Share

Bab 137: Cahaya yang Padam

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-10 13:48:34

Mahesa duduk diam, mendengarkan cerita Lukas dengan wajah nyaris tanpa ekspresi. Namun, matanya menyorot tajam, seperti membaca ulang setiap potongan kisah di kepala.

Udara di dalam kamar hotel itu seolah mengendap, berat dan penuh desakan kata-kata yang tak terucap.

“Jadi, kau nggak bisa ngalahin dia?” tanya Mahesa pelan, nyaris seperti bisikan, tapi cukup tajam untuk menohok.

Lukas terperanjat, wajahnya memerah seperti baru saja ditampar.

“Siapa bilang aku nggak bisa ngalahin dia?” suaranya melonjak bersama dentuman telapak tangannya di atas meja kayu.

Gelas di dekatnya berguncang, hampir tumpah. “Dulu aku lemah, iya, aku akui. Kayak anak ayam kejebak hujan. Tapi sekarang?”

Ia menatap Mahesa, matanya membara. “Aku pasukan khusus. Aku punya pelatihan. Masa kalah sama Tara?”

Mahesa hanya memiringkan kepala sedikit, lalu menjawab dengan datar, “Aku sempat adu jotos dengannya hari ini.”

Kejutan itu meledak di wajah Lukas. “Apa? K

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 148: Lebih Kuat dari yang Kau Kira

    Bahkan di masa-masa tergelap pasca operasi, saat dunia serasa mengecil menjadi lorong putih dan bau disinfektan, Mahesa tetap tak pernah menunjukkan air mata.Matanya kadang berkabut, tapi tak pernah pecah. Ia pria yang membakar perasaannya dalam diam, menahan duka seperti bara yang tak diberi angin, menyimpan segalanya di dalam hati.“Jangan salahin aku kalau nyetirnya lambat, ya,” katanya perlahan, memecah keheningan yang menempel erat di kabin mobil.Suaranya terdengar ringan, hampir seperti lelucon yang gugup. “Udah lama banget nggak bawa mobil. Harus adaptasi lagi.”Jalanan Jakarta yang mulai sepi di malam hari berkelebat di kaca depan, dihiasi cahaya lampu jalan yang redup dan bias merah dari rem kendaraan.Nadira menoleh, separuh terkejut, separuh tak percaya dengan nada suaranya yang mencoba terdengar santai.Bibirnya melengkung kecil, nyaris tak terlihat. “Santai aja. Nggak buru-buru kok,” balasnya, pelan namun hangat.Hening

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 147: Luka yang Tak Terucap

    Dulu, Lukas memang sempat terpikat oleh pesona Nadira. Ia pernah menyusun rencana kecil di benaknya, bayangan-bayangan tentang obrolan pertama, kopi pertama, mungkin ciuman pertama.Tapi semua itu hancur tanpa sempat tumbuh, saat ia tahu satu kenyataan kecil namun fatal: Nadira telah mencintai Mahesa selama sepuluh tahun.Sepuluh tahun.Betapa panjangnya sebuah dekade, dan betapa sedikitnya seseorang memilikinya dalam hidup. Nadira menyerahkan seluruh musim semi hidupnya demi cinta yang diam, cinta yang tidak berbalas.Lukas, yang awalnya hanya kagum, tiba-tiba merasa kecil. Ia tahu, mencoba mencabut nama Mahesa dari hati Nadira sama mustahilnya seperti memindahkan Gunung Merapi.Ia mundur, bukan karena tidak cukup cinta, tapi karena sadar: hatinya bukan medan perang.Langit sore berwarna jingga tua, dan bayangan gedung-gedung perkantoran menjulur panjang di aspal.Pukul enam tepat, sebuah mobil hitam mengilat meluncur pelan dan berhe

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 146: Harga yang Tak Terucap

    Sekarang, ketika Nadira mengenang semuanya kembali, rasa sesal itu datang seperti ombak diam-diam yang menggulung tenang, lalu menghantam tanpa ampun.Ia ingin menampar dirinya dua kali, keras, agar sadar sepenuhnya: Mahesa tidak akan pernah mencintainya, tidak peduli sekeras apa pun ia bertahan atau seindah apa pun kenangan yang ingin ia hidupkan kembali.Cinta sepihak itu, nyata-nyata hanya miliknya seorang. Mimpi itu harus dihentikan, atau ia akan makin tenggelam di dalamnya.Tapi sekarang, tiba-tiba pria itu ingin mencicipi masakannya? Sekonyong-konyong begitu saja? Nadira nyaris tertawa, tapi yang keluar dari bibirnya hanya senyum sinis yang membeku di sudut bibir.Apa Mahesa tidak takut kalau ia menyisipkan racun kecil di dalam bumbunya?Ia menoleh pada Danu yang berdiri setengah bingung, lalu berkata, “Suruh saja mereka pergi ke Dapoer Kenanga. Bilang ke Teguh, cukup dua lauk saja. Dan siapkan cek satu miliar rupiah dari rekening pribadiku.”

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 145: Lidah Paling Rewel di Jakarta

    Danu menyunggingkan senyum tipis, nyaris tak kasat mata. “Bu Nadira tahu Bapak sibuk, terlalu sibuk sampai tak sempat mendidik anak. Makanya, beliau bantu carikan tempat... tempat yang bisa mendidik dengan benar.”Ucapannya jatuh seperti hujan gerimis yang tiba-tiba deras, menampar pipi Susilo dengan dingin. Raut wajah pria itu mengeras seketika, seperti tanah retak yang tiba-tiba tersiram air.Meskipun Susilo dikenal punya muka tebal, ada hal-hal yang tetap bisa menampar harga diri.Tatapannya berubah tajam, sedingin ujung belati yang baru keluar dari sarungnya. Tapi ia tidak meledak.Belum. Rahangnya menegang, dagunya terangkat sedikit, seolah mencoba mempertahankan martabat yang tersisa.Ia menyunggingkan senyum yang terlalu kaku untuk disebut tulus.“Pak Maulana,” katanya, nadanya dipaksa tenang, namun ada bara yang menyala di dalamnya, “bagaimanapun juga, anak tetaplah anak. Sekalipun Bima brengsek, dia satu-satunya anak saya. Tiga gene

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 144: Tidak Akan Menyentuhku

    Polisi sempat tercengang. Ketika tiba di lokasi, mereka mendapati tiga pria terkapar, wajah lebam, tubuh penuh luka seperti baru dilindas sesuatu yang jauh lebih kejam daripada sekadar adu pukul biasa.Mereka langsung mengira korban pengeroyokan itu adalah ketiganya. Tapi setelah mendengar kronologi dari saksi-saksi di sekitar, pandangan mereka pelan-pelan berubah.Awalnya, mereka menyorot pada Stephen dan teman-temannya yang berdiri tak jauh dari lokasi kejadian.Wajah mereka tegang, tapi tak ada satu pun bekas luka di tubuh mereka. Polisi sempat mencurigai, jangan-jangan mereka yang menganiaya.Namun, sebelum tuduhan sempat dilayangkan, para preman itu sendiri justru dengan nada putus asa berseru, hampir bersamaan.“Bukan mereka! Bukan! Cuma satu orang yang mukul kami!”Salah satu preman yang hidungnya berdarah bahkan menunjuk dengan gemetar ke arah gang sempit, tempat peristiwa itu terjadi.“Perempuan,” gumamnya, lebih ke dirinya s

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 143: Putri yang Terlupakan

    Tawa Aidan meluncur ringan, tapi di telinga Tina, bunyinya lebih mirip cemooh yang melukai. Ia menepuk kepala Tina seperti seseorang membelai anak anjing yang tak tahu diri.“Kamu masih kecil. Hanya anak-anak yang percaya dongeng. Di dunia orang dewasa, pangeran hanya menikah dengan putri.”Nada suaranya ringan, seperti sedang menyampaikan kebenaran yang tak bisa dibantah. Kemudian tanpa menoleh lagi, ia berjalan ke arah Nadira yang tengah tertawa, sosoknya menjulang di bawah cahaya matahari yang menelusup melalui jendela kaca besar ruang tamu.Senyuman Nadira begitu terang, seolah menegaskan bahwa ia memang ditakdirkan untuk berada di sana, di samping Aidan.Tina hanya bisa menatap dari jauh, tubuhnya seolah membatu. Di dadanya, sesuatu mencengkeram erat, tak terlihat tapi menyakitkan.Ia menelan ludah yang rasanya pahit, dan dalam hati bertanya lirih, Kalau begitu, kenapa aku nggak bisa jadi Nadira saja? Jadi putri itu…Ia tahu ap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status