Share

Bab 230: Gula di Permukaan

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2025-08-19 16:19:57

“Apa yang kalian ketawain?” tanya Nadira dengan nada sinis, sorot matanya menyapu cepat ke arah Mahesa.

Mahesa sempat tergagap, refleks menekuk senyum di wajahnya, mencoba menutupinya dengan tangan.

Tapi begitu matanya bersirobok dengan wajah Nadira yang ditumbuhi bintik-bintik kemerahan, senyum itu justru mekar kembali, kali ini dengan nada geli yang tak ia sembunyikan sama sekali.

Nadira mendengus pendek, bahunya bergerak ringan seolah ingin menyingkirkan sesuatu yang melekat di sana, lalu berbalik pergi tanpa sepatah kata pun.

Langkahnya cepat dan tajam, sepatu ketsnya berdecit ringan di lantai koridor sekolah yang dingin dan bergema.

Tentu saja Mahesa tak tinggal diam. Ia menyusul, langkahnya santai, seolah mengabaikan atmosfir tegang yang baru saja ia ciptakan.

“Itu bintik-bintik di wajah... kamu gambar sendiri ya?” tanyanya dengan nada jenaka, setengah menggoda.

Nadira menoleh sekilas, tatapannya seperti mata pisau. “Itu urusan

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 248: Manis Sekali, Anak Ini

    “Nadira, aku baru bikin kopi segar. Mau?” tawar Dipa sambil menahan uap dari mug yang masih mengepul, aroma robusta yang baru diseduh melayang ringan di udara.Nadira hanya mengangguk kecil tanpa mengalihkan pandangan dari layar tablet di depannya. Jemarinya sibuk menggulir angka dan grafik, sementara mulutnya bergumam pelan, nyaris tak terdengar.Di hadapannya, sang manajer berdiri kaku, menunduk sedikit, seperti anak sekolah yang tertangkap membolos.“Tentu saja kita ingin untung,” ujar Nadira, suaranya lembut tapi tak membuka ruang debat, “tapi kualitas makanan juga harus ditingkatkan. Bahan baku, jangan sampai ada yang gak segar. Gak ada toleransi buat yang setengah-setengah. Dan soal kebersihan…”Ia berhenti sejenak, memutar tubuhnya ke arah jendela kaca yang memisahkan ruang rapat dari dapur.“Coba kamu lihat dapur kita. Kekacauan.”Ucapan itu terucap dengan tenang, tapi ada tajam halus yang menyusup di antara jeda kata. Manajer itu me

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 247: Tidak Bisa Mundur

    Ghani bersandar, menyipitkan mata. Suaranya terpotong tajam, seperti pisau yang mengiris tenang malam.“Malam itu aku juga ada di sana. Tapi bukan Ratu yang diincar Joni, melainkan aku.”Ia berhenti sebentar, menghela napas, membiarkan keheningan mengalir sesaat.“Ratu melindungiku. Ia duduk menemani Joni, membiarkannya menuang gelas demi gelas, bertahan sampai matahari hampir menyentuh garis cakrawala. Apa yang terjadi setelah itu... aku tidak tahu pasti.”Di sudut ruangan yang temaram, aroma tembakau melayang samar. Ratu mengisap rokoknya dalam-dalam.Asapnya berputar lambat di udara, seolah mengulur waktu.“Lalu... Joni mulai semakin berani,” katanya, nyaris berbisik, suaranya lirih, kosong seperti ruang yang tak lagi bisa diisi.“Dia minta aku dari Susilo. Dan Susilo, dengan muka datar seperti batu, memberikanku begitu saja. Seperti mucikari picisan yang kehilangan harga diri.”Ratu tertawa. Tawa pendek yang tidak punya nad

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 246: Lebih Rela Menghancurkan

    “Maaf, aku terlambat. Macet di Sudirman,” suara Lukman terdengar kalem, tapi tiap katanya membawa gema ketegasan, seperti langkah sepatu kulit di lantai marmer.Ratu dan Ghani langsung menyambutnya dengan senyum ramah, mencoba meredakan ketegangan yang sempat menggantung di udara.“Tenang saja, kamu datang tepat waktu,” ujar Ghani sambil menepuk punggung kursi kosong di sebelahnya.Namun Nadira, yang duduk santai dengan kaki bersilang, tak bisa menahan godaannya. Dengan senyum miring dan mata menyipit jahil, ia menyelutuk, “Kalau kamu datang lima menit lagi, bakso ini udah dingin, Luk.”Sekilas, wajah Lukman masih menyimpan sisa keseriusan, tapi akhirnya sudut bibirnya melunak, tersungging senyum tipis.Ia melepas jasnya perlahan dan menggantungnya di sandaran kursi, lalu berkata, “Kalau begitu, ayo langsung saja. Gara-gara bakso ini aku ngebut dari Ardiyanto ke sini.”Udara malam di teras restoran semi-terbuka itu dipenuhi aroma rempah dan

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 245: Bukan Sekadar Bakso

    Nadira tak pernah membayangkan bahwa si "calon bintang basket kampus", yang dulu hanya ia dengar dari celoteh mahasiswa jurusan sebelah, kini berdiri di hadapannya—di tengah wangi kaldu dan bawang goreng dapur Rasa Nusantara—dengan celemek putih tergantung di pinggang, tangan sedikit gemetar memegang buku catatan kecil.Hidup memang pandai menyelipkan kejutan dalam sela-sela rutinitas."Namamu Dipa, ya?" suara Nadira mengalun pelan namun mantap, mengaduk-ngaduk ingatannya yang samar tentang nama itu dari obrolan teman-teman kuliahnya dulu.Dipa mengangguk kecil, matanya tak berani menatap langsung. Wajahnya merona, seperti habis tersengat matahari pagi."I-iya, saya Dipa," jawabnya tergagap.Angin sore menyusup lewat jendela kecil dapur, mengibaskan sedikit ujung jilbab Nadira saat ia menyipitkan mata meneliti wajah pemuda itu."Kamu ada hubungan apa dengan Ghani?"Sejenak, waktu seperti berhenti di sela-sela bunyi sayatan daging dan

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 244: Tatapan yang Membeku

    Rasa Nusantara, restoran dengan interior hangat berbalut kayu jati dan lampu gantung temaram, dipenuhi aroma harum rempah yang seolah menggantung di udara.Di salah satu sudutnya yang tak terlalu mencolok, Nadira duduk sendirian, memandangi layar ponselnya.Senyumnya muncul perlahan, seperti bunga yang enggan mekar penuh, saat pesan dari Lukman masuk."Nggak usah ribet ke hotel deh. Di Rasa Nusantara aja, aku kangen masakanmu!"Bayangan tawa Lukman terngiang di benaknya, hangat dan ringan seperti angin sore yang menyusup lewat jendela dapur.Nadira membalas cepat."Lukman, kamu lagi ngidam apa malam ini?""Udah lama banget nggak makan bakso enak kayak buatan kamu."Bakso. Sederhana, tapi penuh kenangan. Nadira mengetik satu kalimat terakhir, pendek tapi mantap."Oke, biar aku yang urus."Sore itu, langkah Nadira cepat dan ringan. Bukan menuju rumah, seperti biasanya setelah jam

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 243: Pisau yang Menusuk Perlahan

    Setelah melangkah keluar dari gedung Akademi Olahraga yang bergaya kolonial modern, wajah Nadira terasa lebih ringan.Angin sore yang hangat menyapu rambutnya yang dikuncir longgar, dan derai tawa para lulusan muda masih terdengar samar di belakangnya.Ada sesuatu yang menular dari semangat mereka, seperti nyala api kecil yang menjalar diam-diam ke dalam hatinya.Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, ia merasa... optimis.Aula besar kampus itu hari ini menjadi panggung bagi perayaan dan harapan. Langit-langitnya tinggi, dihiasi lampu gantung berkilau, seperti kilauan masa depan yang belum tergenggam.Rektor, seorang pria paruh baya dengan suara tebal dan cara bicara lamban, berdiri di mimbar. Ia menyampaikan pidato panjang, kalimat-kalimatnya rapi tapi hambar, seperti sudah diulang terlalu sering.Namun kalimat pamungkasnya, “Hari ini kalian bangga pada kampus ini, suatu hari nanti kampus ini pun akan bangga pada kalian,” tet

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status