dengan membawa secangkir kopi pesanan sang bos. Dia sedikit melongo saat melihat penampilan orang di depannya itu. Jauh berbeda dari dugaannya.

Satu kata untuk menjabarkannya, perfect.

"Apa yang kau pikirkan, Zora," gumamnya menepis pikiran yang bersarang dalam kepalanya.

"Ini kopinya, Pak," kata Zora sedikit kagok dengan panggilannya itu.

Bagaimana tidak, bos nya itu ternyata masih muda tidak seperti pikirannya. Mungkin usianya tidak jauh berbeda dengannya.

"Puih!

Kopi apa ini!" Eros menggebrak meja seraya menyemburkan kopi yang baru saja ia cicipi.

Zora terperajat melihat kemarahan bos tampannya itu. Kedua kakinya sampai gemetaran saking takutnya.

Selama hidupnya baru kali ini ia dibentak seperti itu. Bahkan ayahnya yang tegas sekalipun tidak pernah membentaknya separah ini.

Eros menatap tajam ke arahnya. Zora setuju dengan omongan orang-orang di sini kalau bos nya itu sangat menyeramkan ketika marah.

Tok tok tok!

"Maaf, Pak," ucap Chiko langsung masuk tanpa dipersilakan terlebih dulu.

Dia takut jika wanita itu akan kena amuk bos nya. Dan benar kan? Wanita itu hampir saja menangis jika Chiko tidak cepat datang membantunya.

"Maaf, Pak, dia OB baru di sini," kata Chiko mengenalkan sahabatnya.

"Kenapa orang seperti dia bisa bekerja di sini?" cibir Eros masih menatap tajam ke arahnya. Sedangkan yang ditatap semakin menundukkan kepalanya.

"Saya benar-benar minta maaf, Pak." Bukan Chiko yang berbicara, melainkan wanita yang sekarang ini sudah menatapnya dengan ragu.

"Sekretaris Ciko, kau boleh kembali," ucap Eros.

Ciko memegang tangan Zora berniat akan membawanya ikut bersamanya, tetapi perkataan bos nya itu menghentikan langkah mereka.

"Dan kau tetap di sini," lanjut Eros menunjuk Zora.

"Tapi, P--"

"Sudah tidak apa-apa," bisik Zora pada Chiko.

Pria itu mengangguk lalu dengan langkah berat meninggalkan sahabat dan bos nya berdua.

Dengan susah payah Zora menelan salivanya ketika Eros berjalan mendekatinya. Dia bisa melihat jelas wajah tampan sekaligus tatapan menyeramkannya pada jarak sedekat itu.

"Jangan macam-macam," pekik Zora tertahan seraya terus melangkah mundur.

"Minum!" Perintah Eros memberikan gelas yang tadi wanita itu berikan padanya.

"Apa?" Tanya Zora seraya membuka mata rusanya lebar saking terkejutnya.

"Minum!" ulang Eros dengan tegas.

Zora menatap gelas kopi yang sudah berpindah tangan ke tangannya itu dengan perasaan takut.

"Minum!" bentak Eros pada akhirnya.

Dengan gerakan refleks wanita itu langsung meminumnya dan langsung menyemburkannya. Ekspresinya tidak berbeda jauh dengan ekspresi Eros tadi.

"Puih! Asin." Zora sampai bergidig membayangkan rasanya.

Eros memberikan senyum evil-nya. "Habiskan!"

Wanita itu membelalakan matanya dengan lebar. Apakah bos nya ini titisan iblis atau semacamnya? Kenapa dia begitu kejam? Sangat berbanding terbalik dengan wajahnya yang tampan bak dewa dari Yunani.

***

"Kau ini belum juga satu hari bekerja sudah membuat masalah dengan Pak Eros." Tini menunjuk-nunjuk wajah Zora seperti seorang senior kampus yang sedang mengospek juniornya.

"Maaf, mengganggu. Saya ingin berbicara dengan Zora," kata Chiko.

"Beruntung penyelamatmu datang. Kalau tidak ..." Tini menggantung kalimatnya dan berlalu pergi meninggalkan Zora dan Chiko berdua.

Zora menatap lirih ke arahnya dan tak lama kemudian dia mulai menangis dengan cukup keras seperti bayi. Dia bukan seorang wanita yang bisa menyembunyikan perasaannya. Jika sedih ia akan langsung menangis tanpa rasa malu.

"Cup cup cup." Chiko mengelus puncak kepala wanita itu dengan harapan tangisnya berhenti.

Namun, bukannya berhenti menangis, tangisan Zora malah semakin keras.

"Aku gak terima," kata Zora disela isak tangisnya.

"Apa kau ingin berhenti?" tanya Chiko dengan hati-hati karena takut menyinggung perasaannya.

"Enggak!" Pekik Zora seraya menyeka sisa air matanya.

Chiko mengangkat sebelah alisnya, kemudian sedetik kemudian ia tersenyum seraya menepuk pelan punggung tangan Zora. "Ok, apapun yang membuatmu nyaman."

"Makasih, Chiko," pungkas Zora.

Aku akan membalasmu, bos evil tampan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status