"Nak, ada aku di sini," ucap Banka. Mengusap lembut rambut Sally.
"Tuan pulang saja. Sally mau di sini bersama mama papa," kata Sally. Wanita itu terus menangis di hadapan makam kedua orang tuanya.Melihat gadis di depannya yang terus bersedih dengan wajah yang begitu pucat. Banka kemudian membopong Sally. Gadis yang nampak terkejut itu menggerak-gerakan kakinya, berusaha untuk lepas."Turunkan aku! Aku mau di sana saja!" teriak Sally, memberontak.Pria itu tidak mendengarkan teriakan Sally. Pukulan yang terus terjadi di dadanya, tak berarti besar baginya. Banka tetap berjalan menuju mobil. Pria keturunan bule itu berusaha untuk menghibur Sally dengan caranya sendiri.Keesokan harinya ...."Nak," panggil Banka. Menghampiri Sally yang tengah duduk termenung di sofa ruang tamu.Perempuan itu tidak menunjukan respon apapun, ia tetap diam.Melihat panggilannya tidak terjawab, Banka duduk di samping Sally sembari mengusap bahunya dengan lembut. "Aku tahu kamu sedang berduka. Aku pun merasa sangat sedih ketika melihat wajahmu murung. Bahkan air matamu sudah lelah untuk jatuh dari pipi lembutmu itu. Sudahlah, Sayang," harap Banka.Sally menatap tajam lelaki di sampingnya. "Semua orang yang aku cintai sudah meninggalkanku. Papa, mama, pacar. Semua pergi! Lalu? Apa alasanku untuk bahagia?!"Lelaki itu tersenyum. Kemudian meraih kedua tangan Sally dan menggenggamnya dengan erat. "Menikahlah denganku! Ini permintaan. Maukah kau memenuhinya? Aku tidak akan membiarkanmu kesepian lagi Sally," pinta Banka.Mendengar hal itu Sally sangat terkejut. Ia menarik tangannya, kemudian mengambil jarak menjauhi pria itu.Bagaimana bisa permintaan itu keluar dari mulut seorang pria yang lebih tua 10 tahun dari Sally, bahkan pria itu telah memiliki seorang istri. Sementara Sally? Baru saja lulus dari universitas. Bahkan, usianya belum menginjak 22 tahun."K-kau. Bagaimana bisa? B-bagaimana bisa kata-kata itu kau ucapkan, Tuan? Apakah kau lupa pada statusmu?" tuntut Sally.Banka tersenyum. Kemudian, mendekatkan diri pada Sally. Tanpa disadari, Banka mengecup kening Sally dengan lembut. Lelaki itu berkata, "Saat pertama kali melihatmu, aku benar-benar hanya berniat untuk membantu perekonomian keluargamu. Tetapi entah mengapa, saat ini aku begitu mencintaimu. Bahkan aku ingin kamu menjadi miliku sepenuhnya. Nak, menikahlah denganku. Aku berjanji, apa yang kau inginkan akan kupenuhi. Aku tidak akan menyakitimu seperti mantan pacarmu."PLAK!Tamparan keras mendarat di pipi Banka. Sally yang berada di puncak amarah, seketika bangkit. Kemudian, berlari menuju kamarnya.Bantal dan guling terus melayang, membentur tembok. Kekacauan itu, masih belum dapat mengurangi rasa kesal yang ada di batin Sally. Ia tahu, hidupnya di masa depan akan seperti apa. Tidak pernah terpikir bahwa nasibnya akan jadi seperti ini.Wanita itu mulai tenang, meskipun kamarnya sudah tak karuan. Sally mulai membaringkan tubuhnya. Ia menutup kedua mata, mencoba mengingat pesan terakhir sang ayah.Air matanya mengalir. Ia tak kuat lagi menahan segala beban yang ditanggungnya. Ia rindu keluarganya dulu. Keluarga yang selalu harmonis, dan harta keluarganya yang melimpah. Tidak ada kekurangan sedikit pun dalam hidupnya, kala itu. Hingga sang ayah bangkrut dan datang seorang pria yang menawarkan bantuan.Itulah alasan di balik pesan terakhir sang ayah. Ayah Sally berpesan, agar anak tunggalnya membalas budi yang belum sempat ia lakukan.Balas budi yang dimaksud sang ayah ialah menjadi abdi dari Banka-lelaki kaya raya yang banyak membantu kehidupannya.Pesan sang ayah yang akan selamanya membekas dalam benak Sally, ialah ....'Nak. Ayah tahu, sebentar lagi mata ini tidak dapat melihatmu lagi. Tangan ini sudah tidak dapat merasakan lembutnya kulitmu. Wajah ini sudah tidak dapat menyaksikan kebahagiaan dalam dirimu.' Ayah Sally, mengambil nafas panjang. 'Ayah memintamu untuk membalas kebaikan yang telah diberikan oleh teman ayah-Banka. Ayah mempercayakanmu padanya. Patuhi dia, penuhi segala keinginannya. Hanya dia yang membantu kita di saat t-terpuruk. Ayah sangat m-menyaya-' ungkap sang ayah. Sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir.Setelah memantapkan diri. Sally pun berniat untuk menghampiri Tuan Banka.Tok tok tok ...."Tuan."Banka menoleh, menuju sumber suara. Wajahnya tersenyum kemudian memperlihatkan kesedihan. "Nak, kemarilah." Banka meminta Sally untuk duduk di sampingnya. "Maaf ... aku egois dan tidak memikirkan perasaanmu. Seharusnya aku tidak mengatakan hal seperti itu kepadamu. Bagaimana mungkin kau memenuhi permintaan yang tidak masuk akal itu," cetus Banka."Aku bersedia, Tuan. Aku bersedia menjadi istri mudamu," jawabnya. Menundukan wajah.Banka tersentak. Dirinya benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. "A-apa! Bagaimana maksudmu, Nak. Kau bersedia menjadi istriku?"Sally mengangguk, mengangkat wajahnya dan mencoba untuk mengukir garis bibir."Hanya untukmu, Tuan. Lagi pula saat ini, hanya dirimu yang ada untukku. Bagaimana bisa aku menolakmu? Selama ini, rumah yang aku dan keluargaku tempati adalah milikmu, hartamu. Bahkan dengan aku menjadi istrimu, semua itu belum terbalaskan. Tetapi aku akan mencoba membuatmu bahagia. Aku berharap dengan keputusanku ini, hidupku akan bahagia dan berguna untukmu," kata Sally. Memeluk Tuan Banka.Selama ini Sally menganggap Tuan Banka sebagai ayah kedua. Namun takdir berkata lain. Kini, Tuan Banka berstatus sebagai calon suaminya.Tuan Banka tersenyum dan membalas pelukan Sally. Pria setinggi 186 cm itu mengangkat tubuh Sally yang mungil setinggi-tingginya.Sally harap, ini adalah awal kisah keluarga bahagianya.Seorang gadis nampak anggun dengan berbalut dress putih berhiaskan kupu-kupu. Gadis itu menari bersama guling yang tengah dipeluk olehnya sembari mengikuti irama tarian. 'Hmm ... Adez, andai kau yang akan menikahiku,' ucapnya. Sally terus menari hingga terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya mengakhiri khayalan bersama mantan pacarnya.Terlihat Banka yang telah rapih dengan jas hitamnya. Pria itu mengulurkan tangan kepada Sally. Mereka berdua akan pergi ke rumah Banka. Untuk pertama kalinya Sally akan bertemu dengan istri pertama calon suaminya. "Bagaimana Tuan Putri, sudah siap?" Ledek Banka menatap calon istrinya yang begitu cantik dengan penuh senyum.Sally mengangguk kemudian merespon uluran tangan yang diberikan oleh calon suaminya. Saat ini, Sally hanya berusaha untuk ikhlas. Siapa tahu, kehidupannya akan jauh lebih baik dengan adanya pernikahan ini.Terutama, ketika Sally mengetahui istri pertama calon suaminya terkena stroke dan hanya bisa berdiam di kursi roda. Karena
Malam ini, harta paling berharga yang dimiliki Sally akan lenyap. Kesucian yang selama 20 tahun dijaga dengan baik, dalam hitungan jam akan diambil alih oleh pria keturunan Amerika yang sangat kaya. Banka, panggilannya. Terlihat para pelayan sangat sibuk dengan ratunya malam ini. Sally tengah terduduk di antara para pelayan yang asyik mendandaninya. Kakinya dipoles dengan cat kuku, rambutnya dirapikan, wajahnya dirias oleh ahlinya, tubuhnya begitu harum dengan berbagai varian parfum yang dipakai, serta gaun mewah yang dikenakan olehnya. Malam ini, sebutan ratu bahkan layak untuk Sally.“Pelayan,” panggil Sally. Menatap kaca besar di hadapannya.Pelayan yang tengah merias wajah majikannya itu, seketika berhenti dan meluangkan waktu untuk menjawab panggilan Sally. “Ya, Nona. Ada yang bisa saya bantu?” sahut Mona, sang pelayan perias wajah.“Calon suamiku bilang, acara pernikahan kami tidak terlalu meriah dan akan digelar sederhana saja. Tetapi, sepertinya tidak. Lihat saja, lebih dari s
Sinar matahari pagi yang menembus jendela kamar, tidak membuat Sally dan suaminya terbangun. Pengantin baru itu terlelap begitu lama. Sampai ketika hari ingin menyambut datangnya waktu siang. Tok … tok ….Tak ada balasan dari dalam kamar. Suara ketukan pintu masih terdengar, hingga Sally bangun dari tidurnya.“Ya?” sahut Sally. Mengusap-usap matanya dengan perlahan.“Selamat siang, Nyonya. Aku datang membawa makanan,” ucap seorang pelayan dari luar kamar.“Ya. Tunggu sebentar!” pintanya. Bangkit dari ranjang dan segera mengenakan pakaian. “Makanan apa yang dibawa?” tanya Sally. Membukakan pintu.Kriet ….Terlihat Satga membawa troli yang dipenuhi oleh makanan. “Ini makanan untuk Tuan dan Nyonya. Selamat menikmati ….” Satga pamit. Meninggalkan troli makanan di kamar Sally. “Oiya. Nyonya?” panggil Satga. Membalikkan tubuhnya dan membuka obrolan baru dengan Sally.“Ya?” Satga melirik ke arah ranjang. Wanita berambut hitam lurus itu kemudian berkata. “Tolong segera bangunkan tuan. Pukul
“Sudah siapkah, Sayang?” Banka melirik ke arah toilet. Sang istri ada di dalamnya, dengan waktu yang cukup lama.“Emm ... sebentar lagi,” jawab Sally. Dari dalam toilet.“Kamu tidak apa? Aku khawatir,” ucap Banka. Menunggu di depan pintu toilet.Kriet ....Sally yang telah berada di dalamnya kurang lebih 45 menit, akhirnya keluar dari toilet.Banka menyadari sesuatu. Mata sang istri terlihat memerah. Pria itu seketika menunjukan sikapnya yang sangat khawatir. “Hei ... kenapa? Bisa katakan padaku?” pinta Banka. Berlutut di hadapan istrinya. “Tolong ...,” sambungnya.“Aku gak apa kok. Ayo! Kamu akan mengajakku keliling pulau, bukan?” ujar Sally. Mengalihkan pembicaraan. Banka bangkit dari posisinya. Pria berusia 35 tahun itu memeluk Sally dengan erat, mengusap rambutnya dengan halus kemudian dengan lembut mengecup keningnya. “Ada apa? Aku merasa gagal menjadi suami untukmu. Tolong katakan,” pinta Banka. Menuntun Sally untuk duduk di atas ranjang. Berharap sang istri akan menceritakan a
Pagi hari di saat Banka dan istrinya berbincang bersama di atas ranjang."Sally, semenjak putraku datang kamu selalu murung. Ada apa?" tanya Banka. Menatap Sally yang duduk di sampingnya.Sally menggelengkan kepala secara perlahan. Ia belum dapat mengikhlaskan apa yang terjadi padanya. "Aku tidak apa. Hanya terkejut sedikit, ternyata anak angkatmu benar-benar seusia denganku," sambungnya. Menutupi kegelisahan.Banka membalas dengan senyuman, sembari mendekap Sally, sang istri.Tok ... tok ... tok ...."Ayah, ini aku," ucap Adez. Dari luar kamar Banka."Putraku, kemarilah," sahut Banka. Mengajak Adez untuk masuk ke dalam kamarnya. "Ada apa?" Banka bertanya kembali, setelah melihat Adez memasuki kamar.Melihat kedatangan Adez, Sally yang menyadari bahwa dirinya baru saja terbangun dari tidur, segera merapikan tampilannya. "Pagi, Adez." Sapa Sally tersenyum ramah.Adez tak menggubris sapaan ibu tirinya, bahkan lelaki itu memalingkan wajahnya dari Sally. Dengan segera, ia berkata. "Pacarku
"Selamat makan semuanya," ajak Banka. Meminta seluruh orang yang ada di meja makan menyantap hidangan.Sally, Adez dan Yuna mengangguk. Kemudian menyantap santapan malam. Mereka tengah menghabiskan waktu bersama. "Sayang ... sini aku suapin." Yuna mengarahkan sendok tepat di depan mulut pacarnya, Adez.Respon baik ditunjukan oleh Adez yang langsung membuka mulutnya. Laki-laki itu hanya diam dan berusaha menyingkirkan tatapannya, jika tak sengaja membuat kontak dengan Sally."Sepinya .... Kita ini keluarga, loh. Momen seperti ini belum tentu akan terjadi lagi. Jadi pergunakan ini dengan baik, utarakan apa yang ingin diungkapkan," kata Banka. Menyantap makanannya. "Kalau begitu, obrolan ini saya buka dengan pertanyaan. Menurut Yuna, Adez cocok punya adik berapa?" tanya Banka. Menyambung perkataan. Mendengar hal itu, spontan Adez terbatuk-batuk dan hampir menyemburkan makanan di dalam mulutnya. Dengan sigap Yuna-sang kekasih, membantu Adez. "Uhuk-uhuk." Adez terbatuk cukup lama."Eh-eh
"Sayang, hati-hati ya. Semangat kerjanya, aku nunggu kamu di sini, ok?" kata Sally. Menyemangati suaminya yang hendak pergi bekerja. Kecupan di dahi diberikan Banka pada Sally. "Terima kasih, Sayangku. Aku pasti semangat dong," ucap Banka. "Aku berangkat dulu, ya. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu boleh telepon Robert. Hari ini aku ada pertemuan bisnis, jadi maaf kalau kamu telepon aku, mungkin akan sulit teleponmu terjawab." Jelas Banka mengambil tas koper yang diberikan oleh istrinya. "Mmm ... baiklah. Hari ini sepertinya aku akan di rumah saja. Jadi, suami fokus kerja saja, ya. Aku akan baik-baik saja," cetus Sally. Menyakinkan sang suami. Banka mengangguk, lelaki itu mengecup bibir istrinya kemudian pergi masuk ke dalam mobil. Melihat suaminya yang telah berangkat kerja, Sally kembali masuk ke dalam rumah. 'Hari ini kegiatan apa yang bisa aku lakukan, ya?' tanyanya dalam hati. 'Eh?' Langkah Sally terhenti ketika melihat Adez yang tengah berbicara pada Maya. Karena merasa penasaran
"Nak, besok kami akan pergi berlibur," ucap Banka. Menatap Adez-putranya dengan tajam. Adez tak bergeming, kemudian bertanya. "Ke mana?" Belum sempat Banka menjawab pertanyaan itu, Sally datang membawa sarapan untuk suami dan anak tirinya yang telah lama menunggu di meja makan. "Sarapan ... sarapan ...." Sally berjalan mendekat, dengan wajah sumringah. Membawa dua piring nasi goreng. "Wah ... hebat sekali istriku yang rajin memasak ini," puji Banka. Tersenyum sembari mempersilakan sang istri untuk duduk di samping kursinya. "Di sini duduknya, Sayang." "Memangnya ini enak?" ejek Adez. Memainkan timun yang menjadi hiasan nasi goreng buatan Sally. "Dicoba dulu .... jangan mengejek!" Sally kesal. Menekuk wajah cantiknya. "Haha ... iya, Dez. Dicoba dulu masakan mamamu ini," cetus Banka. "Ayo kita makan bersama, Sayangku," sambungnya. Membuka mulut untuk melahap sesuap nasi goreng. Banka dan Adez secara bersamaan melahap sesuap nasi goreng buatan Sally. Seketika mereka mengeluarkan re