Seorang gadis nampak anggun dengan berbalut dress putih berhiaskan kupu-kupu. Gadis itu menari bersama guling yang tengah dipeluk olehnya sembari mengikuti irama tarian.
'Hmm ... Adez, andai kau yang akan menikahiku,' ucapnya. Sally terus menari hingga terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya mengakhiri khayalan bersama mantan pacarnya.Terlihat Banka yang telah rapih dengan jas hitamnya. Pria itu mengulurkan tangan kepada Sally. Mereka berdua akan pergi ke rumah Banka. Untuk pertama kalinya Sally akan bertemu dengan istri pertama calon suaminya."Bagaimana Tuan Putri, sudah siap?" Ledek Banka menatap calon istrinya yang begitu cantik dengan penuh senyum.Sally mengangguk kemudian merespon uluran tangan yang diberikan oleh calon suaminya. Saat ini, Sally hanya berusaha untuk ikhlas. Siapa tahu, kehidupannya akan jauh lebih baik dengan adanya pernikahan ini.Terutama, ketika Sally mengetahui istri pertama calon suaminya terkena stroke dan hanya bisa berdiam di kursi roda. Karena hal itu, sedikit ketakutannya akan gangguan istri pertama telah lenyap."Tuan, aku gugup," kata Sally. Semakin erat menggenggam tangan Banka.Banka menarik lengan Sally, saat ini mereka berdiri berhadapan. Kemudian, Banka memeluk Sally dengan erat. Pria itu berucap, "Jangan takut, Sayang. Apa yang membuatmu gugup? Kau hanya akan bertemu dengan orang yang bahkan tidak bisa bicara." Tenang Banka mengecup kening Sally. "Dia hanya dapat melihat dirimu dan merasa iri dengan segala yang kau miliki. Kecantikan, keanggunan. Apalagi? Semua keindahan dunia ini, ada padamu, Cintaku," sambungnya.Sally tersenyum. Tetapi, senyumannya masih menyembunyikan banyak pertanyaan yang dirasa janggal. Wanita itu kemudian memberanikan diri untuk bertanya. "Tuan, kenapa sepertinya kau tidak menyukai istri pertamamu? Mmm ... maksudku, kenapa dirimu seperti tidak menyayangi istrimu lagi. Terlebih, Tuan memilih menikahi aku, di saat kondisinya tidak baik-baik saja," kata Sally. Menundukan wajah.Banka mengembuskan nafas. Ia menggandeng tangan calon istrinya menuju sofa di ruang tamu. Pria itu memberikan isyarat pada Sally agar duduk di atas pengkuannya.Saat ini, Sally berada di atas pangkuan Tuan Banka. Mereka berhadapan dengan jarak yang begitu dekat.Setelah posisi mereka berdua dirasa nyaman. Banka mulai membuka suara. "Sebelum kujawab pertanyaanmu. Boleh aku meminta calon istriku memanggilku dengan sebutan sayang? Jangan ada kata tuan lagi yang terucap dari bibir mungilmu untukku. Bagaimana, setuju?"Sally mengangguk. "Iya ... aku setuju Tuan. Emm, Sayang. Maaf ...." Sally menunduk tersipu malu.Banka tertawa. Menengadahkan wajah Sally yang tertunduk. Kedua tangannya menjepit pipi cabi Sally dengan erat. Kemudian, Banka merenggut first kiss (ciuman pertama) Sally. Pria itu mengecup bibir Sally dengan lembut. Sally melepaskan kecupan itu. Kemudian berkata. "Maaf ... Aku tidak bisa. Ini pertama kalinya untukku." Jelasnya dengan wajah yang memerah.Banka memegang dagu Sally. Pria itu mendekatkan kembali bibirnya, bersiap untuk kecupan kedua. "Biar kuajari," katanya. Kembali mengecup Sally dengan lembut dan perlahan."Oh!" Sally menarik bibirnya dari bibir Banka. Wanita itu segera mengusap bibirnya yang memerah dengan lembut. "Aw ... sakit. Sekali!" ujar Sally. Dengan wajahnya yang imut, terkesan sedang marah."Haha ... maaf, Sayang. Aku sangat gemas padamu. Lain kali aku tidak akan menggigit bibirmu lagi. Maaf, ya?" pinta Banka. Mengusap rambut Sally."Huuu ... sakit tahu! Sekarang jangan pegang-pegang lagi! Cepat jawab saja pertanyaanku tadi. CEPAT!" Sally dengan wajah imutnya mulai merasa kesal.Banka tak dapat menahan keimutan gadis cantik di pangkuannya. Karena rasa gemasnya pada Sally. Banka kembali memainkan permainan bibirnya pada bibir Sally. Kali ini dengan cara paksa. Sally mencoba untuk lepas, namun seperti biasa Banka selalu menahannya.Setelah adegan penyaluran rasa kasih melalui bibir. Banka pun mulai menjawab pertanyaan dari Sally. "Baiklah. Karena aku sudah puas mengecup bibirmu. Maka aku akan menjawab pertanyaanmu," kata Banka. Mencubit bibir Sally. "Dulu aku sangat mencintai Maya, istri pertamaku. Tetapi saat ini tidak. Hanya ada rasa kasihan untuknya. Maka dari itu, dengan tidak adanya keraguan aku pun melamarmu, Sayang," tutur Banka. Mengecup pipi kanan dan kiri, dagu dan dahi Sally. Pria itu benar-benar gemas kepada calon istrinya."Duh ... sudah dong." celetuk Sally. Menjauhkan wajah Banka yang terus menerus menghirup aroma tubuhnya. "Memangnya kenapa? Bagaimana rasa cinta bisa berubah menjadi rasa kasihan? Coba ceritakan semuanya secara lengkap. Aku ingin tahu!" pintanya."Jadi begini, Sayang. Dulu ... saat seluruh hatiku untuk Maya. Tanpa kusadari membuatku menjadi lemah. Dengan bodohnya aku dapat terkelabui oleh istriku sendiri. Maya menduakanku dengan sahabatku sendiri. Seluruh pelayan bahkan tangan kananku sudah berusaha meyakinkanku, jika Maya telah mendua. Tetapi aku yang terlena dengan rasa sayang, tetap tidak mempercayainya. Sampai suatu ketika, aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri jika Maya tengah berhubungan badan bersama sahabatku, di ranjang tidurku. Aku benar-benar tidak habis pikir. Di saat pulang dari luar negeri setelah menyelesaikan bisnis, bagaimana bisa aku melihat istriku sedang menyalurkan hasratnya pada pria lain di kamar tidurku sendiri! Aku benar-benar kecewa padanya. Saat ini aku membencinya, bahkan aku ingin membalas dendam. Tetapi dengan kondisi Maya saat ini, aku tidak tega untuk menceraikannya. Jadi aku memerintahkan para pelayan untuk merawatnya. Tetapi dengan membantunya, aku juga ingin mendapatkan keuntungan tersendiri. Terutama untuk rencana balas dendamku." Jelas Banka panjang lebar, dengan wajahnya yang terlihat terbakar api amarah."Balas dendam? Aku melihat kau masih menyimpan rasa padanya. Jika tidak, untuk apa kau merawatnya?" timpal Sally.Banka mengecup dahi Sally kemudian memeluknya. Sembari memeluk Sally, pria itu berbisik. "Sebentar lagi kau akan tahu. Apa alasanku merawat Maya," katanya. Melepaskan pelukan.Banka memberikan ketukan di paha Sally, mengisyaratkan untuk bangkit. Pasangan itu segera beranjak dari sofa. Kemudian, Sally merapikan pakaiannya yang cukup berantakan. Sampai Banka menarik lengannya menuju keluar rumah. Mereka melaju, menuju rumah Banka dan istri pertamanya dengan menggunakan sedan putih.Sesampainya di rumah utama ....Sally dapat melihat dengan jelas bagaimana para pelayan membukakan jalan untuknya dan calon suaminya. Saat itu, Sally benar-benar merasa sebagai seorang ratu. Jika dulu ia merasa hidupnya penuh kemewahan, mungkin saat ini jauh lebih mewah dari pada saat itu."Selamat datang Tuan dan Nyonya muda ...." Sambut salah satu pelayan wanita sembari menundukan kepalanya.Banka mengangguk. Kemudian, memperlihatkan wajah ketusnya. "Di mana, Robert?" tanyanya. Mencari seseorang.Seorang lelaki muda yang terlihat seusia dengan Sally mendekat. "Di sini, Tuanku," jawabnya.Banka menatap Robert-tangan kanannya, dengan tatapan tajam. "Semua perintahku telah dilakukan?" tanya Banka. "Wanita itu?" sambungnya.Robert mengangguk. Kemudian menjawab. "Aman, Tuanku. Nyonya dalam kondisi baik dan sudah berada di tempat yang ditentukan." tutur Robert. Memberikan sebuah tab kepada tuannya. Tab itu menampakan seorang wanita yang tengah terbaring di atas ranjang.Banka melihat cctv yang berada di tab. Pria itu tersenyum dengan senyuman yang menyimpan niatan tertentu. "Bagus. Kita selesaikan secepatnya," ucap Banka. Membuat barisan pelayan berjalan rapih meninggalkan Sally dan Banka di depan pintu masuk utama.Tersisa Robert, yang bertugas untuk membukakan pintu.Pintu terbuka menampilkan pemandangan indah yang sangat mewah. Bagai surga dunia yang telah lama tak terlihat oleh kedua mata Sally.Banka tak pernah melepaskan gandengan tangannya pada Sally. Sampai pada akhirnya pasangan yang tak lama lagi akan resmi itu, tiba di sebuah kamar. Banka membuka pintu kamar, Maya terbaring di ranjang dengan kondisi menatap ke arah Sally dan calon suaminya. Wanita stroke itu tidak dapat menggerakan tubuhnya sedikit pun. Saat ini, ia hanya dapat melihat apa yang ada di depan matanya."Selamat siang istriku ...." Banka mendekati ranjang, kemudian duduk di samping Maya, istri pertamanya. "Bagaimana? Cantik bukan, istri mudaku ini" sambungnya. Menarik lengan Sally, sehingga Sally terduduk di pangkuannya.Sally hanya diam, ia tidak mengetahui apapun dan hanya mengikuti kemauan calon suaminya. "Kemari, Sayang. Kita perlihatkan bagaimana rasa cinta kita mengalir" ucap Banka. Mengecup bibir Sally. Begitu pun dengan Sally yang sudah cukup belajar dari calon suaminya, mulai mengikuti irama yang terjadi.Pasangan yang malam nanti menggelar pesta pernikahan itu, tengah memainkan atraksi bibir di depan seorang wanita tak berdaya yang berstatus sebagai istri pertama.Banka menyudahi permainan bibirnya. Pria itu bangkit, begitu pun dengan Sally. Banka mengatakan suatu hal yang membuat Sally tersentak. "Sampai jumpa, Maya. Selamat menyaksikan malam pertamaku nanti. Kau bisa melihat dua insan yang sedang bersetubuh di depan matamu sendiri. Seperti yang kulihat dulu!" tuntasnya. Membawa Sally keluar dari kamar tidur Maya.Sally yang tidak terima dengan kalimat yang keluar dari calon suaminya itu pun protes. Ia tidak mau malam pertama disaksikan oleh orang lain, meskipun orang tersebut tidak dapat melakukan apapun."Apa yang kau katakan?! Jangan libatkan aku dalam dendammu!" Marah Sally, melepaskan genggaman Banka."Bahkan kau sudah berjanji untuk selalu memenuhi permintaanku," sahut Banka. Seketika membuat Sally terdiam. Gadis yang merasa ketakutan itu, hanya bisa mengepalkan kedua tangannya."Jangan takut. Kumohon, sekali ini saja. Kita akan melakukan 'itu' di depan Maya. Kau tidak berhak menolak, karena ini sudah menjadi skenarioku!"Sally membelalakan matanya, ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang akan terjadi padanya."Bagaimana kalau aku benar-benar menolak dan pergi darimu?" tantang Sally menjauhi calon suaminya.Malam itu di bawah sinar rembulan. Adez, Sally, dan Luzzi tengah berkumpul di rooftop. Meow ... meow ....“Luzzi, sudah! Itu makanan ibuku,” ujar Adez menghentikan kucingnya yang terus meminta jatah otak-otak.Sally menekuk wajahnya. Hatinya masih terkejut dengan tingkah laku kucing Adez yang nakal. Selain itu, otak-otak hasil gorengannya pun terus diambili Luzzi sehingga makanannya kian sedikit.“Maaf, besok akan kuganti.” Adez berjalan menjauhi luzzi. “Eh, tidak apa. Otak-otak itukan memang punya dia. Aku yang seharusnya tidak makan,” cetus Sally. Adez tersenyum. “Boleh juga. Sekarang sudah bisa bersikap dewasa yak.” Ledek Adez.“Tuh,kan. Kalo aku serius kamu seperti itu.” Sally bangkit memukul-mukul Adez. Mereka berdua tertawa bersama, sebelum Adez membuat suasana hening dengan pernyataannya. “Aku akan pergi, besok.”“Apa?!” Sally terkejut tak percaya. Sebelumnya Adez tidak membicarakan apapun dengannya. “Kenapa? Kok tiba-tiba mau pergi?” sambungnya bertanya.Adez tersenyum, ta
"Kamu sejak kapan ada di depan kamarku, Dez?" tanya Sally. Berjalan mengikuti langkah Adez."Aku baru saja tiba saat kamu keluar kamar. Kenapa memangnya?" Tanya Adez membalikkan pertanyaan."T-tidak apa," jawab Sally. "Ngomong-ngomong, kamu tidak ikut bisnis ayahmu?" tanyanya.Adez menggelengkan kepala. "Tidak. Bahkan aku tidak tahu sama sekali projek ayah kali ini," kata Adez."Ouh, iyakah. Kenapa bisa begitu? Aku kira kamu selalu tahu dan menjalankan bisnis yang sama," ujar Sally."Tidak, kami berbeda bidang. Bidang bisnisku di bidang properti sedangkan ayah di bidang pengelolaan uang," tuturnya. Pintu lift terbuka. Seperti biasa Sally dapat melihat pemandangan dari atap rumahnya yang begitu indah. "Pemandangan di sini tidak pernah mengecewakan," kata Sally.Adez tersenyum. "Jelas. Karena Mama Maya yang memilih rumah ini. Dia sangat memperhatikan estetika setiap sudut yang dapat dipandang di dalam ataupun di luar rumah," kata Adez."Mama Maya? Dia yang memilih rumah ini?" Adez meng
Hari demi hari, kondisi kesehatan mental Sally semakin membaik. Wajah cantik wanita itu mampu memperlihatnya ukiran bibirnya lagi. Berkat kerjasama yang dilakukan oleh Banka dan Adez, Sally dapat sedikit melupakan kejadian naas yang menimpanya. Tetapi rasa tenang hatinya tak bertahan lama, hari ini kecemasannya kembali lagi."Sayang ... kamu akan baik-baik saja," ujar Banka. Mengelus-elus istrinya yang tengah memeluknya dengan erat. "Jangan pergi ...." Sally terus meminta agar suaminya tidak jadi berangkat ke luar kota."Aku tidak bisa, Sayangku .... Aku harus menjalankan bisnis ini," kata Banka. Mengusap air mata Sally yang mulai tumpah."Kamu tidak sayang ya sama aku? Aku takut kalau sendirian, sejak kejadian itu kamu selalu menemani aku." "Hei ... aku sangat mencintaimu, aku sayang padamu. Kamu mau ikut aku pergi ke luar kota?" tanya Banka. Meyakinkan istrinya.Sally menggelengkan kepala. "Tidak mau. Aku mau kamu di sini menemaniku! Kalau tidak aku marah," gumam Sally. Mengancam s
Dua hari setelah pemeriksaan kejiwaan .... Banka, Sally, Adez dan para pelayan berkumpul mengadakan bakar-bakar di taman samping rumah. "Sayang, bagaimana kalau kita pergi mencari tempat yang penuh dengan ketenangan?" tanya Banka. Sembari melahap makanan di meja makan."Ke mana?" Sally mengembalikan pertanyaan suaminya. "Adez, Sabrina wanita yang baik. Aku merasa memiliki teman yang sangat menenangkan pikiranku," sambung Sally. Menatap Adez yang tengah makan bersama Sally dan Banka."Iya, dia teman sekolahku. Kalau kamu mau, nanti akan aku berikan nomor teleponnya. Siapa tahu bisa membantumu untuk mempermudah konsultasi," jawab Adez."Iya, baiklah. Terima kasih," ucap Sally. Menyantap nasi goreng."Bagaimana kalau kita pergi berlibur ke daerah pegunungan. Suasananya pasti sangat asri dan sejuk. Rasa lelah dan stres kita pasti akan terbantu, tutur Banka."Boleh. Kapan kita akan pergi?" tanya Sally. "Apakah Adez akan ikut?" "Malam ini pun boleh," kata Banka."Aku tidak ikut, Sally. K
"Sally, maafkan aku," ucap Banka. Terus memohon kepada istrinya.Sally tak membalas perkataan suaminya, wanita itu hanya diam seribu bahasa. Banka yang melihat istrinya marah mencoba untuk mendekatkan diri. "Sayang, ayolah ... maafkan aku. Aku berjanji tidak egois lagi," ucap Banka. "Loh, kamu kenapa berkeringat dingin seperti ini? Padahal AC sudah dinyalakan. Kamu sakit, Sayang?" tanyanya. Memeriksa suhu tubuh Sally dengan punggung tangannya."Takut ....""Takut kenapa, Sayang?" tanya Banka. Memeluk istrinya. "A-aku tidak mau di kamar ini. Aku mau pindah," ujarnya berusaha bangkit dari ranjang. Namun sayangnya tubuh Sally tak seimbang kemudian jatuh tersungkur. Brug!"Ya ampun, Sayang!" teriak Banka. Segera menggendong istrinya. Tlit ... tlit ..../Ada apa, Ayah?/(Aku ingin menanyakan tentang istriku.)/Istrimu kenapa?/(Dia baru saja jatuh pingsan. Tubuhnya penuh dengan keringat tetapi suhu tubuhnya dingin. Apa kamu tahu penyebabnya? Mungkin kau salah memberi dia suatu makanan.)
"Di mana istriku?" tanya Banka. Menabrak tubuh Adez yang ada di depan pintu, kemudian segera mencari keberadaan istrinya. "Pelankan suaramu, Ayah. Istrimu sedang tidur," jawab Adez."Sayang ... kasihan sekali istri cantikku ini," cetus Banka. Mengusap lembut rambut Sally."Pelaku sudah ditangkap?" tanya Adez. Mendekati sang ayah."Itu urusanku," sahut Banka."Jawab saja pertanyaanku! Ini juga bagian dari urusanku," celetuk Adez. Menginginkan jawaban pasti dari ayahnya."Akan kuurus semua. Tenang saja," kata Banka."Seberapa sulit menjawab pertanyaanku, Ayah? Jangan bilang kalau kau membebaskan pelayan pengkhianat serta anak dari rekan bisnismu itu!" "Aku sudah memikirkan jalan terbaik. Yang terpenting istriku tidak apa," katanya."Tidak apa? Mungkin bisa terlihat jika fisik Sally masih baik-baik saja. Tetapi psikisnya? Jiwanya mungkin tidak, Ayah. Sudah aku pastikan jika mentalnya sangat rapuh saat ini. Cobaan bertubi-tubi bahkan menghancurkan semangatnya," tutur Adez."Aku tahu apa