Home / Romansa / Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya / Ibarat cermin hatiku sudah jadi kepingan.

Share

Ibarat cermin hatiku sudah jadi kepingan.

Author: iva dinata
last update Last Updated: 2023-10-27 01:29:17

Aku memutuskan untuk mengajak Azqiara pulang setelah insiden videocall yang berujung kesedihan di wajah putri kecilku. Sepanjang jalan Azqiara kecil hanya diam saja. Tak satupun ucapanku ditanggapinya dengan kata-kata. Hanya gelengan dan anggukan saja yang diperlihatkan oleh gadis kecilku ini.

Kuhela nafas beberapa kali untuk menghalau rasa marah dan sakit hati yang sudah memenuhi hatiku. Lihat Mas, apa yang akan aku lakukan setelah ini.

Jika memang janda dan anaknya itu lebih kamu prioritaskan maka dengan berbesar hati aku dan Azqiara akan mundur.

Sesampainya di rumah ternyata Mas Aska belum juga pulang padahal tadi dia sempat mengirim pesan jika dia akan segera pulang dan menjelaskan kejadian tadi.

Tapi nyatanya, hatinya lebih berat meninggalkan wanita itu ketimbang menjaga perasaan putrinya sendiri.

"Sayang mandi dulunya, mumpung masih sore." Kataku sambil menuntun Azqiara ke kamar mandi yang ada di dalam kamar utama.

Sembari menunggu Azqiara selesai mandi, aku pindahkan baju Mas Aska ke kamar tamu yang berada di samping ruang tamu. Di kamar itu sudah ada lemari dan meja lengkap dengan kursinya.

Kamar tamu itu sengaja kami siapkan untuk orang tua Mas Aska jika mereka berkunjung.

Tak hanya baju, semua barang Mas Aska aku pindahkan ke sana. Ini salah satu bentuk ketegasanku dan bukti dari ucapanku kemarin.

Sekitar pukul tujuh malam terdengar suara mobil Mas Aska berhenti di depan rumah. Tak lama suara gerbang terbuka lalu di susul pintu ruang tamu dibuka dari luar.

Aku tetap sibuk dengan piring kotor bekas makan malamku dengan Azqiara. Sedangkan putri kecilku yang sedang asyik nonton film kartun kesukaannya langsung beranjak pergi menuju kamar tak lupa menutup pintunya.

"Semua barang Mas ada di kamar tamu," beritaku sambil mengelap tanganku yang basah.

"Maksudnya?" Mas Aska menghentikan langkahnya yang hampir mencapai pintu kamar kami.

"Itu sekarang kamar, Mas." Aku menunjuk ke arah pintu kamar sebelah ruang tamu. "Mulai sekarang kita pisah ranjang." Sambungku lalu berjalan hendak mematikan televisi yang tadi ditinggal begitu saja oleh Azqiara.

"Jangan kekanakan kamu," geramnya dengan wajah memerah.

Apa? kekanakan katanya? Meski dadaku bergemuruh namun sekuat hati aku berusaha tenang. Kutatap netranya dalam, "Mas yang jangan egois!" ujarku tidak terima namun dengan nada setenang mungkin.

Ingatan tentang keberadaan Azqiara membuatku harus menekan emosiku. Bagaimanapun aku harus menjaga mental gadis kecil itu.

"Bukankah sudah kukatakan pilih salah satu? Dan dari sikap yang Mas tunjukkan, aku bisa menyimpulkan jika Mas lebih memilih wanita itu."

"Apa kamu tidak bisa lebih dewasa sedikit saja? Kamu kan tahu, dia itu di sini sendirian. Keluarganya jauh dan dia butuh orang untuk jadi sandarannya. Dia itu janda dengan anak satu yang perlu kita kasihani."

Ibarat cermin yang dihantam palu dan hancur berkeping-keping, seperti itulah hatiku saat ini. Tanpa terasa kaca-kaca yang mengaburkan pandanganku berubah menjadi butiran bening dan membasahi pipiku.

Sandaran katanya, kutarik nafas panjang ingin rasanya aku berteriak melampiaskan emosi yang sudah sejak tadi menumpuk didalam dadaku.

"Maka jadilah sandarannya! InsyaAllah aku ikhlas Mas, kehilangan laki-laki yang tidak bisa memprioritaskan diriku dan putriku dibanding orang lain."

"Tenang saja, aku sudah belajar dengan sangat baik selama ini untuk bisa menjadi wanita mandiri. Halalkan dia dan jandakan aku,"

"Jaga ucapanmu!" sentak Mas Aska. "Mulutmu itu terlalu pedas kalau bicara." Wajah Mas Aska memerah.

Di sisi tubuhnya kedua tangannya mengepal menahan emosi karena ucapanku.

"Ya, Mas benar. Aku memang bukan wanita lemah lebih lembut seperti mantan kekasihmu itu. Tapi setidaknya aku tidak pernah menjadikan suami orang sebagai sandaran hidupku. Aku tidak akan merusak kebahagiaan wanita lain untuk kebahagiaanku."

"Ka-mu....." Geram Mas Aska dengan mata memerah, dia melangkah lebar kearahku. Dengan kasar dia mencengkram kedua lenganku. "Sekali lagi aku ingatkan jaga ucapanmu!!"

Kutarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, kunikmati rasa sakit yang menjalar di kedua lenganku. Ini adalah rasa sakit pertama yang disebabkan oleh tangan suamiku.

Setelah delapan tahun pernikahan baru kali ini Mas Aska bersikap kasar padaku. "Apa yang kurang dariku Mas?" tanyaku dengan air mata yang tak bisa kutahan.

"Apa yang tidak aku lakukan untukmu? Semua kekuranganmu aku terima, semua permintaanmu aku lakukan. Inikah balasanmu atas pengabdian tujuh tahunku?"

"Aku hanya memintamu untuk sedikit saja mengerti posisiku?" Cukup sudah aku tak tahan lagi.

Kuhela nafas panjang lalu kutarik satu sudut bibir, "Aku wanita biasa seperti wanita pada umumnya yang tidak mampu membagi suamiku dengan wanita lain. Namun jika kamu berkeras hati, cobalah bertanya pada ibumu, apakah dia bisa menerima wanita dari masalalu ayahmu hadir di antara mereka?"

Perlahan genggaman tangannya terlepas. Namun ekspresi wajahnya tetap geram dengan dada naik turun.

"Jangan membawa orang tuaku dalam masalah kita!" Suaranya lirih namun penuh penekanan. Sepertinya amarah makin tersulut.

"Tamparlah, hal itu akan mempermudah jalanku lepas darimu."

Tangannya yang sempat terangkat seketika diturunkannya. Rautnya langsung berubah tenang, "Aku akan tidur di kamar tamu, mungkin kita butuh waktu. Sampai kamu bisa lebih tenang kita pisah ranjang."

Tanpa menunggu jawabanku laki-laki yang sudah aku temani selama delapan tahun itu melenggang pergi masuk ke dalam kamar tamu.

Maaf kali ini aku tidak bisa lagi memaafkan kamu. Kuusap air mata di wajahku lalu berjalan menuju halaman belakang rumah. Sengaja amu memilih tempat ini agar tak ada yang mendengar suaraku.

Aku menscroll nomor kontak di ponselku. Mencari nomor seseorang yang kemarin diberikan oleh Tiara, sahabatku.

"Halo," sapaku pada orang di seberang sana.

"Iya, saya Nafisah. Bisa segera diurus?"

Kudengarkan dengan seksama instruksi dari lawan bicaraku itu. "Siap, besok saya akan datang ke kantor untuk mengantar berkasnya."

"Iya, terima kasih." ucapku sebelum mengakhiri panggilan telpon.

🌸🌸🌸

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya   Extra part.

    [Kha, Nafisah mengalami kontraksi. Sepertinya akan melahirkan. Sekarang kami dalam perjalanan menuju ke rumah sakit Harapan Bunda. Kamu cepatlah menyusul.]Pesan dari Sezha yang seketika membuat Shaka panik. Dengan tangan gemetaran dia membereskan buku-bukunya. "Karena saya ada keperluan, tolong kalian kerjakan tugas harian halaman selanjutnya."Segera dia berlari keluar kelas setelah mengucapkan salam. Ruang guru yang ditujunya. Meminta tolong pada piket untuk menggantikan dirinya tiga jam ke depan. "Ada apa?" Geri yang baru masuk ruang guru langsung mengerutkan keningnya. Ada yang tak biasa dengan rekan kerjanya yang satu ini. "Istriku akan melahirkan," jawab Shaka tanpa menoleh ke lawan bicaranya. Yang nnya sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam ransel miliknya. "Katanya masih seminggu lagi, kok jadi sekarang. Dokter gak kompeten," gerutu Shaka sambil bergumam. Geri yang berdiri tak jauh darinya hanya mengulas senyum tipis, seolah melihat dirinya sendiri setahun yang lalu.

  • Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya   🌸🌸🌸

    Kabar bahagia tidak hanya datang dari keluarga kecil Shaka dan Nafisah. Dari luar pulau pun terdengar kabar yang tak kalah menggembirakan. Kabar dari dua sejoli yang terikat karena keterpaksaan. Arsya dan Kirana sudah mendaftarkan pernikahan mereka ke KUA setempat. Ternyata dalam hitungan bulan cinta itu akhirnya tumbuh di hati keduanya. Pernikahan yang terjadi karena keterpaksaan itu pun kini sudah sah di mata hukum dan agama. "Kehamilan Nafisah benar-benar membawa banyak keberkahan. Banyak berita bahagia setelah hadirnya calon anakmu itu, Kha." komentar Zamar sesat setelah Shaka memberitahu tentang keadaan perkebunan yang semakin baik juga tentang hubungan Arsya dengan Kirana. "Alhamdulillah, Mas benar. Banyak hal baik setelah kehadirannya. Aku benar-benar bersyukur atas anugrah yang Alloh berikan." Shaka pun tak henti-hentinya mengucap syukur atas anugrah yang tidak pernah ia sangka akan diberikan dalam waktu secepat ini. Saat menikahi Nafisah, pria itu tak pernah berani walau

  • Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya   🌸🌸🌸

    "Kayaknya kamu hamil deh, Naf." Seorang wanita cantik dengan hijab hijau toska berjalan masuk dengan seorang anak kecil di sebelahnya. "Mbak Sezha." Nafisah sedikit kaget melihat kakak iparnya yang tiba-tiba muncul. "Pintu gerbangnya gak dikunci. Nutupnya juga gak bener, jadi kami bisa langsung masuk." Sezha langsung menjelaskan tanpa ditanya. "Tapi aku sudah menguncinya kok," sahut Aydan dengan menepuk dadanya. "Terima kasih Aydan." Shaka mengacungkan dua jempolnya. "Sepertinya istri kamu itu hamil, Ka." Ujar Sezha mengulangi ucapannya tadi. "Beneran, Mbak" tanya Shaka dengan mata berbinar. "Dilihat dari tanda-tandanya sih gitu." Wanita berkulit putih bersih itu meletakkan tasnya diatas meja. Setelahnya memanggil Qiara yang sejak tadi memegangi tangan Bundanya. "Main sama Kak Aydan, ya. Bunda gak papa, sayang...." bujuk Sezha pada gadis kecil yang menampilkan raut wajah sedih. "Tadi Bunda muntah-muntah," jawab Qiara. Mata gadis kecil itu sudah mengembun. Nafisah mengurai s

  • Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya   🌸🌸🌸

    "Hidup tak selamanya tentang kebahagiaan. Namun terkadang hidup itu tentang menghadapi masalah dengan senyuman dan semangat. Hidup tidak akan lebih baik tanpa masalah tapi akan lebih bijak setelah mengalami banyak ujian."Hari terus bergulir tanpa terasa sudah lima bulan berlalu setelah kembali Shaka dan Nafisah ke Jakarta. Hari-hari mereka lalui selayaknya pasangan pada umumnya. Kadang bermesraan tak jarnah juga berdebat yang diakhiri dengan pengakuan salah dari Shaka. Seminggu sekali Aska akan menjemput Qiara untuk menginap di apartemen laki-laki itu dan satu bulan sekali berkunjung ke rumah kakek dan neneknya yang ada di luar kota. Namun tentu saja mengikuti jadwal kegiatan Qiara yang semakin besar semakin padat dengan Olimpiade dan eskul sekolahnya. "Ya Alloh.... Kak Shaka, kan sudah dibilangin kalah habis mandi handuknya jangan ditaruh di kasur. Tuh.... ada jemuran kecil di balkon," omel Nafisah begitu masuk kamar. Wanita itu baru saja dari kamar putrinya, memastikan gadis kec

  • Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya   🌸🌸🌸🌸

    Sudah di putuskan, Shaka dan Nafisah akan kembali ke Jakarta segera setelah kepulangan Arsya bersama Kirana. Tak mau menunggu lama satu haribsetalah kepulangan Arsya, suami Nafisah itu pun segera pamit. Sebelum pergi Shaka menyerahkan segala urusan perkebunan kembali pada Arsya. Tak lupa Shaka juga menceritakan tentang tawaran keluarga Gracia yang bersedia menanggung segala kerugian atas perbuatan Gracia dan Hartama yang sengaja berniat merusak citra baik hasil perkebunan milik mereka. "Aku sudah melaporkannya dan wanita itu sudah beberapa kali dipanggil ke kantor polisi namun masih sebagai saksi. Untuk kelanjutannya terserah kamu," ujar Shaka di malam sebelum keberangkatannya. "Silahkan, kamu putuskan sendiri apa yang menurutmu baik untuk perkebunan ini. Mulai hari perkebunan ini sepenuhnya tanggung jawabmu dan aku tidak akan ikut campur lagi. Tapi, jika boleh aku memberi saran, jangan pernah membukakan pintu untuk kucing yang pernah mencuri ikan di rumahmu." Tak bisa di pungkiri

  • Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya   🌸🌸🌸

    Kak Shaka berdiri membelakangi pintu dengan tatapan mengarah keluar jendela. Pelan aku mendekatinya. Kulihat rahangnya mengeras dengan otot-otot leher menonjol, ekspresi marah yang jarang sekali kulihat. "Mereka sudah pergi," beritahuku namun sampai beberapa menit tak mendapat respon darinya. Mungkin Kak Shaka merasa kesal padaku. Kurasa dia merasa aku membela Gracia. "Gracia meminta maaf. Dia menyesal sudah membuat kekacauan dan merugikan banyak pihak. Katanya dia akan menggangu rugi semuanya." Kusampaikan pesan dari Gracia. Sempat tak percaya namun itulah kebenarannya. Wanita sombong itu benar-benar meminta maaf. Entah tikus atau tidak, yang pasti dia tidak mau keluarga besarnya ikut menanggung hasil perbuatannya. Aku beralih ke sofa tak jauh dari jendela. Dari posisiku saat ini terlihat jelas ekspresi wajah Kak Shaka. Wajahnya memerah dengan dada naik turun. "Semua yang terjadi tentu tak bisa dikembalikan seperti sedia kala. Tapi dengan marah dan menyimpan dendam juga tak bisa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status