Rayhan berada di mobil papanya yang terparkir di tepi jalan. Vicko duduk di sebelahnya dan tadi yang bertugas mengemudikan mobil. Mereka memutuskan untuk mengobrol di sana. Sekitar sepuluh menit sejak mobil berhenti, suasana hening. Rayhan maupun Vicko sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun, keduanya masih sibuk dengan pikiran masing-masing. "Apa Papa mencintai mama?" Rayhan membuka percakapan dengan sebuah pertanyaan. Vicko terlihat sedikit gusar dan terkejut. "Kenapa kamu nanya kayak gitu?" "Aku tahu. Papa nggak pernah mencintai mama, kan? Karena di hati Papa, udah ada orang lain." Vicko mulai curiga kalau dugaannya benar, bahwa dulu Evellyn sudah mengatakan semuanya pada putranya itu, dan itulah alasan kenapa Rayhan meninggalkan Bella. Biarpun Rayhan atau pun Evellyn tidak pernah mau mengatakan apa-apa padanya, tapi masa lalu itu pastilah penyebab utama masalah ini."Iya kan, Pa? Papa masih mencintai Tante Evellyn sampai sekarang. Dan nggak ada sedikitpun ruang di hati
"Terus kemarin kalian liburan ke mana aja? Apa yang kalian lakuin di sana? Apa kalian melakukannya lagi?" Mike yang kepo akut terus mengajukan pertanyaan pada Rayhan. "Melakukan apa? Jangan ngomong yang enggak-enggak, deh." "Aku tahu malam itu kamu sama Bella kan semalaman? Pakek nggak mau ngaku segala. Padahal aku selalu cerita semuanya ke kamu. Tapi kok kayaknya kamu punya banyak rahasia yang aku nggak tahu?" Mike tampak mengajukan protes atas kekecewaannya.Mendengar ocehan Mike, Rayhan hanya bisa menghela napas. Dia sedang malas menanggapi Mike untuk sekarang ini. "Sekarang kan Kakak udah tahu, jadi ya udah kan?" "Ya udah gimana? Kita harus bikin jadwal dong, buat double date lain kali. Kita liburan ke Bali berempat gimana, Ray?" Mike antusias sekali merencanakan tentang liburan. "Terserah kamu aja." Rayhan mau melangkah tapi Mike menahannya lagi. "Bentar, bentar." "Apa lagi?" Mike berjalan mendekati meja dan membungkuk mengambil sesuatu dari bawah meja. Dia memegang sebuah
"Hah?" Rayhan refleks mengusap-usap sekitar mulutnya. Dan malah ditertawakan oleh Bella. Pertanda wanita itu mengerjainya. "Jangan sembarangan, ya. Aku kalau tidur nggak pernah ngiler." "Kamu mana tahu kamu ngiler apa enggak. Kan kamu tidur." "Ya pokoknya aku tahu kalau aku nggak pernah ngiler." Rayhan menegaskan dengan kesal. Bella tertawa dan mengangguk-angguk. "Iya, iya, percaya kok." "Kamu ngapain ke sini? Ada yang mau dibicarain?" tanya Rayhan. "Kamu pasti nggak cek hape kamu, ya? Aku teleponin dari tadi nggak diangkat.""Iya, tadi aku habis selesai rapat. Maaf, belum sempet cek hape. Emang ada yang penting, ya?"Bella menggeleng. "Bukan hal yang terlalu penting juga, kok. Cuma aja, kata Melissa, Mike mau ngajakin kita buat double date nanti malam. Kamu bisa nggak?" "Double date?" Bella mengangguk-angguk. "Iya. Tapi kalau kamu capek juga, nggak apa-apa, kita nggak usah ikut." "Kamu pengen ikut?""Aku ngikut kamu aja," kata Bella santai."Ya udah, aku bisa kok," jawab Rayha
Mike melotot. "Udah berangkat? Mama berangkat dari subuh apa gimana?" Dia mengecek jam tangannya. "Sekarang aja masih terlalu pagi buat berangkat kerja. Nah mama udah berangkat dari tadi? Jangan-jangan mama tidur sambil jalan ya, Om?"Vicko yang sangat mengenal tabiat keponakannya itu hanya bisa geleng-geleng kepala sambil terus tersenyum saja."Boleh nggak, kalau aku pindah aja kerja di kantor Om Vicko? Capek banget diomelin mama terus." Mike mengeluh betapa cerewetnya sang mama. "Om sih, enak. Nggak perlu tiap hari ke kantor nggak ada yang ngomelin." Vicko malah tertawa. "Padahal Om juga pengen ada yang cerewet dan mengomeli Om." Mike pun nyengir. Dia tak bermaksud menyinggung Vicko yang berstatus duda itu. "Hehehe ... yang sabar ya, Om. Ya udah, aku berangkat dulu, Om. Nanti mama bakalan ngamuk-ngamuk kalau aku datengnya telat." "Hati-hati." Mike pun melenggang pergi. Seperginya Mike, Vicko mendapat telepon dari seseorang. "Halo? Oh, Pak Kenzo." Vicko tampak sangat senang mend
Bella bermaksud mau mendekati Rayhan, tapi Daniel melarangnya. "Mau ke mana? Mau ke tempatnya Rayhan?" "Iya.""Nggak usahlah. Kamu lihat sendiri kan, dia? Dia lagi sibuk pertemuan sama kliennya. Apa kamu mau ganggu?" "Tapi ...." "Kamu takut Rayhan cemburu? Aku pikir, dia nggak cemburu deh, sama kamu. Kamu lihat kan tadi, ekspresinya biasa-biasa aja. Itu tandanya dia percaya sama kamu," kata Daniel yang sebenarnya dia yakin kalau Rayhan cemburu. Bella masih khawatir, tapi Daniel terus membujuknya. "Udahlah, nggak apa-apa. Rayhan pasti ngerti kok, kalau kita cuma mau makan siang biasa aja. Kayaknya di sini tempatnya udah penuh deh, gimana kalau kita cari tempat lain aja buat makan?" Bella masih terus memandang ke tempat Rayhan yang sedang berbicara serius dengan orang yang diyakini Bella merupakan orang penting itu. "Yuk." Daniel merangkul Bella dan mengajaknya pergi, tujuannya pasti supaya Bella tidak bertemu dengan Rayhan. Saat Bella dan Daniel keluar, Rayhan menegakkan kepalany
Mobil Bella melaju membelah keramaian kota Jakarta. Dia sedang dalam perjalanan menuju tempat janjiannya dengan Rayhan malam ini. Jam digital di ponselnya menunjukkan waktu yang hampir merapat ke pukul tujuh malam. Bella semakin tak sabar untuk segera sampai ke sana dan menjelaskan semuanya tentang pertemuannya dengan Daniel tadi siang. Kenyataan bahwa sampai sekarang Rayhan tidak menelepon atau membalas chat-nya membuatnya khawatir akan ada kesalahpahaman di antara mereka. Sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Bella mengira itu adalah telepon dari Rayhan, tapi ternyata bukan. Evellyn yang meneleponnya. "Halo, Ma. Kenapa?" Bella sudah membelokkan mobilnya ke halaman Sweet Cafe saat menerima telepon dari mamanya. "Bella, ini saya," terdengar suara seorang perempuan di ujung telepon. Bella pun langsung mengenali suara tersebut. "Kak Maya? Kok Kakak pegang hape mama?" "Saya hanya mau memberitahu, kalau sekarang Bu Direktur ada di rumah sakit." Wanita bernama Maya yang merupakan sekre
Seseorang bersepatu hitam mengkilat dengan celana panjang berwarna selaras, berjalan dengan langkah santai di sebuah lorong rumah sakit. Setelah berjalan jauh, dia berhenti di depan sebuah ruang rawat inap VIP. Dia buka pintu tersebu dan masuk ke dalam. Evellyn sedang tertidur dan tidak menyadari ada seseorang yang masuk ke ruang inapnya. Dia sedang sendirian saat ini. Laki-laki itu terlihat meletakkan sekeranjang buah-buahan segar di atas sebuh meja kaca yang berada di ruangan tersebut. Lalu dengan langkah perlahan, dia mendekati Evellyn yang masih tertidur dan berdiri di sebelahnya. Entah karena merasa ada yang datang atau karena memang kebetulan terbangun, Evellyn membuka matanya. Dan saat melihat di sebelahnya mendadak ada orang selain Bella, dia tampak terkejut. Lebih tepatnya kehadiran orang ini tidak diharapkannya. "Kamu?" Rayhan tersenyum tipis. Sangat tipis sampai tak terlihat kalau dia sedang tersenyum. Paling tidak, dia sudah berusaha tetap bersikap ramah daripada harus
"Lebih baik Bella nggak pernah tahu sampai kapan pun. Iya, dia nggak boleh tahu tentang penyakit aku, Ra. Aku harap kamu jangan bocorin apa-apa ke dia," pinta Rayhan dengan sungguh-sungguh. "Tapi, Ray---" "Bella nggak boleh tahu. Okey?" Rayhan menegaskan sekali lagi. "Kamu bisa jaga rahasia kan, kali ini? Aku yakin kamu bisa, karena kamu juga udah pernah menyembunyikan sesuatu dari aku." Sebenarnya Naura kurang setuju kali ini. Mengingat masalah sebelumnya betapa hancurnya Rayhan saat mengetahui penyakitnya, Naura juga yakin hal itu pasti akan terjadi juga pada Bella. Sekarang atau nanti akan sama saja. Walaupun tidak mau membayangkan kemungkinan terburuk, tapi jika Bella tahu lebih awal, dia bisa mempersiapkan dirinya. Ibarat apabila seseorang berjalan dan tahu di depannya ada lubang, orang itu tidak akan jatuh ke lubang tersebut. Akan tetapi jika Rayhan yang memintanya untuk tidak mengatakan apa-apa, Naura tak bisa menolak. Mungkin saja Rayhan sudah mempersiapkan waktu yang tepa