Seharian ini Amora benar – benar dihadapkan dalam situasi perasaan yang tidak enak. Reaksi dari keluarga tersebut, masih terbayang jelas di dalam ingatan gadis itu selama dia menjalankan pekerjaannya. Membuat Amora jadi lebih banyak diam dan melamun, bahkan saat jam makan malam tiba.Ketika jadwal shift nya sudah hampir berakhir dan dia akan segera pulang ke rumah, sampai detik itu pula Agnes sama sekali belum mendapat cerita dari temannya itu, mengenai apa yang di alami Amora hingga menjadi sosok pendiam selama satu hari penuh ini.“Kamu beneran baik – baik aja, Ra?” tanya Agnes yang lama – lama merasa khawatir juga dengan perubahan sikap drastis yang dilakukan oleh sahabatnya itu.“Iya, aku beneran baik – baik aja, kok. Cuma emang kecapekan aja kali ya… banyak banget kerjaan begini. Waktunya juga mepet terus…” ujar Amora.“Makan dulu aja, yuk. Sebelum kamu pulang ke rumah. Mumpung masih di rumah sakit. Ikut sekalian makan di kantin aja sama temen – temen yang lain. Siapa tahu perasa
Namun ketika Amora baru saja selesai berganti pakaian biasa dan akan pulang ke rumah, dia dikejutkan oleh kehadiran seorang yang begitu familier dan yang telah membuat mood nya hancur dalam satu hari ini. Siapa lagi kalau bukan dokter Giandra?Dokter itu sudah berdiri persis di depan pintu ruang ganti tempat Amora berada sebelumnya, entah sejak kapan. Tapi sepertinya setelah Agnes keluar dari ruangan itu lebih dulu.Karena kalau dokter itu sempat bertemu muka dengan Agnes, maka biasanya Agnes sudah heboh dengan kedatangan pria itu dan memanggil Amora dengan cepat untuk segera keluar dari ruangan juga.“D-dokter?” wajah Amora yang sudah pucat pasi, kini semakin memucat melihat sosok dokter Giandra yang ada di hadapannya dengan wajah datar dan terlihat galak karena tatapan mata pria itu yang sangat tajam pada Amora.Gadis itu mau tidak mau, jadi ikut memperhatikan penampilan dari dokter Giandra yang sudah mengenakan pakaian santai dan melepaskan jas dokternya sendiri. Tidak bisa dipun
Amora mengedipkan matanya beberapa kali sebelum menerima coklat yang disodorkan oleh dokter Giandra pada dirinya.Coklat itu tiba – tiba saja membuat perut Amora yang awalnya tenang jadi berontak dan mengeluarkan suara menyebalkan, yang seharusnya tidak perlu didengar oleh siapa pun termasuk dokter Giandra yang kini berdiri di hadapannya dengan tatapan tenang tapi sangat mengintimidasi.“Apa perlu banyak waktu untuk kamu bisa menerima coklat yang saya berikan ini? Saya tidak memberikan racun ke dalamnya, kok.” Dokter itu mengeluarkan kata – kata pedas pamungkasnya sekali lagi di depan Amora.“Saya sedang tidak mengatakan bahwa dokter memberikan racun ke dalam coklat itu. Hanya saja… saya bingung, kenapa tiba – tiba dokter memberikan coklat ini pada saya? Apa dokter tidak salah, memberikan coklat ini pada saya?” Bodohnya Amora yang bertanya hal demikian pada dokter Giandra.Seolah dia sedang kegeeran sendiri karena mengira dokter itu memberikan perhatian lebih pada dirinya. Padahal, bi
Melihat tingkah Amora yang menolak tawarannya dengan cara sedemikian rupa, agaknya membuat Giandra agak kesal juga.Bukan apa – apa, sikap dan perilakunya itu seolah memperlihatkan bahwa Amora benar – benar sedang menolaknya dengan keras dan sungguh enggan untuk menerima apa pun dari Giandra dan berurusan dengan pria tersebut dalam hal apa pun. Termasuk untuk urusan yang satu ini.“Kalau kamu menolak, tidak perlu sampai seperti ini. Biasa saja, kan, bisa. Saya juga sedang tidak memaksa kamu untuk mau di antar oleh saya, kok,” jawab Giandra yang menunjukkan ekspresi kesalnya di hadapan Amora.Belum sempat Amora memberikan pembelaan sekaligus jawabannya, kini Giandra kembali berkata pada gadis itu. “Ya sudah kalau kamu memang tidak mau pulang dengan saya.” Dan Giandra pun, pergi berlalu begitu saja dari tempat tersebut.Amora masih menatap coklat batangan yang dia terima dari Giandra dengan perasaan campur aduk. Dia tidak merasa kegeeran atau semacamnya.Tapi dia menganggap bahwa kebai
Mulut dari anggota keluarga Dwipangga memang semuanya sama saja menyakitkan. Baik Rehan ataupun Giandra, seluruhnya sama saja menyakitkan. Setidaknya, Hal itulah yang dirasakan oleh Amora setelah perbincangan singkatnya dengan Giandra sebelum dia pulang hari ini.Memang apa yang dikatakan oleh Giandra itu, bahwa di dunia ini yang mengalami kemalangan dan perasaan sakit serta berbagai masalah dalam kehidupan bukanlah hanya Amora semata.Tapi juga banyak orang lain di luar sana yang jauh lebih tidak beruntung daripada Gadis itu sekarang. Tapi apa salahnya, kalau Giandra setidaknya sedikit saja menunjukkan rasa simpati dan empatinya. Bukan hanya sebagai rekan kerja tapi juga sebagai sesama manusia.Namun agaknya cukup berlebihan untuk Amora berharap sedemikian rupa pada sosok Giandra. Dia harus sadar bahwa sedikit banyak namanya Keluarga itu memiliki kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Walaupun pria itu pernah berkata padanya, agar Amora tidak mau menyamakan dirinya dengan anggot
Wanita itu langsung dengan cekatannya menarik lengan si anak agar menjauh dari jalan raya. Mereka berdua bahkan hampir saja terjatuh dan berguling di tanah saat Amora berusaha untuk menyelamatkan anak itu dari tragedi kecelakaan yang mungkin saja terjadi.Kejadian itu rupanya diketahui oleh beberapa orang di sekitar mereka dan membuat mereka menghubungi Amora dan juga anak kecil itu. Mereka terlihat agak bingung dan terkejut karena kejadiannya yang sangat cepat dan hampir tidak disadari oleh siapa pun.“Apa kalian berdua baik-baik saja? Apa ada yang terluka? Ya Tuhan, untuk saja kamu Segera menolong anak itu dan menariknya ke pinggiran jalan. Kalau saja terlambat sedikit, pasti anak itu sudah tidak selamat!” ucap salah satu perempuan yang mendekati mereka sambil menunjukkan ekspresi cemas di hadapan Amora dan juga anak tersebut.Amora tidak lebih dulu memeriksa keadaannya sendiri, tapi dia justru lebih memilih untuk memeriksa keadaan dari anak kecil yang ada dalam pelukannya saat ini.
“Apakah kamu orang tua dari anak ini?” tanya salah satu warga berbicara dengan bahasa inggris yang kemudian mendekati Rehan yang masih memeluk Oliver dengan sangat erat.Rehan langsung membawa Oliver ke dalam gendongannya, kemudian berdiri dan menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan dari seorang pria yang tak dikenal tersebut. Setelah mendengar jawaban dari Rehan barusan, pria tersebut langsung berkacak pinggang dan mengernyitkan pandangannya kepada pria itu. Dia seperti bersiap untuk memarahi Rehan di hadapan semua orang.“Apa saja yang kamu lakukan, Tuan? Kenapa kamu malah membiarkan anakmu sendirian berlari untuk mengejar bolanya hingga ke tepian jalan raya seperti ini? Beruntung saja, ada gadis itu yang bisa menyelamatkan anakmu dalam waktu yang tepat. Kalau terlambat sedikit saja, Aku yakin, anakmu sudah tidak akan selamat! Harusnya kamu lebih perhatian pada anakmu!” Ucapan dari pria tersebut rupanya dibenarkan oleh beberapa warga lain yang juga masih berkerumun di
Dalam hati pria itu, dia tidak akan pernah mau dan Sudi untuk memberikan pertolongan kepada Amora.Sudah lama sekali Semenjak mereka tidak bertemu dan Rehan juga sudah melupakan sosok Amora yang merupakan Mantan istrinya tersebut.Hidupnya kini sudah sangat bahagia bersama Olivia. Dan dia tidak mau kehidupan bahagianya jadi hancur berantakan karena pertemuan tidak sengaja seperti sekarang. Dia tidak mau istrinya, Olivia, menjadi cemburu dan bermasalah dengan Rehan nantinya saat mengetahui kejadian saat ini.Tentu saja Amora sendiri mengetahui persis, bahwa pria yang berdiri di hadapannya sambil mengulas sebuah senyuman manis dan memberikan tawaran yang sangat baik itu hanya berpura-pura belaka.Dia tidak akan pernah lupa bahwa Rehan adalah orang yang sangat jahat.Dia juga tidak akan pernah lupa, bahwa saat menjadi istrinya saja, Rehan sudah begitu tega terhadap dirinya. sikapnya juga dingin dan begitu cuek. Apalagi sekarang, di mana kondisinya mereka hanya sebatas mantan suami istri