Setelah pertengkaran itu Mas Aska tak lagi pulang malam. Sudah sebulan ini dia tepat pukul lima sore dia sudah sampai di rumah. Setiap hari sabtu dan minggu Mas Asaka juga mengajak kami pergi keluar sekedar cari makan atau beli eskrim.
Sepertinya Mas Aska sudah tidak lagi berhubungan dengan wanita itu. Meski saat pertengkaran itu di tidak menjawab permintaanku tapi dengan sikapnya sekarang aku merasa sangat lega, ternyata kami masih menjadi prioritas dan pemilik hati Mas Aska.Hari ini adalah ulang tahun pernikahan kami yang ke delapan. Kemarin aku sudah memesan sebuah kue ulang tahun untuk merayakan hari jadi pernikahan kami dan sore ini aku akan mengambilnya setelah mengantar putriku mengaji.Sebuah toko roti yang ada di pusat kota tempatku memesan kue. Roti dan kue di toko itu sangat cocok di lidah Mas Aska dan Azqiara. Ya meski harganya cukup mahal tapi kalau sudah suka pasti tetap jadi pilihan.Lalu lintas sore ini cukup ramai, mungkin karena berbarengan dengan jam pulang kerja. Beruntung sekali aku memakai motor jadi bisa menyelip di saat terjebak macet.Kutarik rem begitu lampu lalu lintas menyala warna merah. "Ya Alloh rame banget..." keluhku."Nafisah," Suara dari arah kananku.Kulihat seseorang membuka kaca helmnya. Doni teman kerja Mas Aska, duduk di atas motornya menoleh padaku."Mas Doni, Sudah pulang?""Iya, baru pulang,.. Mau kemana?""Mau beli roti. Mas Doni gak lembur?"Bukannya tadi Mas Aska bilang ada lembur. Tapi hanya dua jam."Gak ada lembur Naf....." jawab Doni yang membuatku penasaran. "Sudah empat bulan perusahaan tidak mau membayar upah karyawan di atas jam kerja. Kalau ada kerjaan yang belum selesai mending dibawa pulang, dikerjakan di rumah."Penjelasan Doni seketika memetik kembali api kecurigaan yang sebulan ini sudah padam. Jadi kamu membohongiku lagi, Mas.Tin........ Suara klakson dari kendaraan di belakang kami."Ya sudah duluan yang Naf." Mas Doni menjalankan motornya lebih dulu lalu segera aku ikuti melanjutkan perjalananku.Perjalanan menuju toko roti hanya tinggal beberapa menit lagi. Kupacu motor lebih cepat agar segera sampai. Saat hendak berbelok ke area parkiran toko tanpa sengaja aku melihat mobil Mas Aska terparkir di depan restoran cepat saji yang letaknya tepat di seberang toko roti.Aku putuskan untuk mengambil kue yang sudah aku pesan terlebih dulu setelahnya aku akan pergi ke restoran seberang untuk memastikan benar tidaknya itu mobil Mas Aska. Saat ini pikiranku hanya dipenuhi rasa curiga.Setelah selesai membayar aku menelpon kakak iparku sembari menunggu kue yang ku pesan dipacking."Mbak nitip Azqiara ya, aku ada perlu. Nanti setelah pulang ngaji Mbak bawa ke rumah Mbak dulu. Nanti aku jemput."Aku menitipkan Azqiara pada Mbak Sheza istri Mas Zamar. Jarak rumahku dan Mas Zamar tidak terlalu jauh. Beruntungnya sekolah dan tempat mengaji putriku dan keponakanku sama. Jadi sering aku menitipkan Azqiara pada kakak iparku jika aku ada perlu.Setelahnya aku menelpon Mas Aska namun tidak diangkat. Aku mengirim pesan tapi juga tidak dibaca.Hatiku mulai terasa panas, apalagi teringat dengan mobil yang terparkir di depan restoran seberang. Benar-benar membuatku semakin yakin jika mobil itu tidak hanya mirip tapi memang milik Mas Aska.Tak sabar aku berhalan sedikit terburu-buru menuju motor setelah menerima kue yang sudah aku bayar saat melakukan pemesanan kemarin. Aku nyalakan motorku dan mengarahkannya ke restoran cepat saji.Tak sampai lima menit aku sudah memarkir motorku tepat di samping mobil yang aku curigai milik Mas Asaka. Dan benar saja, ini memang benar mobil Mas Aska terlihat dari plat nomor."Sedang apa kamu di sini Mas? Hari ini Aniversary pernikahan kita, harusnya kamu mengahabiskan waktu bersama aku dan Azqiara." Gumamku dalam hati sembari berjalan masuk kedalam restoran.Kuedarkan pandanganku ke seluruh area restoran. Mulai dari area luar sampai dalam. Pandanganku berhenti tepat di pojok restoran di samping kaca.Seorang pria dengan kemeja warna biru sedang duduk membelakangiku. Sama persis dengan kemeja yang aku siapkan untuk suamiku tadi pagi. Mataku terasa memanas seiring dengan jantunngku yang terasa diremas kuat tatkala seorang wanita mendekat dan duduk di depan pria itu."Vania..." desisku menahan amarah yang serasa membakar hatiku."Lagi makan menjelang malam Mas?" ujarku berdiri tepat di samping Mas Aska."Nafisah," Mas Aska terlihat sangat kaget. "Kamu membuntutiku?" tanyanya dengan mata melotot.Apa?Beraninya dia melotot padaku, "Apa maksud dari tatapanmu Mas? Kamu sekarang sedang kepergok kencan bersama mantan kekasihmu lo Mas, kenapa kamu yang galak?" suaraku sedikit meninggi sampai membuat beberapa pengunjung melihat ke arah kami."Maaf, Nafisah. Sepertinya kamu..." Vania berdiri."Diam!!!! Aku tidak berbicara sama kamu. Duduk dan nikmati makananmu!" Aku menunjuk wajah Vania."Nafisah, jangan bicara kasar sama Vania!" Mas Aska menarik tanganku tidak terima mantan kekasihnya aku bentak.Kulihat Wanita itu tersenyum tipis, lalu memasang wajah melas sambil sesegukan seperti sedang menangis."Lihat semua orang melihat kearah kita! Apa kamu gak malu jadi tontonan banyak orang?" Mas Aska mendelik padaku.Ku hela nafas panjang lalu kutepis tangannya kasar. "Nggak.... Kamu dan dia yang harusnya malu. Kali ini aku tidak akan memaafkan kamu Mas."Sontak wajah Mas Aska berubah panik. Dia berusaha memegang tanganku tapi lagi-lagi kutepis tangannya dengan kasar."Rajutlah kembali benang asmaramu dulu yang belum usai tapi ingat, kamu akan kehilangan kami." Tak. kuhiraukan suara Mas Aska dan memilih pergi karena sudah muak melihat dua orang yang sedang lupa diri itu."Nafisah... Nafisah....," Suara Mas Aska memanggilku namun tak aku hiraukan.🌸🌸🌸"Nafisah.... Nafisah.... " Mas Aska mengejarku sampai di parkiran."Apa lagi?" kembali aku menepis tangannya yang mnecekal lenganku. "Kamu jangan emosi kayak gitu! Aku cuma menemaninya makan saja. Tadi aku.... "Aku mengambil kue yang aku taruh di atas jok motorku dan aku serahkan pada Mas Aska. "Temani dia makan sekalian ini buat hidangan penutup." Mas Aska terdiam, pandangannya tertuju pada kotak putih yang ada di tangannya. "Maaf aku.....""Lupa? Lupakan saja semuanya," Aku memotong kalimatnya. Dari jauh kulihat Vania berlari mendatangi kami. Segera aku memundurkan motorku. "Minggir!" Aku mendorong Mas Aska yang berdiri di depan motor ku."Tinggalkan motornya, biar nanti aku ambil. Kamu Pulang sama aku saja!" katanya sambil memegangi stir motorku dengan satu tangan. Aku tak menjawab, aku sudah sangat malas berbicara dengannya. Apalagi melihat wanita itu sudah semakin dekat. "Nafisah, biar aku jelasin," ucap Vania dengan wajah melas yang membuatku muak. "Aku sangat membencimu,
Aku sudah tak punya kesabaran lagi, tanpa menunggu jawaban aku beranjak pergi meninggalkannya sendirian. Aku harus menjemput Azqiara yang tadi aku titipkan di rumah Mbak Sheza, istri Mas Zamar. Tak sekalipun kudengar Mas Aska memanggilku sekedar untuk menenangkan aku. Sampai aku menyalakan motor, Mas Aska pun tak menyusulku. Kuhembuskan nafas berat. Sadar.... Nafisha.... Sadarlah kamu bukanlah orangnya. Mungkin lebih baik jika malam ini aku menginap di rumah Mas Zamar untuk menenangkan diri. Aku merasa sangat kesal dengan Mas Aska. Kecewa bercampur marah menggunung di dalam dadaku sampai membuatku merasa sesak. Dalam keadaan emosi tidak baik jika kami terus bersama. Lebih baik aku yang pergi untuk mengenangkan diri dan memiliki apa yang harus aku lakukan setelah ini. Untuk saat ini itu keputusan yang terbaik, aku butuh waktu untuk menenangkan dan membuat rencana selanjutnya. Jika nanti Mas Zamar bertanya alasanku menginap aku akan mengatakan Mas Aska sedang tugas di luar kota. T
Setelah menginap satu malam, pagi ini aku memutuskan untuk pulang. Aku pulang dengan mengendarai motor matic bersama Azqiara tanpa dijemput Mas Aska. Jangankan menjemput, menelpon atau sekedar mengirim pesan saja tidak. Padahal aku bersama putri kami. Segitu tak berharganya kami di matamu, Mas. Itulah sebabnya aku tidak akan melepaskan Azqiara apapun nanti jalan yang kita tempuh. Kuhela nafas panjang. Memang apa yang kamu harapkan Nafisa? Kamu tahu cintanya bukan untukmu, bagaimana bisa kamu mengharapkan perhatiannya. Rasanya aku sedang menertawai kebod*han yang selama ini aku lakukan. Seharusnya dulu kamu mencari tahu dulu tentang masa lalu Mas Aska, cinta masa lalunya sudah selesai apa belum? Supaya kamu tidak menyesal dikemudian hari, seperti saat ini. Ah percuma menyesal, nasi sudah menjadi bubur. Kini yang harus aku lakukan adalah memikirkan bagaimana caranya kami hidup tanpa Mas Aska? Aku harus belajar lebih mandiri lagi. Mulai sekarang aku harus serius menekuni dunia liter
Kak Sakha, seseorang yang memilik tempat tersendiri di album putih Abu-Abuku. Kenapa dunia tiba-tiba begitu sempit? Sudah lebih dari sepuluh tahun kami tidak bertemu. Shaka Shaifulloh, dulu dia sekolah dia termasuk cowok pintar tapi agak bandel. Dia bukan salah satu dari cowok-cowok populer yang aktif di OSiS, yang jadi rebutan siswi-siswi di sekolah. Juga bukan preman sekolah yang suka bikin onar. Dia Shaka cowok berwajah manis dengan kulit sawo mateng khas pribumi. Sikapnya yang cuek dan sedikit angkuh membuatnya juga salah satu cowok incaran di sekolah dulu. "Apa kabar? Masih ingat kan sama aku?" ujarnya dengan senyum yang MasyaAllah...... masih tetap memikat seperti dulu. Astaghfirullah....... Ya Alloh ampuni aku. Aku menggelengkan kepalaku kuat, kutepuk keningku beberapa kali untuk menghilangkan pikiran kotor yang sempat mampir di otakku. "Bunda kenapa?" Azqiara memegang ujung kemeja yang aku pakai. "A..... Bunda gak papa kok. Cuma emm...... bunda baru ingat cuciannya tadi
Aku memutuskan untuk mengajak Azqiara pulang setelah insiden videocall yang berujung kesedihan di wajah putri kecilku. Sepanjang jalan Azqiara kecil hanya diam saja. Tak satupun ucapanku ditanggapinya dengan kata-kata. Hanya gelengan dan anggukan saja yang diperlihatkan oleh gadis kecilku ini. Kuhela nafas beberapa kali untuk menghalau rasa marah dan sakit hati yang sudah memenuhi hatiku. Lihat Mas, apa yang akan aku lakukan setelah ini. Jika memang janda dan anaknya itu lebih kamu prioritaskan maka dengan berbesar hati aku dan Azqiara akan mundur. Sesampainya di rumah ternyata Mas Aska belum juga pulang padahal tadi dia sempat mengirim pesan jika dia akan segera pulang dan menjelaskan kejadian tadi. Tapi nyatanya, hatinya lebih berat meninggalkan wanita itu ketimbang menjaga perasaan putrinya sendiri. "Sayang mandi dulunya, mumpung masih sore." Kataku sambil menuntun Azqiara ke kamar mandi yang ada di dalam kamar utama. Sembari menunggu Azqiara selesai mandi, aku pindahkan baju
Sudah beberapa hari kami pisah ranjang. Dan sikap Mas Aska tetap sama, acuh dan tak mersa bersalah sedikitpun. Setiap hari pulang malam dan semakin tak peduli dengan putrinya. Aku juga sering mendengar dia berbicara lewat sambungan telpon dengan wanita itu. Biarlah, meski aku masih sangat mencintainya tapi aku sudah menyerah untuk menjadi satu-satunya wanita di hatinya.Pagi ini setelah mengantarkan Azqiara ke sekolah aku segera menuju rumah Tiara. Semalam sahabatku itu memberitahu jika hari ini ada pesanan kue basah yang harus dikirim sebelum jam 2 siang. Sudah dua tahun ini aku berkerja di catering milik sahabatku itu. Awalnya hanya sekedar bantu-bantu sebagai bentuk dukungan kepada teman yang sedang merintis usaha. Di awal-awal membuka usaha, Tiara tidak punya cukup uang untuk membayar karyawan. Di samping masalah keuangan yang belum stabil juga karena pesanan yang masih sedikit. Melihat itu hatiku tergerak untuk membantunya."Kamu hanya perlu membayarku dengan sepiring nasi untu
Pov Nafisah.Setengah empat sore semua orderan untuk hari ini sudah siap dan akan segera dikirim. Ada dua orang yang bertugas mengirimkan pesanan dan empat karyawan untuk memasak plus packing termasuk aku. Setelah mendapatkan upah untuk pekerjaan hari ini aku pun bergegas menuju rumah Mas Zamar, menyusul Azqiara yang sudah lebih dulu kesana bersama kakak ipar dan keponakanku. Sepanjang jalan pikiranku masih dipenuhi dengan pembicaraanku dengan Tiara tadi pagi. "Melihat sikap Aska yang arrogant, kamu yakin dia akan mengakui perselingkuhannya dan bersedia bercerai secara baik-baik?" Kata-kata Tiara tadi pagi. "Aku yakin seratus persen, laki-laki yang mementingkan image seperti Aska pasti akan menolak menceraikanmu apalagi dengan perselingkuhan sebagai alasan perceraian kalian." Sambungnya tadi pagi. Kurasa Tiara benar, sifat Mas Aska yang mementingkan reputasinya pasti akan mengelak dan tak mengakui hubungannya dengan Vania. Dan bisa aku pastikan dia akan menjadikan Azqiara sebagai
"Kak..." Aku terperanjat kaget melihat Kak Sakha ya g tiba-tiba sudah berdiri di belakangku. "Kamu sedang apa berjongkok di situ?" ulangnya lalu mengulurkan tangannya ke arahku. "Kamu nangis?" Sadar dengan wajahku yang sudah penuh air mata aku pun mengusapnya kasar lalu bangun dan berjalan cepat menuju motorku yang ada di halaman rumah Kak Shaka. "Maaf aku harus pulang. Terima kasih sudah dinizinkan mampir." Aku berbicara sambil memakai jaket dan helmet. "Tolong minggir," pintaku pada pria yang hnaya menatapku lekat tanpa mengucapkan sepatah katapun.Kuhela nafas, mengatur emosi yang sejak tadi sudah berkerumun di dalam dadaku. "Kak Shaka dengar kan? Tolong minggir!" Suara meninggi dan terdengar tegas. "Aku antar," katanya setelah mendengus kasar dan merebut kunci motor yang aku pegang. "Gak usah." Tolakku merebut kembali kunci motorku. "Aku bisa pulang sendiri." Dengan agak kasar aku menyingkirkan tangannya yang memegangi stir motor matic punyaku. "Jangan sok kuat! Kamu tidak p