'Untuk apa Adez ikut berlibur di sini, ya?' tanya Sally dalam hati. "Suamiku ... tolong bawakan handukku ke sini," pintanya. Banka yang tengah asyik menonton televisi sembari berbaring di atas ranjang pun berkata. "Tidak perlu pakai handuk, Sayang. Aku juga sudah biasa melihatnya. Adegan film ini sangat asyik, aku tidak mau melewatkannya." Banka menolak. Lelaki itu lebih mempedulikan tontonannya. "Ah, kamu gitu deh! Aku minta tolong malah dicuekin. Awas ya, kamu ...." Sally mengancam. Perempuan itu berjalan keluar kamar mandi untuk mengambil handuknya. "Haha ... iya ambil saja handuknya, Sayang .... Kalau begini aku jadi bisa melihatmu tanpa busana bukan,' cetus Banka. "Dasar cabul!" celetuk Sally. Meninggalkan Banka. Melihat istrinya yang hendak pergi, Banka bertanya. "Sayang, mau ke mana?" "Ke mana saja. Asal tidak dekat-dekat si cabul ini!" Ledek Sally pergi dari kamar hotelnya. Dress putih polos dikenakan oleh Sally. Saat ini, gadis itu tidak mementingkan style dan riasan wa
“Hati-hati, Sayang,” ucap Banka. Menuntun Sally. “Iya suamiku,” Balas Sally. “Maaf ya, malam itu aku ceroboh. Makanya kakiku terkilir,” sambungnya. “Tidak, Sayang. Harusnya aku yang meminta maaf padamu. Malam itu, saat filmnya selesai aku malah tertidur,” tutur Banka. Mendudukan Sally di sofa ruang tamu. Pasangan itu telah kembali ke rumah setelah 2 hari berlibur. “Sayang, aku haus. Tolong ambilkan aku minum,” pinta Sally. Banka mengangguk. “Robert!” panggilnya berteriak. “Tidak mau diambilkan oleh Robert. Kamu saja yang ambil minum,” ucap Sally. Robert datang menghampiri. “Ya, Tuan? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Robert. “Tidak, Rob. Kamu pergi saja. Aku meminta suamiku untuk mengambil minum,” kata Sally. “Cepat ambilkan aku minum. Kamu ini malas sekali, aku ingin kamu yang ambilkan minum, Sayang ….” Rengek Sally. “Huft. Baiklah. Robert, kau bisa pergi,” cetus Banka. Bangkit dan hendak pergi ke dapur. “Tuan,” panggil Robert. “Tuan muda tidak ada di rumah, sejak Tuan dan Nyo
“Sayang, ayo temani aku rapat bisnis lagi. Rapat kali ini diselenggarakan di luar kota, jadi kita berdua bisa menghabiskan waktu bersama,” pinta Banka. Memeluk Sally yang terhempit oleh kedua kakinya di atas ranjang. Sally menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mau,” jawabnya singkat. “Hei, kamu kenapa? Sejak pulang dari perusahaan untuk rapat bisnis, kamu terlihat seperti orang yang gelisah. Kenapa, Sayang? Katakan padaku,” kata Banka. Membelai rambut istrinya. “Aku tidak apa,” ucap Sally. “Aku hanya ingin di rumah,” sambungnya. “Kamu tidak mau menemaniku?” tanya Banka. “Bukan seperti itu, Sayang. A-aku … tidak terlalu menyukai lingkungan bisnis. Aku merasa kurang nyaman saat berada di antara orang-orang berjiwa bisnis,” tuturnya. “Aku akan pergi selama 2 hari. Apa kamu tidak merindukan aku?” tanya Banka. “Ayolah, ikut bersamaku. Aku lebih bersemangat ketika kamu berada di sampingku, Sayang.” Banka terus berusaha agar istrinya luluh. “Aku tidak mau, Sayang. Bisakah kamu mengerti p
‘Hoam ….’ Sally terbangun dari tidur. Matanya memandang sekeliling ruangan yang kini disinggahinya. ‘Loh, aku d-di kamar? Ini bukan mimpi atau alam lainkan?’ tanyanya. Bangkit dari ranjang dan berjalan pelan menuju luar kamar. “Sudah bangun, Nyonya,” cetus Robert yang berdiri di depan kamar Sally. “Ya ampun, Rob. Kamu bikin terkejut saja,” cetus Sally. “Ini saya cuma mimpi atau gimana, ya? Bukannya, saya terkunci di dalam gudang?” sambungnya. “Tidak, Nyonya, Anda tidak bermimpi. Satu jam yang lalu Anda dan Tuan Adez ditemukan terkunci di dalam gudang.” Jelas Robert dengan nada yang lembut. “Saya rasa itu kesalahan saya karena lalai menjaga, Nyonya. Jadi sendari tadi, saya berdiri di depan kamar untuk menunggu Nyonya Sally bangun tidur,” katanya. “Aduh, ternyata benar itu bukan mimpi. Kenapa saya bisa tidur senyenyak itu, ya? Oh, ya. Siapa yang menemukan saya?” tanya Sally. “Bapak Urip, Nyonya. Salah satu tukang kebun yang bekerja di rumah ini,” jawab Robert. “Sekarang, di mana Pa
“Adez … indah sekali,” cetus Sally. Takjub dengan apa yang dilihatnya. “Sejak kapan kamu punya alat ini?” sambungnya bertanya. Adez tersenyum. “Sudah lama. Aku sangat suka mengamati langit dengan teropong, rasanya semua lelah dan stres hilang, setelah melihat betapa indahnya langit malam,” jawabnya. “Kalau seperti ini, aku tidak rugi menemanimu di atap,” celetuk Sally. Terus mengamati rembulan dengan teropong milik Adez. “Haha … akukan sudah bilang. Kamu pasti akan menyukainya, aku saja candu. Candu dengan keindahan kuasa Tuhan,” ucap Adez. Sally dan Adez menghabiskan malam di atas atap. Sesuai dengan janji Sally yang akan menemani anak tirinya menghabiskan malam bersama. “Sally,” panggil Adez. “Ya?” Jawab Sally, sembari memperhatikan bintang-bintang menggunakan teropong. “Apa kamu masih mencintaiku?” tanya Adez. Seketika membuat Sally terdiam. “Kenapa kamu menanyakan hal itu?” tanya Sally. Adez tersenyum. “Tidak, aku ingin tahu saja,” jawabnya. “Tidak,” kata Sally. “Aku sedan
“Tuan, Anda mengonsumsi obat pencuci perut. Obat itu yang menyebabkan Anda seperti ini,” tutur seorang dokter. Setelah selesai memeriksa Banka yang terbaring lemah di ranjang. “Obat pencuci perut, Dok?” tanya Sally. Benar-benar terkejut dengan apa yang didengarnya. “Betul, Nyonya,” jawab sang dokter. “Obat pencuci perut bereaksi cepat terhadap tubuh. Makanan apa yang dalam jarak waktu dekat dikonsumsi oleh, Tuan?” tanyanya. “Es cokelat,” kata Sally. “Tapi itu es cokelat buatan saya, dan saya tidak akan pernah melakukan itu kepada suami saya,” sambungnya. Merasa sangat bersalah. “Kalau persoalan itu saya tidak tahu, Nyonya,” ucap dokter. “Mungkin hanya itu yang dapat saya berikan kepada suami Anda. Saya pamit untuk pergi, hubungi saya jika ada kelanjutan kondisi kesehatan Tuan Banka,” pintanya. Pergi meninggalkan Sally dan suaminya. Banka menatap istrinya dengan sendu. “Sudahlah, Sayang. Ini bukan salahmu,” ujar Banka. Berusaha membuat Sally tenang. “Bagaimana bisa aku memaafkan d
“CEPAT!” teriak Banka. “Lambat kalian semua!” tambahnya. Dengan kasar memerintah para pelayan. “Iya, Tuan,” jawab seorang pelayan. “Baik, Tuan.” “Jangan sentuh, istriku,” cetus Banka. Melihat Adez yang terus menggenggam tangan istrinya. Dengan bentakan sang ayah, Adez seketika melepaskan genggamannya. “Maaf,” ucapnya. Menjaga jarak dengan Sally. Wanita malang itu kini terbaring di atas ranjang, setelah terjatuh dari tangga di lantai 4. Banka yang sedang sakit tidak mempedulikan rasa sakitnya, fokusnya saat ini hanya untuk sang istri. Begitu pun dengan Adez, kekhawatirannya yang begitu besar pada Sally membuatnya lupa jika Sally bukan lagi miliknya. “Dokter, segera periksa istri saya. Jangan biarkan satu pun penyakit ada di tubuhnya,” pinta Banka. Melihat kedatangan dokter ke dalam kamar. Dokter mulai memeriksa keadaan Sally. Luka-luka yang ada di tubuhnya diobati satu persatu. “Ada pendarahan di kepalanya,” kata dokter. “Pendarahan? Ya ampun istriku, cepat tangani sebaik mungki
Mendengar perkataan anaknya, Banka tersenyum sinis. "Memang iya. Kamukan pelakunya.""Hei, kenapa Ayah mencurigai aku? Mana mungkin aku melakukan hal jahat seperti itu," cetus Adez. Dengan tampangnya yang penuh emosi."Tidak ada yang menutup kemungkinan jika kamu adalah pelakunya. Tenang saja tidak perlu cemas, jika bukan kamu dalang di balik semua ini," jawab Banka. Dengan nada yang tenang namun tajam."Tidak, Ayah. Jika aku pelakunya untuk apa aku memberikan informasi terkait kejanggalan lift," ujar Adez. Masih menolak. Pria itu tidak terima jika dijadikan tersangka.Operasi pencarian pelaku percobaan pembunuhan pada Sally sangat ditekankan oleh Banka. Selama lebih dari satu minggu, para ajudannya mencari dalang di balik kejadian beruntun yang didapatkan oleh Sally. Satu demi satu pelayan diintrogasi, tak terlepas dari Adez dan Robert sekalipun. Terdapat 3 orang yang menjadi kecurigaan, dugaan pelaku pertama adalah Mona, kemudian Satga dan yang terakhir adalah Adez."Suamiku, kenapa