Share

Bab 138: Sepatu dan Dendam

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-10 14:48:45

Tatapan Tara mengeras, gelap seperti langit sebelum badai. "Kalau aku nggak selesaikan urusan ini dengan Mahesa, dengan siapa lagi?"

Suaranya berat, nyaris bergema di antara suara denting kaca dan bisik-bisik angin malam dari balkon apartemen.

Cahaya lampu temaram membias di dinding, memantulkan siluet wajah Nadira yang letih namun tetap memesona.

Ia menggeleng perlahan, senyum getirnya menyeruak di antara helaan napas dan kenangan yang masih belum sembuh.

Tangannya yang gemetar halus meraih gelas anggur di meja bundar, menyesapnya seolah mencoba mengenyahkan rasa pahit di lidah dan di hati.

Setelah menelan, ia menjulurkan lidahnya sebentar, seperti mengejek dirinya sendiri.

"Hubungan aku sama Mahesa tuh udah kayak utang macet," gumamnya lirih, namun cukup untuk membuat Tara terdiam.

“Aku bahkan udah nggak tahu harus ngelunasin gimana. Kalau dia udah nggak cinta, ngapain juga capek-capek ngebahas soal balas dendam?”

Tara menyip

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 145: Lidah Paling Rewel di Jakarta

    Danu menyunggingkan senyum tipis, nyaris tak kasat mata. “Bu Nadira tahu Bapak sibuk, terlalu sibuk sampai tak sempat mendidik anak. Makanya, beliau bantu carikan tempat... tempat yang bisa mendidik dengan benar.”Ucapannya jatuh seperti hujan gerimis yang tiba-tiba deras, menampar pipi Susilo dengan dingin. Raut wajah pria itu mengeras seketika, seperti tanah retak yang tiba-tiba tersiram air.Meskipun Susilo dikenal punya muka tebal, ada hal-hal yang tetap bisa menampar harga diri.Tatapannya berubah tajam, sedingin ujung belati yang baru keluar dari sarungnya. Tapi ia tidak meledak.Belum. Rahangnya menegang, dagunya terangkat sedikit, seolah mencoba mempertahankan martabat yang tersisa.Ia menyunggingkan senyum yang terlalu kaku untuk disebut tulus.“Pak Maulana,” katanya, nadanya dipaksa tenang, namun ada bara yang menyala di dalamnya, “bagaimanapun juga, anak tetaplah anak. Sekalipun Bima brengsek, dia satu-satunya anak saya. Tiga gene

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 144: Tidak Akan Menyentuhku

    Polisi sempat tercengang. Ketika tiba di lokasi, mereka mendapati tiga pria terkapar, wajah lebam, tubuh penuh luka seperti baru dilindas sesuatu yang jauh lebih kejam daripada sekadar adu pukul biasa.Mereka langsung mengira korban pengeroyokan itu adalah ketiganya. Tapi setelah mendengar kronologi dari saksi-saksi di sekitar, pandangan mereka pelan-pelan berubah.Awalnya, mereka menyorot pada Stephen dan teman-temannya yang berdiri tak jauh dari lokasi kejadian.Wajah mereka tegang, tapi tak ada satu pun bekas luka di tubuh mereka. Polisi sempat mencurigai, jangan-jangan mereka yang menganiaya.Namun, sebelum tuduhan sempat dilayangkan, para preman itu sendiri justru dengan nada putus asa berseru, hampir bersamaan.“Bukan mereka! Bukan! Cuma satu orang yang mukul kami!”Salah satu preman yang hidungnya berdarah bahkan menunjuk dengan gemetar ke arah gang sempit, tempat peristiwa itu terjadi.“Perempuan,” gumamnya, lebih ke dirinya s

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 143: Putri yang Terlupakan

    Tawa Aidan meluncur ringan, tapi di telinga Tina, bunyinya lebih mirip cemooh yang melukai. Ia menepuk kepala Tina seperti seseorang membelai anak anjing yang tak tahu diri.“Kamu masih kecil. Hanya anak-anak yang percaya dongeng. Di dunia orang dewasa, pangeran hanya menikah dengan putri.”Nada suaranya ringan, seperti sedang menyampaikan kebenaran yang tak bisa dibantah. Kemudian tanpa menoleh lagi, ia berjalan ke arah Nadira yang tengah tertawa, sosoknya menjulang di bawah cahaya matahari yang menelusup melalui jendela kaca besar ruang tamu.Senyuman Nadira begitu terang, seolah menegaskan bahwa ia memang ditakdirkan untuk berada di sana, di samping Aidan.Tina hanya bisa menatap dari jauh, tubuhnya seolah membatu. Di dadanya, sesuatu mencengkeram erat, tak terlihat tapi menyakitkan.Ia menelan ludah yang rasanya pahit, dan dalam hati bertanya lirih, Kalau begitu, kenapa aku nggak bisa jadi Nadira saja? Jadi putri itu…Ia tahu ap

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 142: Gaun Cinderella

    Tamparan dari Nadira semalam masih terasa membekas di pipi Tina, bukan lagi sebagai nyeri fisik, tapi jadi bara yang menjalar ke dalam, menyusup ke pori-pori emosinya.Kini, kemarahan yang menggelegak itu mengalir ke telapak tangannya sendiri, menghantam wajah perempuan muda di hadapannya.Tubuh perempuan itu terhuyung, kepalanya terpantul ke sisi ranjang, rambutnya yang hitam panjang terburai kacau.Perempuan itu meringis sebentar, lalu merangkak ke pelukan Aidan dengan gaya manja yang dibuat-buat, memelintir nada suaranya hingga terdengar seperti erangan patah hati.“Aidan, tolong aku...”Wajahnya tampak muda, mungkin baru dua puluh atau dua puluh satu. Kulitnya pucat seputih susu yang baru dituangkan dari botol dingin, kontras dengan bekas tamparan Tina yang mencolok, merah membara seperti dicap besi panas.Aidan, yang sedari tadi menikmati kehangatan tubuh perempuan itu, tak tinggal diam. Matanya menyipit, rahangnya mengeras.Ia m

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 141: Panggilan Aidan

    "Makan aja roti kamu," kata Nadira, suaranya datar tapi tajam, disertai tatapan yang menyapu Veronika seperti angin dingin di pagi hari.Veronika mengerutkan alis, mencoba menangkap nada sinis yang tersembunyi di balik kata-kata itu. “Kak Nadira tahu dari mana sih?” tanyanya, dengan suara pelan tapi penasaran, seolah pertanyaannya bisa memantik sesuatu yang lebih besar dari sekadar jawaban biasa.Nadira mendengus kecil, bibirnya melengkung ke arah senyum remeh. “Yah, biasa aja. Kalau cewek habis dimarahin, pasti pengen curhat ke... kekasihnya.”Tara, yang duduk menyamping di sofa dengan roti panggang masih utuh di tangannya, terkekeh. “Nadira!”Nadira menanggapi dengan senyum kecut, wajahnya nyaris tak berubah. Tapi matanya berbicara lebih banyak dari bibirnya.Sorotnya tajam, menusuk, seolah menyimpan sesuatu yang lebih pahit daripada selai jeruk yang baru saja ia oleskan ke rotinya.“Masalahnya, orang yang dia andalkan itu bukan pria yang

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 140: Lubang Anjing

    Pagi itu, aroma kaldu sisa malam kemarin masih samar-samar tercium di udara, bercampur dengan bau khas rumah yang baru saja bangun tidur.Dapur terbuka menghadap taman belakang yang mulai disinari matahari, memantulkan cahaya hangat ke meja makan kayu jati yang mengilap.Nadira dan Tara duduk berhadapan, masih dalam balutan piyama tipis, mata mereka setengah sipit tapi tak menunjukkan gejala hangover sedikit pun.Senja berdiri tak jauh dari mereka, menyapu remah roti dengan gerakan tenang."Aku bener-bener nggak nyangka soup hangover-mu bisa manjur banget," ucap Nadira sambil setengah melompat dari kursinya, lalu memeluk Senja erat.Tubuhnya yang dingin bersandar lembut ke pundak perempuan itu, kemudian ia mengecup pipinya dengan tulus.Tara mengangkat satu alis, menyeringai geli. Ia mendekat, tampak ingin melakukan hal yang sama. Tapi Nadira dengan cepat mendorong tubuh Tara menjauh, matanya melebar seolah baru menangkap kejahatan besar.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status