Kedua netra Seina dan Laras saling bertatapan.
"Aku tidak akan membiarkan kamu mengkhianati sahabatku," ucap Laras.
"Auh ... Aku takut, katakan apa yang ingin kau katakan kepada Arya. Perlu kau ingat, meski dia sahabatmu, kau tidak berhak mencampuri urusan pribadinya."
"Jelas aku harus mencampuri urusan pribadinya karena dia sahabatku!" oceh Laras semakin panas.
"Kalau kau mau mengurusi urusan pribadinya, kenapa tidak sekalian kau urus cicilan mobil, apartemen, listrik, air dan hutangnya yang lain. Kau hanya ikut campur masalah hubungannya denganku. Kenapa, apa kau cemburu kepadaku?"
Laras kehabisan kata-kata, temannya yang ada di sana mencoba menenangkan Laras dan menyuruhnya untuk kembali ke meja mereka. Sedangkan Seina menatap tajam ke arah Laras yang kembali duduk di kursinya.
Darel tersenyum melihat wajah Seina yang penuh dengan emosi.
"Jadi siapa yang kalah?" tanya Darel. “Melihat wajahmu aku yakin dia yang kalah. Kau memang tidak pernah berubah.”
"Kau tidak lihat tadi aku berubah menjadi Ultraman!"
Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...
Darel tersedak minumannya mendengar ucapan Seina. Dengan santainya Seina menyendok makanan kemulutnya tanpa mempedulikan Darel yang tersedak.
Setelah selesai makan, Darel mengajak Seina pulang. Sepanjang perjalanan, Darel melirik ke arah Seina yang sibuk mengetik di ponselnya.
"Apa pacarmu marah?" tanya Darel.
"Tidak, aku hanya sedang mengetik," jawabnya.
“Tolong ambilkan plastik buku yang akau beli di belakang,” ucapnya.
Saina mengambil plastik tersebut dan memberikannya kepada Darel. Darel mengambil novel yang tadi ia beli. Sebelumnya novel itu sudah di pegang oleh Seina, Darel pikir Seina menginginkan novel tersebut
"Ini untukmu." Mata Seina melihat ke novel yang Darel simpan di lahunannya.
"Hahaha ... sepertinya ada kesalahpahaman di sini, aku tidak menginginkan novel ini, Darel. Tadi aku hanya ingin melihat harga novel ini, asal kau tau ini salah satu novel karyaku," ucap Seina penuh kebanggaan.
"Benarkah, kau seorang penulis?" ujar Darel terkejut di buatnya.
"Lebih tepatnya, si pengagum imajinasi. Sepertinya buku ini cocok untukmu, jadi kau simpan saja."
Seina tersenyum, lalu kembali mengetik di ponselnya. Kejadian tadi restoran dengan Laras, membuat imajinasi Seina berjalan dengan baik. Ia kemudian menumpahkan semua yang ada di otaknya ke dalam tulisan.
Dua puluh menit kemudian, mobil mereka sampai di gedung apartemen. Darel memarkirkan mobilnya, sedangkan Seina keluar lebih dulu di ikuti Darel dari belakang. Mereka berdua masuk ke dalam lift, dengan Seina yang masih fokus dengan ponselnya.
Pintu lift terbuka. “Tunggu, ini bukan lantai apartemen kita,” oceh Seina.
“Memang bukan, tadi kau menekan lantai sembilan,” tukas Darel.
“Kenapa kau tidak memberitahuku!” kesal Seina.
“Aku hanya ingin tau sefokus apa saat kau sedang bekerja. Ternyata, hahaha ... kenapa kau tidak menekan lantai dua puluh,” cibir Darel. Kedua pun kembali masuk ke dalam lift yang akan turun.
Pintu lift kembali terbuka, Seina dan Darel tertawa bersama. Mereka saling menggoda menertawakan Seina. Tanpa mereka sadari seseorang sedang memperhatikan mereka berdua.
"Kak Darel."
Seorang wanita berlari ke arah Darel dan memeluknya. Seina yang ada di sana berangsur menjauh, membiarkan mereka berdua.
"Se- Seina ...!" Langkah Seina terhenti lalu membalikkan tubuhnya. "Terima kasih," ucap Darel sambil menyingkirkan tangan wanita yang menempel di perutnya.
"Iya sama-sama."
Seina bergegas masuk ke dalam apartemen setelah berhasil menekan passwordnya. Dibalik pintu Seina menempelkan telinganya, mencoba mendengarkan percakapan Darel dan wanita itu.
"Aku penasaran siapa wanita itu, oh my God ... apa dia kekasih Darel atau mungkin istrinya."
Seina bergidik ngeri sambil mengusap-usap lengannya lalu masuk ke dalam kamar.
***
Arya sudah siap pulang dari kantornya, ia juga sudah memesan makanan untuk di bawa ke rumah Seina. Arya terus mengukir senyum di pipinya, begitu bahagia bisa bertemu dengan Seina dan bermesraan dengannya.
Namun, langkah Arya terhenti saat melihat Laras sedang menunggunya di depan mobil pribadinya.
"Hai Arya," sapa Laras.
Beberapa teman Arya melirik ke arah mereka, sebenarnya ini bukan kali pertama Laras datang ke kantor Arya. Hal itu pun menjadi bahan gosip anak-anak di kantornya, bahkan Arya di tuduh selingkuh ketika mengatakan jika Laras bukan kekasihnya.
"Untuk apa kau datang ke sini?" tanya Arya.
"Ah ... tadi aku ikut pulang bersama dengan Clara, tapi dia malah menurunkan aku di depan kantormu, karena kekasihnya menyuruhnya datang ke apartemennya."
"Oh ...."
Arya hanya ber-ohria mendengar penjelasan Laras. Laras menyeringai, ia tahu jika saat ini Arya kembali masuk perangkapnya.
Tanpa permisi Laras masuk ke dalam mobil Arya, saat Arya membuka mobil di sebelah kemudi. Arya lalu menyimpan makanan Seina di sampingnya.
"Ah Arya, kau tahu saja kalau aku sedang lapar," oceh Laras.
Arya menarik makanan yang akan di buka oleh Laras, kemudian memasukkan lagi ke dalam plastik.
"Itu makanan Seina, jika kau lapar kau makan saja di rumahmu."
Laras mencebikkan bibirnya, kesal dengan penolakan yang Arya lakukan kepadanya.
"Apa kau mau ke rumah Seina?" tanya Laras.
"Hm ...," jadwal Arya singkat sambil mengemudikan mobilnya. "Jadi turunlah di halte depan, karena aku akan ke apartemen Seina.
"Tak bisakah kau mengantar aku ke rumah?" rengek Laras.
"Maaf aku sudah janji dengan Seina."
Terlihat jelas kekesalan dari wajah Laras, kali ini Arya tidak mau Seina marah lagi kepadanya hanya karena Laras.
Arya memberhentikan mobilnya di depan halte, ia lalu mempersilahkan Laras untuk keluar dari mobilnya.
"Kamu yakin mau meninggalkan aku di sini?" tanya Laras sebelum keluar dari mobil Arya.
"Ayolah Laras, Seina saat ini sedang menungguku," titah Arya.
"Tapi Arya, aku ini sahabat kamu."
"Iya aku tau kamu sahabat aku, tapi Seina calon istri aku. Jadi cepat turun karena aku tidak mau terlambat. Dan satu lagi, jangan pernah berkata yang tidak-tidak tentang Seina."
Mau tidak mau Laras keluar dari mobil Arya, dengan rasa dongkol dalam hatinya. Mobil Arya berjalan dengan cepat meninggalkan Laras yang sedang berdiri di halte. Laras mengepalkan tangannya, baru kali ini Arya tidak mempedulikan permintaannya.
Apartemen Glory
Ketika pintu lift terbuka Arya melangkahkan kakinya keluar dari dalam lift, saat bersamaan ada seorang pria dan wanita yang masuk ke dalam lift.
Sepintas Arya ingat dengan wajah pria itu, iya ... pria yang tadi siang bersama Seina di restoran. Arya mengingat jelas wajah pria yang di kirimkan fotonya oleh Laras. Arya mencoba mengenyahkan pikirannya, lalu tangannya memencet bel.
"Sayang, kau datang?" sapa Seina membukakan pintu.
Seina berhamburan memeluk tubuh Arya, lalu menariknya masuk ke dalam apartemen.
"Ini aku bawakan makanan kesukaanmu, tapi maaf sudah tidak panas lagi," ungkap Arya menyesal.
"Tidak apa-apa, terima kasih sayangku."
Arya tersenyum lalu mengusap rambut Seina. Ingatan Arya kembali pada sosok pria yang berpapasan dengannya tadi.
"Ehm ... sayang apa temanmu baru saja dari sini?" tanya Arya hati-hati.
Seina berpikir sejenak, ia mencoba mencerna ucapan Arya sambil menyendok makanan ke dalam mulutnya.
"Ah, maksudmu Darel. Dia tinggal di samping apartemenku, apa kalian sudah bertemu?"
"Iya tadi kami berpapasan."
"Wah, sepertinya Laras memberitahumu dengan detail, sampai kau tau dengan wajah pria yang makan siang bersamaku."
"Maaf, Laras memang orangnya seperti itu. Tapi aku percaya kepadamu, kau tidak mungkin mengkhianatiku."
Seina menyeringai menanggapi ucapan Arya. "Aku akan melakukan apa yang kau lakukan kepadaku Arya," batinnya.
***
Darel mencoba menghilangkan pikirannya tentang Seina, ia sadar saat ini Seina sudah memiliki tunangan dan mustahil kembali kepadanya.
"Sayang, kau kenapa?" tanya Diana.
"Ah tidak apa-apa, oh ya kau mau pesan apa?"
Diana kembali fokus dengan menu makanan yang ada di tangannya.
Diana merupakan calon istri Darel, mereka berdua sudah di jodohkan oleh orang tua mereka saat masih sekolah.
Hal itulah yang membuat Darel dulu memutuskan hubungannya dengan Seina, sepihak. Ia tidak mau jika hubungannya terlalu jauh, Seina akan terluka nantinya.
Sudah hampir lima tahun berpisah, Darel pikir perasaannya untuk Seina sudah hilang. Nyatanya saat ia kembali bertemu dengan Seina, rasa cintanya untuk Seina masih ada. Bahkan Darel berharap Seina juga membalas cintanya yang masih tersimpan hingga saat ini.
Seina menikmati malam bersama Arya, sudah hampir seminggu mereka tidak saling berkomunikasi. Sekalinya bertemu semua cerita yang selama ini di tahan, diluapkan begitu saja.Seperti biasa Arya akan bercerita tentang masalahnya di kantor, sedangkan Seina akan menceritakan tentang pembaca yang berkomentar buruk di ceritanya."Kau tidak perlu khawatir, meskipun mereka berkomentar buruk, tapi mereka membaca ceritamu. Mereka itu penggemarmu berkedok haters.”Arya mencoba menyemangati Seina. Seina mencebikkan bibirnya mendengar pendapat Arya yang menurutnya tidak berpihak kepadanya. Arya melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam."Aku pulang dulu, kau juga harus istirahat jangan begadang hanya untuk mengejar target!" titah Arya.“Hm ...." Seina mendekatkan tubuhnya lalu memeluk Arya dengan erat. "Hati-hati di jalan sayang.”Arya mencium bibir Seina kemudian berjalan keluar. Seolah tak ingin berpisah, Seina terus memegang tangan Arya hingga ke pintu keluar. Pintu lif
Mata Arya melihat ke sekeliling restoran, tidak ada tempat duduk yang kosong. "Kita take away saja ya," ucap Arya. "Makan di sini saja, kita bergabung sama temanku," tukas Seina. "Teman kamu yang mana?" tanya Arya. "Itu yang tadi mamanggil namaku, aku ke sana dulu ya," jawab Seina berjalan ke arah meja Darel. Seina berjalan ke meja Darel. "Hai Darel ... bolehkah aku bergabung di sini? Soalnya tidak ada tempat yang kosong. Boleh ya kak?" lirih Seina menatap Diana. "Boleh, duduk di sini saja," jawab Diana. "Makasih banyak." Seina melambaikan tangan ke arah Arya, tanpa permisi Seina duduk di samping Diana. Tak lama Arya datang sambil membawa makanan mereka. "Hai, kita boleh bergabung di sini kan?" ucap Arya. "Boleh, tadi pacarnya Darel sudah mengizinkan kita makan di sini. Oh iya kak, kenalin nama aku Seina," oceh Seina memperkenalkan diri. Diana menjabat tangan Seina dan berkata, "Namaku Diana, salam kenal." Arya yang juga memperkenalkan diri kepada Darel dan Diana. Setelahny
Seina menunggu Darel sadar, setelah dua orang perawat membersihkan lukanya. Pihak sekolah sudah menghubungi orang tua Darel untuk segera datang ke rumah sakit. Kasus ini pun di tangani pihak berwajib karena ada bukti serta saksi pengeroyokan.Seina melihat ke arah pintu ketika mendengar seseorang masuk ke dalam ruangan Darel. Seina hanya diam, ketika seorang wanita paruh baya berjalan melewatinya."Darel, ya Tuhan nak kenapa bisa jadi seperti ini!" lirih wanita paruh baya.Seina beranjak dari kursinya saat sadar jika yang ada di hadapannya adalah ibu Darel. Mata Seina dan wanita paru baya itu pun saling bertatapan."Ehm ... saya teman Darel, di perintahkan oleh pihak sekolah untuk menjaganya," jelas Seina."Ah iya, terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkanmu, oh ya nama kamu siapa?" tanyanya."Seina bu, kalau begitu saya pamit pulang dulu, permisi." Seina mengambil tasnya, kemudian keluar dari ruangan Darel.Lima hari setelah pengeroyokan, tidak ada kabar dari Darel. Bahkan Darel tida
"Buka matamu, saat ini kau sedang berada di apartemenku," kesal Seina, kemudian pergi meninggalkan Darel yang masih mengumpulkan nyawanya. Perlahan Darel terduduk, ia memperhatikan ke sekeliling dan itu benar bukan apartemennya. Dengan tertatih Darel mencoba berjalan ke arah pintu. Seina yang berada di dapur melirik ke arah Bryan. Ada rasa iba di hatinya, Seina pun memanggil Darel dan menyuruhnya untuk duduk di kursi. "Minumlah, ini bisa mengurangi rasa pusingmu karena alkohol," ucap Seina. "Terima kasih." Darel meminum habis air lemon yang di racik oleh Seina. "Maaf Seina, apa semalam aku merancau tak jelas atau mengatakan sesuatu yang penting kepadamu?" "Sepertinya tidak, kau langsung merebahkan tubuhmu di lantai lalu tidur seperti orang mati." Darel memicingkan matanya menatap Seina yang asik mengolesi rotinya. Seina membungkus roti yang sudah ia beri selai untuk Darel. "Bawalah, sepertinya kau akan terlambat untuk bekerja." Seolah di ingatkan oleh Seina, Darel lalu melihat j
Diam-diam Seina mendownload aplikasi penyadap yang terpasang dengan ponsel Arya. Ia sengaja melakukan itu, karena penasaran apa yang dilakukan Arya di belakangnya. Tak lupa Seina mematikan notifikasi perangkat yang terhubung agar Arya tidak sadar, jika ponselnya di sadap."Sayang ... sudah selesai?" Seina menghampiri Arya yang baru saja keluar dari toilet."Hm, kita mau kemana lagi?" tanya Arya.Seina melingkarkan tangannya di lengan Arya lalu berucap, "ini sudah malam, kau juga besok harus bekerja, jadi kita pulang saja.""Kau yakin?""Hm ... ayo kita pulang."Seina begitu menikmati kencannya bersama Arya, ia berharap setelah menikah pun Arya akan tetap bersikap baik kepadanya seperti sekarang ini.Sampainya di apartemen, Seina keluar dari lift sambil membawa barang belanjaannya. Matanya memutar saat melihat Darel berdiri di depan apartemen, menatapnya sambil tersenyum."Hai Seina ...," sapa Darel."Hai," jawabnya ketus."Maukah kau datang ke apartemenku?" tanya Darel yang membuat Se
Seina membuka ponselnya ketika mendengar notif pesan, terlihat nama Dino di sana. Dino : "Undangan terbuka bagi para alumni SMA Pelita Bangsa, agar menghadiri Acara Reuni yang akan di selenggarakan di Gedung Pakuwon. Hari Sabtu, 17 November 2022, jam 18.00 sampai dengan selesai." Seina menyimpan ponselnya, ia sama sekali tak berminat datang ke acara tersebut. Ia kembali fokus dengan pekerjaannya, mendengarkan musik yang di putar dengan suara yang begitu kencang. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, matahari sudah kembali ke tempatnya di ganti terangnya bulan. "Apa telingaku bermasalah, sepertinya tadi ada bel berbunyi," gumam Seina. Bel kembali berbunyi, Seina yang masih asik menikmati dentuman musik yang mengalahkan bunyi bel. Sementara di depan apartemen, Arya berdiri menunggu Seina keluar dari apartemennya. Beberapa kali Arya menghubungi Seina, tapi panggilannya dialihkan. Seina akhirnya tersadar saat ponselnya mati, ia kemudian mengecek ponselnya yang ternyata ada panggila
Suara bising para pengunjung restoran terdengar begitu nyaring di telinga Darel, ia hanya diam menyeruput secagkir kopi yang ada di hadapannya. Sesekali Darel melihat ponselnya, menunggu pesan dari seseorang. “Sorry telat ...,” ucap Dino yang baru saja datang. Ia kemudian mengangkat tangannya memanggil waiters. “Selamat siang Kak, ada yang bisa saya bantu,” sapa waiters. “Aku pesan ice moccacino," ucap Dino. Waiters tersebut menulis pesanan Dino dan berucap, “Ada tambahan kak?" "Tidak ada." "Baik, jika tidak ada, saya permisi.” Dino hanya tersenyum, kemudian menatap Darel yang sibuk dengan ponselnya. Sepintas ide jahilnya muncul, Dino mengeluarkan ponsel kemudian menghubungi Darel yang berada di hadapannya. “Kau terlalu sibuk dengan ponselmu sampai lupa jika aku berada di depanmu. Oh ya, apa kau mau datang ke acara reuni sekolah?” tanya Dino. “Entahlah, siapa saja yang datang?” ucap Darel tanpa menoleh. “Hampir semuanya datang, hanya tinggal beberapa orang saja termasuk Sei
Salah satu staf menawarkan beberapa model gaun yang cocok dengan Seina. Ia kemudian memilih salah satu gaun yang menurutnya cantik, lalu mencobanya di ruang ganti. Seina melihat tubuhnya di depan cermin, di balut gaun berwarna cokelat dengan dada yang sedikit terbuka serta panjang gaun di atas lutut. “Aku ambil gaun yang ini,” ucap Seina. Seina lalu berjalan ke meja kasir untuk membayar barang yang dia beli. Setelah membeli gaun, Seina kembali berjalan ke sebuah toko sepatu. Tangannya terulur, mengambil heels yang memiliki warna senada dengan gaun yang sudah ia beli. “Kak, yang ini ada ukuran tiga puluh tujuh?” tanya Seina kepada staf toko. “Di tunggu sebentar kak, akan saya ambilkan,” jawab staf tersebut. Sambil menunggu, Seina lalu mencoba beberapa heels yang ada di sana. "Kak ini heelsnya, silahkan di coba terlebih duhulu," ucap staf di sana. Seina mengambil sepatu dari tangan staf toko kemudian mencobanya dan melihatnya di depan kaca. "Bagus aku suka, aku ambil yang ini."