Didalam mobil Devano tidak bisa diam. Kini Dr. Silva yang menjadi objek sasarannya hingga Dr. Silva kerepotan dan kesulitan mengendalikan laju kendaraanya. Devano terus merengsek mendekati Dr. Silva, meraba-raba dada dan menciumi wajah serta bibir Dr. Silva dengan membabi buta.
“Apa-apaan sih kamu Deev...!” Teriak Dr. Silva kewalahan menghadapi serangan Devano. Dengan tangan kirinya Dr. Silva berusaha mendorong wajah Devano dan tangan kanan mengendalikan setir mobil.“Aku sudah tidak tahan Sil... Berhentilah dulu disini, kita lakukan sebentar Sil..!” Bagaikan anak kecil Devano terus merengek. Bahkan ia mulai berusaha membuka pakaiannya sendiri.“Hentikan Deeev....!” “Plaak..!”Satu tamparan lagi mendarat dipipi Devano. Namun Devano seperti tidak merasakan itu. Ia terus menyerang Dr. Silva dengan berusaha memeluk dan menciumi dokter muda yang sedang menyetir mobil tersebut. Laju mobil tersendat-sendat bahk"Dev kemana ya ? Kok ditelpon offline melulu ?” Kasandra bertanya-tanya didalam hatinya.Terakhir Devano menghubungi Kasandra dengan panggilan video call, dan Kasandra saat itu tengah berpacu dengan nafsu haramnya bersama Dendi yang nota bene adalah mantan terindahnya. Sejak saat itu Devano senyap dan offline dalam waktu yang cukup lama. Kasandra tidak tahu bahwa malam itu ketika Dr. Silva menyelamatkan Devano dari perangkap Andini, ponsel Devano telah kehabisan baterai dan belum sempat di cas sampai saat ini. Sat ini Devano masih tertidur pulas disalah satu kamar dirumah Dr. Silva walau jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.Kasandra mencoba menghubungi kekantor cabang Surabaya dan ia mendapat kabar dari Lilis yang bertugas sebagai Respsionis dikantor itu kalau Devano belum masuk ke kantor hari itu.“Pak Dev masih belum masuk ke kantor Bu.” Demikian kira-kira jawaban dari Lilis.“Belum masuk ke kantor ? Kira-kira Bapak kemana ya
“Selamat siang !”“Selamat siang Pak, apa yang bisa kami bantu ?” Petugas kasir restoran tempat Devano makan semalam menjawab ramah salam Devano.“Bisakah saya bertemu dengan leader atau owner restoran ini?” Tanya Devano rada tegas namun tetap ramah.Dua perempuan yang berada dibelakang mesin hitung dikasir itu saling berpandangan. Dan salah satu dari mereka membisiki kawannya.“Orang ini yang membuat kericuhan semalam.”Kawan yang dibisikinya menoleh kembali kepada Devano dan mengingat-ingat kejadian semalam.“Kira-kira ada keperluan apa ya Pak ? “ Tanya salah satu petugas kasir itu memastikan maksud Devano bertemu dengan owner mereka.Devano merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompet lalu mengambil kartu nama dari dalam dompet itu.“Tolong katakan kepada Bos kalian bahwa saya ingin bertemu.” Ucap Devano menyodorkan kartu namanya.Gadis yang ber
“Selamat siang Nyonya !” Sambut seorang gadis yang bertugas dibagian penerima tamu kepada Mirna yang baru saja memasuki kantor Kasandra.“Selamat siang juga.” Jawab Mirna sumringah.Gadis yang tadi menyambutnya heran melihat perubahan besar yang terjadi pada diri Mirna yang tidak seperti biasanya Mirna selalu ketus dan bermuka masam.“Dimana aku bisa bertemu menantuku ?” Tanya Mirna selanjutnya dengan ramah menanyakan keberadaan Kasandra.“Ibu Kasandra masih berada diruang rapat Nyonya, kalau Nyonya mau, Nyonya bisa menunggu diruang kerja Ibu Kasandra.” Jawab gadis itu merasa senang melayani Mirna.“Baiklah, saya akan kesana. Terima kasih !” Ucap Mirna lalu berlalu menuju ruang kerja Kasandra. Ditangan kanan Mirna terlihat ia menenteng sebuah tas plastik yang sepertinya berisi rantang makanan.Siang itu Kasandra baru saja selesai memimpin rapat dengan beberapa orang klien. Ia melirik jam
Devano melangkah meninggalkan kantor lawyer tempat pengacara Fahri bergabung. Disana ada puluhan pengacara yang bernaung disebuah payung perkumpulan advokad yang dikepalai oleh seorang pengacara kondang bernama Ruslan Sirait. Dari namanya jelas pengacara yang tak muda lagi itu berasal dari tanah Batak. Ia terbiasa menangani kasus-kasus besar seperti pelecehan dan pemerkosaan serta pembunuhan berencana. Ruslan Sirait biasanya akan berdiri dipihak korban dan menuntut pelaku dengan seberat-beratnya. Ia tidak peduli apakah pelaku orang besar, ternama, bahkan pejabat dan keluarganya. Ruslan Sirait juga tidak memandang korban yang dibelanya apakah orang kaya atau orang miskin. Ia memang ingin mewujudkan keadilan dimuka bumi. Oleh karena itu nama Ruslan Sirait sangat ditakuti didunia peradilan.Devano hampir saja bertabrakan dengan lelaki setengah baya yang terlihat agak terburu-buru memasuki kantornya yang cukup megah. Devano dan lelaki yang tak lain adalah Ruslan Sirait itu berpanda
Siang itu Devano kembali ke Jakarta setelah seminggu lebih berada di Surabaya. Ia mempersiapkan mentalnya untuk menghadapi secara nyata sebuah kenyataan pahit yang sudah ia ketahui.Istrinya sudah berselingkuh dan hamil hasil dari perselingkuhannya itu. Ya... Kasandra sudah membagi cintanya kepada Dendi sahabatnya sendiri.Sakit ? Tentu sangat sakit. Tapi Devano berulang kali mengingat nasehat Dr. Silva sahabatnya, bahwa ia harus bertahan demi kenyamanan kedua orang tuanya yang sudah sangat berharap kehadiran seorang cucu yang tidak akan mungkin ia wujudkan walau ia menikahi wanita manapun.Kenyataannya Devano adalah lelaki mandul !Pura-pura tidak tahu ditengah kelukaan hati yang dalam ? Yah, itulah yang harus dilakoni lelaki dan suami malang itu.“Sudah sampai kamu Den ?” Tanya Devano kepada Dendi yang telah menunggunya di teras kedatangan bandara Soekarno Hatta Jakarta. Tak lupa Devano melemparkan senyum manisnya kepada Dendi sahabat pengkhian
Seketika kedua lelaki itu nampak menikmati rokok dan menerawang dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba ponsel Devano berbunyi dan ternyata Kasandra yang menelponnya.Hati Devano merasa malas menjawab panggilan telepon dari Kasandra, namun karena ada Dendi bersamanya, tidak mungkin ia tidak mengindahkan panggilan Kasandra. Karena Dendi sempat melirik layar ponsel Devano yang tergeletak diatas meja tempat mereka berdua duduk berhadapan. Devano tidak mau Dendi mencium ketidakharmonisan dirinya dengan istrinya. Devano masih ingin mengorek banyak keterangan dari Dendi dan untuk itu ia harus menjaga sikapnya.“Halo sayang !” Devano menjawab telepon dari Kasandra dengan hati kelu. Kata sayang yang ia ucapkan tidak lagi tulus keluar dari hatinya. Ia merasa seakan tidak sedang berbicara dengan istrinya.“Dev, kamu dimana ? Aku baru saja mengantar Mami kerumah sakit. Mami pingsan dan belum siuman.” Suara Kasandra terdengar risau diseberang sana.“Apa ? Mami masuk rumah saki
"Apa yang kamu lakukan Mas ?” Dina menegur Fahri suaminya yang tengah asyik memandangi foto pernikahan dirinya dengan Dr. Silva digaleri ponselnya. Perempuan itu berjalan mendekati Fahri dengan memegang perutnya yang mulai membesar.“Buat apa lagi kamu memikirkan perempuan jalang itu ?” Ucap Andini setengah berteriak begitu mengetahui kalau suaminya tengah memandangi foto mantan istrinya yang baru beberapa hari diceraikannya itu“Silva bukanlah perempuan jalang. Dia tidak bersalah.” Sahut Fahri seakan menyesali diri dan membela Dr. Silva.“Tidak jalang bagaimana ? Sudah jelas-jelas dia tidur dengan lelaki yang tengah bertelanjang bulat dikamar itu. Lalu kamu mengatakan itu tidak jalang ?” Dina semakin marah dan menghempaskan pantat duduk disofa yang berhadapan dengan Fahri. Wajahnya terlihat sangat kesal mendengar suaminya memuji perempuan yang baru ia jatuhkan talak beberapa hari yang lalu.“Kamu jangan ikut
Hari minggu pagi sudah terlihat kesibukan di kediaman Kasandra dan Devano. Walaupun hari libur mereka memang terbiasa bangun pagi.Kasandra menyiapkan sarapan, Dendi dan Devano terlihat mengobrol dimeja makan. Sekilas dua keluarga yang bergabung dalam satu rumah itu terlihat sangat harmonis. Dendi dan Devano mengobrol tentang banyak hal dan sekali-kali terdengar suara tawa mereka.Tak lama kemudian Andini keluar dari kamar yang berukuran kecil yang terletak disamping dapur dan ruang makan. Kamar itu sebenarnya untuk tempat tinggal pembantu rumah tangga. Namun karena Kasandra merasa tidak memerlukan seorang pembantu atau asisten rumah tangga, maka kamar itu selama ini kosong. Andini terpaksa menempati kamar tersebut karena Dendi suaminya tidak bersedia tinggal bersamanya dalam satu kamar yang ditempati Dendi dilantai atas bangunan berlantai dua tersebut.“Lho, Andini kok tidur dikamar pembantu ?” Devano kaget begitu melihat Andini keluar dari kamar it