Share

Bab 4

Author: Queen Tere
last update Last Updated: 2024-12-20 22:15:25

“Apa kamu nggak bisa diam?”

Fasco melirik ke kaca jendela mobil yang mulai berkabut karena hujan gerimis. Di sampingnya, Evora terisak keras, bahunya bergetar. Fasco mendesah pelan, berusaha mengabaikan suara tangis itu. Ia tidak tahu cara menenangkan seseorang, apalagi wanita yang baru dikenalnya.

“Uh, Grace….” Fasco akhirnya meraih ponselnya dan menekan panggilan. “Aku butuh bantuanmu. Segera ke mobilku.”

Tak lama, pintu belakang terbuka. Grace menatap Evora yang terisak dengan bingung, lalu menoleh ke Fasco. "Apa yang kau lakukan padanya?"

“Aku? Nggak ada! Dia tiba-tiba menangis begitu saja.” Fasco mengangkat tangan seolah tak bersalah, alisnya berkerut, tak tahu harus berbuat apa. Suaranya terdengar datar, tapi ada sedikit kegugupan yang tak bisa ia sembunyikan.

Grace melirik Evora yang terus terisak. Ia pun mengambil tisu di dashboard mobil lalu menyerahkannya. “Tenanglah. Apa yang terjadi?”

Evora meraih tisu itu dengan tangan gemetar, mencoba mengatur napasnya yang tersengal. “Dia selingkuh... sehari sebelum ulang tahunku.”

Grace terkejut, lalu melirik Fasco yang hanya diam.

“Dia mabuk.” Fasco berucap dengan datar.

Grace menghela napas. “Bantu aku bawa dia ke dalam apartemen!”

Fasco tampak enggan, tapi ia tak menolak. Ia pun mencoba menyentuh bahu Evora. 

“Berdiri,” katanya pelan, tapi tegas.

Evora tidak langsung merespons. Bahunya masih bergetar, dan kakinya tampak goyah. Dengan enggan, Fasco menyelipkan satu tangan di bawah lengannya, menopangnya agar tidak jatuh.

Langkah mereka lambat di trotoar yang licin. Udara dingin bercampur samar aroma alkohol dari tubuh Evora. Sesekali ia tersandung, tapi genggaman Fasco tetap erat.

“Kamu benar-benar menyusahkan,” lontar Fasco.

Di depan pintu masuk apartemen, Grace bergantian memapah Evora memasuki apartemennya.

Saat itu, Fasco menoleh ke asistennya. “Pria yang tadi sudah beres, kan?”

“Sudah, Tuan. Saya sudah memblokir pria itu dari semua bar di kota ini.”

“Bagus.”

•••

"Dia akan bertunangan... dengan kakakku.”

"Apa?" Suara Grace tertahan. "Pacarmu… dan kakakmu?"

Evora mengangguk, air mata kembali mengalir. "Aku melihatnya sendiri. Mereka berciuman di depanku, lalu bertingkah seolah aku yang berlebihan. Tepat malam hari sebelum ulang tahunku.”

Grace menepuk tangan Evora lembut. "Aku nggak tahu harus berkata apa… itu pasti sangat menyakitkan.”

Saat ini, Evora sudah setengah sadar. Ia sudah banyak menangis, dan Grace tetap sabar mendengarkannya.

“Kita sudah bertemu dua kali, entah kebetulan atau bukan. Tapi, aku yakin kamu orang yang baik. Jika kamu membutuhkan seorang teman untuk bercerita, kamu bisa menghubungi aku,” tutur Grace.

Percakapan mereka terhenti ketika Fasco memasuki apartemen Grace. Ia melihat mereka dengan kening berkerut. Evora tampak bersandar di bahu Grace.

“Fasco, kamu belum bercerita bagaimana kamu membawanya ke sini,” ujar Grace.

“Dia hampir dibawa seorang pria masuk ke kamar. Saat aku melihat dia mabuk dan memberontak, aku langsung ingin menyelamatkannya,” jawab Fasco seraya mengambil segelas air minum.

Grace mengangguk paham. “Dia sudah bercerita banyak padaku. Hanya saja, ini urusan wanita,” ucap Grace.

Fasco tidak langsung merespons. Ia mendengus pelan, lalu menyandarkan kepala ke sofa sambil mengusap tengkuknya.

“Baguslah. Aku memang nggak tertarik mendengar drama orang lain,” ucapnya datar, meski tatapannya masih sekilas melirik ke arah Evora.

“Oh, ya. Bagaimana kabar Anetha?” Grace bertanya dengan hati-hati.

Matanya yang sejak tadi terlihat santai berubah dingin.

“Dia benar-benar pergi,” katanya datar, tapi ada nada getir di balik suaranya.

Grace menatapnya dengan prihatin. “Aku tahu kau masih memikirkannya, Fasco.”

Fasco tertawa pelan dengan sinis. “Memikirkannya?” Ia melirik ke arah jendela, matanya menerawang. “Aku cuma berusaha ingat kapan terakhir dia jujur. Jawabannya? Nggak pernah.”

Grace menggigit bibirnya, lalu berkata lirih, “Dia tidak pantas untukmu.”

Fasco mengusap wajahnya sekali. “Sudah lewat. Aku nggak akan mengulang kesalahan yang sama.”

“Bagus, jangan menyia-nyiakan dirimu untuk wanita sepertinya. Dia yang terlebih dahulu memutuskan hubungan denganmu.”

“Ya.”

Fasco tampak malas melanjutkan pembicaraan tentang mantan pacarnya dan memilih menidurkan dirinya di sofa ruang tamu yang kosong.

“Aku ingin menyiapkan makanan untuk kalian. Evora, kamu istirahat saja di sini.” Setelah memastikan Evora sedikit lebih tenang, Grace menyandarkan kepalanya ke sofa lalu beranjak ke dapur.

Kini, hanya tersisa Fasco dan Evora di ruang tamu.

Evora berusaha duduk tegak, tapi kepalanya kembali jatuh ke sandaran sofa. “Kenapa tempat ini berputar, ya? Dunia… bisa nggak diem sebentar aja?”

Mata Fasco yang terpejam kembali terbuka saat mendengarnya. Ia pun melirik Evora yang tampak memegangi kepalanya.

Selang beberapa lama, Grace kembali ke ruang tamu dengan tiga piring makanan. “Evora, apa kamu sudah merasa baikan? Aku ada air kelapa yang bisa membantumu menghilangkan efek mabuk,” ujar Grace.

Evora mengerjap pelan, matanya masih berat. Ia mengusap wajahnya, lalu bergumam dengan suara serak, “Grace… kepalaku berat…”

Grace mencondongkan tubuhnya. “Tunggu sebentar, aku ambilkan air kelapa.”

Fasco melirik Evora yang masih setengah sadar, lalu menghela napas. “Kamu masih mabuk, kan?”

Evora memiringkan kepalanya, mencoba fokus menatap Fasco, tapi matanya masih sayu. “Nggak… aku cuma… kepalaku seperti kapal kena ombak.”

“Kamu sendiri yang memilih ada di situasi ini.” Fasco lanjut bertanya, “Untuk apa kamu ke bar itu? Bukankah kamu nggak pernah kesana?”

Evora menatap kosong ke arah meja, tangannya menggenggam lengan bajunya sendiri. “Aku hanya… butuh pelarian.”

“Seharusnya kamu tahu tempat seperti itu bukan untuk gadis sepertimu.” Ia melirik Evora sekilas. “Atau mungkin kau memang suka cari masalah?”

“Kalau memang mau cari masalah, pastikan kau bisa keluar sendiri. Jangan menunggu seseorang datang menyelamatkanmu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mantan Kekasihku Adalah Tunangan Kakakku    Bab 39

    Kediaman keluarga Mordie.Setelah selesai melakukan observasi di pantai, Evora pulang ke rumah diantar oleh Andreas. Evora terpaksa menyetujuinya karena Andreas tidak memberikan kesempatan kepadanya untuk menolak.“Terima kasih sudah mengantarkan saya ke rumah, Pak Andreas. Maaf, saya jadi merepotkan Anda,” ujar Evora.“Tidak masalah. Kamu pasti cukup lelah hari ini,” sahut Andreas.Evora mendadak ingat suatu hal. “Maaf, Pak … Saya lupa bilang bahwa saya sudah diterima di Universitas Astoria dan akan dijadwalkan masuk kuliah minggu depan. Apa saya bisa menyesuaikan jam kerja dengan jam kuliah saya?”Andreas yang mendengarnya tersenyum hangat. “Wah, selamat ya! Kamu pasti bekerja keras untuk itu. Tentu saja kita bisa bicarakan penyesuaian jadwal kerjamu secepatnya di kantor.”Setelah itu, Evora turun dari mobil dan masuk ke rumahnya. Suasana rumah tampak lebih sibuk dari biasanya. Para pelayan berjalan kesana kemari tanpa istirahat.Evora sedikit bertanya-tanya dalam hati.Ketika memas

  • Mantan Kekasihku Adalah Tunangan Kakakku    Bab 38

    Pantai Arverra.Kaki Evora menapak di pasir pantai. Sinar matahari sedikit menyilaukan matanya. Helaian rambutnya bergoyang terkena hembusan angin.Di genggaman tangannya ada notebook yang selalu ia gunakan untuk mencatat.“Ayo, Evora!” seru Andreas seraya menepuk pundak Evora. Di belakangnya, seluruh tim perusahaan dan klien dari Roys Corporation mengikuti.Evora pun berjalan di sisi Andreas. Mereka melangkah memasuki area pantai. Semakin mereka masuk, udara semakin terasa sejuk.Baru beberapa meter berjalan, Evora sudah melihat berbagai alat berat seperti crane dan dump truck. Semakin dekat, terdapat bangunan seperti kafe dan restoran yang hampir selesai. Beberapa pelabuhan juga sudah dibuka untuk jalur laut.“Berdasarkan kontrak kerja sama Avo Wisata Group dengan Roys Corporation, kita akan membangun pelabuhan sendiri dengan kapal wisata untuk para pengunjung yang ingin merasakan berlibur di pantai ini dan menikmati angin lautnya yang sejuk. Untuk pelabuhan kita sendiri baru jadi s

  • Mantan Kekasihku Adalah Tunangan Kakakku    Bab 37

    Hari sudah hampir gelap ketika Evora pulang ke rumahnya. Dengan wajah kusut dan mata sembab, Evora masuk ke dalam rumah dan sempat memberi seulas senyum pada Lala.“Mau saya buatkan teh hijau, Nona?” tawar Lala yang hanya diangguki Evora.Lala bertanya-tanya dalam hati melihat respon Evora yang agak berbeda.Evora lalu menaiki tangga menuju kamarnya. Tiba-tiba ia mendengar suara tawa Lizi, “Vernon, berhenti! Itu geli.”Semakin tinggi tangga yang dilangkahi Evora, semakin jelas suara tawa itu terdengar. Langkahnya lalu berhenti di anak tangga teratas.Tepat di atas tangga, Lizi berdiri berhadapan dengan Vernon tanpa jarak. Lizi mengalungkan tangannya ke leher Vernon sementara pria itu memegang bagian belakang leher Lizi. Tawa dan candaan menyelimuti mereka.Hidung mereka menempel satu sama lain dan tertawa tanpa beban. Evora mematung sejenak, matanya tak berkedip menatap mereka berdua. Perhatian mereka pun teralih ke arah Evora. Lizi sontak menutup mulut. “Ups … maaf, Evora. Kamu mau

  • Mantan Kekasihku Adalah Tunangan Kakakku    Bab 36

    “Maaf ... aku hanya ingin meletakkan ini sebentar.” Evora berucap tanpa melihat wajah Vernon dan Lizi. Setelah menaruh nampan di atas nakas, Evora hendak pergi. Namun, suara Lizi menghentikannya. “Evora, bisa ambilkan minyak lavender? Badanku pegal-pegal, dan aku meminta Vernon untuk memijatku sebentar.” Sebuah nyeri yang tak asing kembali menghantam dada Evora. Pemandangan Vernon dan Lizi di kamar ini mengingatkannya pada masa lalu yang pahit. Wajah Evora berubah kaku, tapi ia berusaha tersenyum. “Boleh … sebentar, aku ambilkan.” Ia lalu keluar dari kamar Lizi. Setelah kepergiannya, sempat terdengar suara tawa dan candaan. Ia berusaha mengabaikannya. Setelah mengambil minyak lavender di laci ruang keluarga, ia kembali ke kamar Lizi. “Ini minyaknya, Kak.” “Terima kasih, Evora,” ucap Lizi dengan senyum manis. Namun, Evora merasa tatapan Lizi berbeda dengan senyumannya. Ia seolah sengaja dan ingin menunjukkannya pada Evora. Gadis itu belum beranjak pergi. Ia ragu sejenak sebe

  • Mantan Kekasihku Adalah Tunangan Kakakku    Bab 35

    “Kebutuhan pribadi sudah, makanan ringan juga sudah … sepertinya aku butuh membeli make up setelah ini,” ujar Evora seraya memperhatikan catatan belanjanya. Ia lalu menatap Fasco. “Dari tadi kamu hanya mengikuti aku, memangnya kamu nggak jadi beli titipan Grace?”Fasco memasukkan kedua tangannya ke saku celana lalu membuang muka. “Aku cuma takut kamu bikin ulah lagi. Jadi lebih baik aku tunggu sampai kamu selesai belanja.”Evora menatap Fasco dengan malas. “Apa kamu keberatan belanja bersamaku? Kamu takut aku diculik lagi dan merepotkan kamu?”Raut wajah Fasco tampak bersalah. “Jangan banyak bicara. Ayo ke kasir dan gantian aku yang belanja!” Pria itu lalu berjalan mendahului Evora.“Terkadang dia sangat menyebalkan meski aku berhutang budi padanya,” monolog Evora.Sepuluh menit kemudian…“Tunggu aku, Fasco!” Evora mengejar Fasco dari belakang dengan tangan penuh kantong belanjaan.“Kenapa aku yang harus nunggu? Kamu saja jalannya lambat,” sahut Fasco dengan santai.Evora menarik napa

  • Mantan Kekasihku Adalah Tunangan Kakakku    Bab 34

    “Grace, apa hari ini kamu sibuk?” Evora bertanya lewat telepon.“Iya, maafkan aku …, hari ini, aku ada jadwal meeting.”“Yah ….” Evora tampak kecewa. “Aku merasa sedikit bosan di rumah. Sebenarnya aku ingin ajak kamu berbelanja.”“Kalau aku nggak ada meeting hari ini, pasti udah langsung nemenin kamu.” Terjadi jeda sejenak sebelum Grace melanjutkan, “Tadi Fasco bilang dia mau keluar. Mungkin kamu mau ikut dengannya?"Evora terdiam sejenak, menimbang-nimbang. “Hmmm…”“Begini, Fasco ingin membeli jam tangan di mall, dan aku sekalian menitip untuk beli bahan makanan.”Evora menghela napas. Sepertinya hanya ini jalan terakhirnya. “Baiklah... mungkin keluar sebentar tidak buruk. Kabari saja kalau Fasco ingin menjemputku.”“Baik.” Grace kemudian menjauhkan telepon dan berteriak, “Fasco, jemput Evora sekarang!”“Dia sudah keluar dari apartemen, lima belas menit lagi mungkin akan sampai di rumahmu,” ujar Grace. “Cepat siap-siap!”“Oke, Grace.”Evora sudah siap dengan memakai celana jeans panj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status