Share

Pertemuan Selanjutnya

Author: Fitriyani
last update Huling Na-update: 2024-05-20 15:42:48

Empat

***

"Andini hamil. Dan bukti tersebut, cukup kuat untuk menjabarkan siapa yang tengah mengalami kemandulan di sini." Jiwaku sakit seakan tak berkesudahan, doaku tempo lalu rupanya tak diijabah. Dunia masih senang mempermainkan diri, dengan kabar menyesakkan.

"Benarkah? Yakin, kalau itu benar-benar anakmu? Kalau dia bohong gimana?" cecarku, jelas masih menampik kenyataan yang ada. Kenapa hanya bersama Andin, cepat sekali Bang Afdal mendapat momongan?

Tercekat dengan informasi yang ada, kunikmati segelas jus jeruk. Demi menetralkan segala asa, rela bertemu dirinya di sebuah Kafe. Sialnya, hanya untuk mendengar kabar bahagia yang jelas menusuk hati.

"Jangan asal bicara kamu, Mell! Andin wanita kaya jua terhormat, tidak mungkin berbuat demikian." Mendengkus sebal, otakku terasa buntu untuk menjawab segala hal yang keluar dari mulutnya.

"Kamu ... Kerja apa sih? Tiap hari bawa mobil sendiri, penampilan juga ok banget. Kenapa nggak dari dulu, saat kita masih bersama? Mungkin, bisa kupertimbangkan masalah anak." Tersenyum getir, demi menanggapi ucapan darinya. Memang, penyesalan hanya akan datang diakhir.

"Sekarang hartaku banyak, Bang. Ibarat kata, nggak akan habis tujuh turunan." Kutatap dirinya, wajah tampan yang berubah pucat. Pasti akan berdalih hal lain, menuntut ketidakpercayaan. "Begitu katamu? Tapi, semua sudah usai. Rasaku, telah mati untukmu!"

Bohong, jika aku berkata demikian. Namun, semua demi kebaikan. Mungkin saja, kelak ucapan tersebut akan menjadi doa.

"Jangan-jangan, kamu jadi PSK lagi." Degg, dadaku bergemuruh hebat. Tudingan tak bermoral ia lontarkan lagi, "Ngaku sajalah Mell. Kalian 'kan dari keluarga miskin, rasanya mustahil banget bisa punya uang banyak dalam tempo singkat."

Lima tahun pernah bersama, harusnya ia lebih mengenal diriku dengan dekat. Bukan melayangkan dugaan, yang jelas merobek hati.

"Bang, aku punya kantor sendiri. Produk kosmetik dengan brand ternama, Mella Beauty's." Dahinya tampak mengernyit, sudah kuduga ia tak akan percaya begitu saja.

Mata hatinya tengah tertutup, dengan kehadiran wanita baru. Apalagi si dia tengah mengandung, entah mengapa sebagian hatiku begitu enggan untuk mempercayainya.

"Sudahlah Mell, waktuku nggak banyak. Hanya untuk memberi tahu hal itu, selebihnya kita tahu. Bahwa kamulah yang mandul di sini," cetusnya masih saja menganggap ucapanku sebagai bualan semata.

Nilailah aku sesuka hatimu Bang. Semoga sang waktu, benar-benar akan membuat dirimu menyesal. Membuang aku, demi cinta yang semu.

"Hanya itu, aku kira ... Kamu kangen sama aku. Hm, sudah lama kita tidak berbagi peluh." Berucap dengan sedikit manja, kuelus pergelangan tangan sang mantan. Membuat dirinya terpaku beberapa saat, mungkin sedikit menggali ingatan tentang kebersamaan kami.

"Jangan harap," desisnya, sambil menepis tanganku kasar. "Kamu ... Dan Andini, jauh bagai langit dan bumi. "Terserah kamu punya uang banyak dari mana, aku nggak peduli."

Menggigit bibir dengan keras, kurasakan kesakitan luar biasa dari dasar hati. Ingin sekali diluapkan, kalau tak ingat bahwa harga diri harus diselamatkan.

"Aku pamit, selamat tinggal Mella. Oh ya, tolong bayarin makanan aku. Buktikan, kalau kamu benar-benar orang berduit!" Menyeringai tipis, kemudian berdecak sebal. Aku mengangguk, merasa masih mampu untuk membayar tagihan pihak Kafe.

"Baguuus, anggap saja ini bayaran atas apa yang sudah aku beri untukmu selama kita bersama. Walaupun, harganya nggak sebanding."

"Maksud kamu apa Bang? Nggak ikhlas, harus diungkit di sini?" tanyaku, tak pernah disangka dirinya akan mengungkit masa lalu.

"Dulu, mungkin aku ikhlas. Namun, karena kita sudah berpisah entah kenapa merasa menyesal pernah membiayai hidupmu selama ini." Mengetuk meja dengan sedikit keras, hatiku makin bergejolak tak karuan.

Bukankah semua itu merupakan kewajiban suami? Lagian, dia sendiri yang memberi talak. Beralasan perihal anak, ingin mengganti dengan wanita lain.

"Picik sekali pikiranmu," ketusku. Memalingkan wajah ke sembarang arah, geram rasanya kenapa bisa pernah bahkan mencinta dirinya setengah mati?

"Bekerjalah dengan baik, Mella. Turunkan sedikit kehaluanmu itu, dari awal mengenalmu sebagai orang miskin. Itu akan tetap terjadi, nasib baik tak harus mendatangi kalian."

Tahan, Mella! Air matamu adalah senjata ampuh, di mata Bang Afdal. Dia akan tertawa senang, bukan merasa iba.

Menarik napas panjang, aku mendongak. Menatap lekat manik mata sang mantan, di mana kita pernah saling mencinta dalam kurun waktu yang lama. "Terima kasih atas hinaanmu Bang, kelak kamulah yang akan menyesal dengan segala kesombongan diri."

Merogoh tas dengan cepat, kuambil beberapa lembar uang berwarna merah. Menaruhnya di atas meja, "Silakan bayar pesanan kita dengan uangku. Biar kamu tahu, aku bukan lagi Mella yang dulu. Selalu tergantung, pada pria yang ternyata tidak sebaik yang dikira."

Tubuh Bang Afdal, tampak membeku. Menatap lembaran uang di meja, sesekali berdecak tak percaya. Sadar betul, bahwa selama menikah bahkan ia tak pernah memberiku uang sebanyak itu.

"Turunkan sedikit rasa sombongmu itu! Jangan selalu merendahkan orang lain, bisa jadi mereka yang dihina kelak akan lebih maju daripada kamu yang doyannya nyinyir." Kulirik tangan sang mantan, mengepal kuat. Ada kepuasan tersendiri, sebab telah membalasnya dengan sebuah perkataan.

Melangkah dengan cepat, segera kutinggalkan sebuah Kafe yang tak jauh dari kantor. Sedikit terlambat, karena harus menemui dia hanya demi menambah keperihan.

Semua orang benar, Bang Afdal tidak pantas untuk bersanding dengan aku. Dia terlalu sombong, semua keluarganya juga sama.

Menatap jalanan dengan penuh ketidaksabaran, ingin rasanya segera sampai di tempat tujuan. Mendinginkan hati, yang tengah kepanasan.

"Ke mana aja sih? Lama banget, masa boss datangnya telat mulu." Nah 'kan, harusnya aku yang memberi amarah pada bawahan. Bukan malah sebaliknya, "Ada tamu penting. Kayaknya dia orang kaya, mau ketemu sama pemilik brand ternama kosmetik."

Dahiku mengernyit, merasa tidak ada janji dengan siapapun hari ini. Mendesah enggan, terpaksa melangkah gontai hendak menemui sang tamu.

"Kamu ... Bukannya mantan Afdal? Iya 'kan Pi? Mami ingat betul," seloroh si tamu saat sosokku menyembul dari luar.

Jantungku berdegup kencang, kali kedua merasa dunia terasa sempit. Dari banyaknya klien, kenapa harus mereka. Orang tua dari Andini, wanita yang berhasil merebut seluruh perhatian sang pujaan.

"Arggggh males banget. Kita batalin aja deh kerjasamanya, kalau Andini tahu bisa marah dia." Aku meneguk ludah, kerjasama apa? Kutatap Serly, teman yang bertugas sebagai sekretaris.

"Jangan Bu!" teriak Serly, membuat kami saling menatap heran. "I-tu, ada baiknya kita duduk dulu. Mungkin, bisa dibicarakan dari hati ke hati."

Bukan tanggapan baik yang diterima oleh kami, melainkan dengkusan kasar dari Nyonya kaya tersebut. "Apa kamu bilang, dari hati ke hati? Hei, kita mau bisnis. Bukan ngomongin masalah percintaan, bilang ya sama dia. Nggak akan ada kerjasama antar kita, dan satu lagi ... Mulai hari ini nggak sudi aku pake kosmetik dari brand kalian."

Mendesah panjang, kepalaku terasa berdenyut tak karuan. Terduduk lesu, karena merasa hidupku masih saja dikelilingi oleh orang-orang yang berhubungan dengan masa lalu.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya   Tercengang

    Dua Puluh LimaKasus wanita bernama Rere, terasa berjalan secara lambat. Ia yang bungkam, seakan memperpanjang banyak hal. Tetap tidak mau membuka mulut, perihal siapa dalang di balik semua kekacauan.Bahkan, ia rela terus mendekam di balik jeruji demi melindungi nama orang yang sudah membuat dirinya susah. Benar-benar aneh! Masih merasa yakin, bahwa dirinya akan terbebas dari segala tuntutan. Aku yang geram, mati-matian membayar pengacara handal untuk menyelesaikan segala perkara!Di rumah saja, tak ayal membuat diri merasa bosan. Maklum, dari awal aku memang wanita karier. Belum terbiasa, kalau tidak ingat Ibu dan suami malas rasanya hanya berdiam diri. Memang, ada Serly yang bisa diandalkan. Tetap saja, aku juga ingin berkecimpung langsung. Toh, kerjaan yang aku lakukan tak seberat yang dikira."Kalau bosan, kamu cari kesibukan lain sayang. Kerja di rumah juga bisa," tutur Ibu. Yang masih saja bersikeras itu, "Dengarkan Ibu ... Fokuslah agar segera memberi cucu."Aku tersenyum ge

  • Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya   Titik terang

    Dua Puluh EmpatRasa geram masih terus menyusup ke dalam relung jiwa, kalau bukan karena paksaan suami dan Ibu. Hari ini juga, ingin rasanya meluncur bebas menemui wanita bernama Rere yang sengaja menebar fitnah. Serly, satu-satunya yang diharapkan turut memberi deret panjang atas kekesalan. Tak bisa dihubungi, dalam via manapun. Mendesah resah, nyatanya aku tak bisa istirahat dalam kondisi seperti saat ini. Harusnya, dia terus memberi kabar terkait perkembangan kasus wanita tersebut. Ingin sedikit memberi pelajaran langsung, bukan ditahan di dalam kamar. Mengutuk diri, karena ambruk pada saat yang tidak tepat. Aku hanya bisa pasrah, berharap akan ada kabar baik di kemudian hari. Pintu kamar terbuka, sosok Ibu menyembul. Memberi seutas senyum, sambil membawa nampan berisi makan dan minuman. Netraku justru sibuk, mencari sosok yang lain. Suami, ke mana dia? Sepagi ini sibuk, bahkan tak sempat menyapa diri yang tengah sakit. "Pagi sayang," sapa beliau. Sibuk menata makanan, "Makan

  • Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya   Komplain Babak Kedua

    Dua Puluh Tiga"Jualan tuh yang bener! Jangan cuma mau untung, tapi sukses membuat si pemakai kesakitan." Aku meringis, menatap bibir sang konsumen lekat. Hitam, dengan bintik kemerahan menyebar di arah sana. Dan, sedikit membengkak. Ini, merupakan komplain kali kedua setelah sang youtuber tempo lalu. Dan bagaimana pun caranya, kudu bisa tenang dalam menghadapi masalah tersebut. Bedanya ... Dia langsung mendatangi kediaman rumah, tidak datang menuju kantor. Wow, wanita zaman sekarang sungguh berani luar biasa. Menarik napas panjang, dan mengembuskan secara perlahan. Kuraih ponsel, Serly dialah orang paling tepat untuk aku butuhkan. "Sekarang, Ser. Dan jangan lupa, bawa semua hal yang sudah kutuliskan di chat Wa." Tersenyum lebar, kutatap sang tamu. Mencari celah, apa yang membuatnya sampai berani sekali. Semua memang salahku, sewaktu kejadian dulu tidak memberi efek jera. Yang berakibat kejadian lagi dan lagi, ini sudah keterlaluan menuding tanpa bukti! "Kamu yakin, datang hanya

  • Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya   Pertemuan Usai Menabur Luka

    Dua Puluh Dua"Mella ...," pekik seseorang, setelah sekian lama tak bertemu. "Bagaimana kabarmu? Hmm, i-tu siapa?" Nah 'kan, dia mulai kepo males sebenarnya aku tuh. Reza meraih jemariku erat, seakan ingin memperlihatkan bahwa kami adalah sepasang pengantin baru dengan rasa bahagia tak tergambarkan. "Baik. Oh ya, kenalin dia chef Reza. Suami baruku." Andini mengangguk pelan, mulutnya tampak terbuka lebar. Kaget pasti, karena aku dapet yang lebih dari sesemantan. Menarik napas panjang, tentu saja hatiku tak lantas baik-baik saja. Ada Andini di sini, wanita yang sudah berhasil merebut Bang Afdal. Untuk kemudian menghempaskan, saat dirinya sendiri yang ketahuan berselingkuh. Ahh, kadang hidup memang selucu itu. "Jadi, kamu sudah menikah lagi? Aku pikir ... Balik lagi sama doi." Aku mengendikkan bahu, mimpi bangetlah dia bisa merajut tali kasih usai menyebar luka. Kutatap sekeliling Mall, tempat sebesar ini bisa jua terasa sempit. Oh Tuhan, kenapa harus mempertemukan kami di waktu yan

  • Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya   Antara Senang dan Sedih

    Dua Puluh Satu "Ya aaaampun Mell ...," teriak Serly. Histeris, membuat diri berjengit. "Pengantin baru, kenapa rajin banget sih?"Aku mengulum senyum, sudah hafal bahwa dirinya pasti akan menggoda seperti orang-orang rumah. Mengendikkan bahu dengan cuek, aku berjalan gontai.Kerjaanku di kantor, memang sedang menumpuk. Kasian Serly, dia memang bisa diandalkan. Nantilah, aku dan Reza belum ada rencana untuk pergi honeymoon. "Mana laporan keuangan, Ser? Terkait penjualan lipmatee kita bulan ini, fantastis?" tanyaku, sengaja mengalihkan pembicaraan.Serly berdecak sebal, ia pasti menginginkan aku bercerita tentang malam pertama dan banyak hal lainnya. Kepo!Menghentakan kaki dengan cepat, sembari bibir merenggut. Ia berlari kecil, sebab tempatnya bekerja berada di luar.Kutatap sekeliling ruangan, banyak tumpukan dokumen dengan dominasi cat berwarna putih. Sehari tak bekerja, rasanya seakan berabad-abad. Hihii, time is money sayang. Reza, suamiku juga sibuk bekerja di salah satu resto

  • Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya   SAH!

    Dua Puluh Menikah, adalah hal paling ditunggu oleh kedua insan. Terlebih ada cinta di hati masing-masing, akan semakin menambah kesyahduan.Tepat hari ini, akan dilaksanakan ijab qobul. Moga menjadi yang terakhir, tak ingin kembali gagal dalam merajut sebuah mahligai bernamakan cinta.Keluarga besan sudah datang, semakin menambah detak jantung yang tidak karuan. Meski yang kedua, tetap saja rasanya beda. Di luar sempat terjadi kerusuhan, ada Bang Afdal dan keluarga yang datang. Pasti ingin menggagalkan pernikahan, beruntung security yang sigap bisa mengatasi semua. Khusus hari ini, kantor diliburkan. Semua karyawan datang, menyambut dengan suka cita sedang doa berhamburan terlontar.Sah! Alhamdulillah, air mataku menetes haru. Reza mencium keningku takzim, masih tak menduga kami akan bersatu."Terima kasih, sudah mau menerimaku." Reza berbisik, menangkup kedua wajahku dengan romantis.Sekarang, aku sudah sah menjadi istri Reza. Bukan lagi mengharap pada yang semu, harus bisa menja

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status