Wajah kedua pemuda-pemudi yang baru saja kembali dari hutan ini tampak pucat kelelahan. Meskipun akhirnya mereka berhasil keluar dari hutan Kiana dan Leon membutuhkan waktu yang lama untuk bisa sampai ke rumah.
"Kiana kau bilang tahu jalan, tapi sampai sore hari, baru kita bisa sampai rumah." Keluh Leon dengan wajah pucat, karena tidak sedikit binatang melata yang mereka berdua jumpai di jalan."Kau gila, seandainya kita tidak berpindah tempat sampai di jalur sungai. Kita tidak akan berakhir seperti sekarang." Kiana berucap terengah-engah, rambutnya yang terikat sudah berantakan dipenuhi oleh daun-daun kering dan ranting."Tapi, kalo aku tidak ke sungai aku tidak akan tahan dengan bau-bau darah itu." Protes Leon."Kenapa kau tidak menungguku sadar saja ...."Mereka berdua berakhir ribut mempermasalahkan siapa yang salah. Tidak sadar jika di depan pintu rumah ada ayah dan ibu Kiana yang sedang menunggu kedatangan mereka."Ke mana saja kalian berdua pergi?" ayah Kiana menatap horor kedua anak muda berbeda jenis kelamin itu."Huwaaa! Ayah, Ibu. Aku senang masih bisa melihat kalian." Kiana menangis langsung berlari memeluk kedua orang tuanya senang sekaligus haru, ia tidak menyangka dirinya masih hidup sampai sekarang."Apa yang sudah terjadi?" tanya ibu Kiana langsung merasa khawatir."Tadi kami diserang oleh beruang raksasa." Kiana menyeka air matanya, sambil menatap kedua orang tuanya seperti anak kecil, padahal tinggi badannya sama dengan ibunya."Kalian tidak terluka, kan?" ibu yang khawatir memperhatikan tubuh anak-anaknya, memastikan tidak ada yang terluka."Kami berdua baik-baik saja, kok." Ucap Kiana masih terharu.Leon hanya diam saja baju pria itu jika diperhatikan terlihat ada bercak-bercak samar bekas darah. Leon membersihkan bajunya yang bersimbah darah di sungai, makanya ia membawa Kiana yang tidak sadarkan diri ke sana juga."Kau juga tidak apa-apa, kan Leon?" tanya ibu Kiana, khawatir pada Leon seperti anaknya juga."Aman kok, Bu. Aku tidak terluka." Leon tersenyum senang."Leon yang menyelamatkan Kiana," ujar Kiana."Ayah senang kalian berdua selamat." Ayah memeluk Leon dan Kiana secara bersamaan, tidak perduli apa yang sudah terjadi yang penting anak-anaknya selamat."Ayah, Ibu. Ada yang Kiana ingin beritahukan." Kemudian ayah dan ibu Kiana mendekatkan telinganya ke mulut Kiana.Kemudian mereka berdua tampak terkejut sembari menatapi Leon, yang hanya diam saja sedari tadi."Terima kasih, Nak. Sudah menjaga Kiana." Ayah Kiana menepuk pundak Leon."Uum, aku rasa itu adalah kewajibanku untuk menjaga Kiana." Leon tersenyum senang, ia merasa berguna."Lain kali berhati-hatilah jika ke hutan.""Lagi apes kita tadi." Kiana berucap santai kepada kedua orang tuanya."Ayo siap-siap makan malam." Ajak ibu. Mereka berempat pun memasuki rumah. Leon merasa senang dengan kehangatan keluarga itu, ia merasa belum pernah merasakan kedekatan seperti itu sebelumnya dan ia menikmatinya....Hari sudah berganti, yang kemarin telah berlalu. Kiana dan Leon tidak begitu memikirkan kejadian yang telah terjadi di tengah hutan kala itu. Lagipula apa yang telah terjadi kemarin, adalah hal yang seharusnya biasa terjadi di dunia sekarang ini."Nah sekarang kau sudah tau banyak hal." Ucap Kiana hari itu duduk di ruang tamunya, setelah mengajari Leon hal-hal yang tidak begitu dimengerti olehnya."Iya, aku mengerti. Terima kasih Kiana." Senang Leon."Baiklah, aku pergi dulu.""Mau ke mana?" tanya Leon."Aku ada urusan kerjaan dengan Rachel." Ucap Kiana santai."Ke kota?""Yaps!""Aku ikut." Leon langsung berdiri semangat."Kau bantu Ayah dan Ibu saja." Keluh Kiana, ia hanya ingin berduaan dengan Rachel hari ini, karena terus bersama Leon, Kiana tidak punya banyak waktu untuk berhubungan dengan Rachel."Tapi, aku sudah berjanji untuk menjaga Kiana." Ujar Leon polos."Oh ayolah Leon, kau peka dikit kenapa sih.""Aku, kan juga ingin perhatianmu."Terang-terangan sekali...."Jadi dia ikut?" tanya Rachel tidak senang."Memangnya kenapa?" ketus Leon."Sudahlah, jangan pikirkan dia. Anggap saja dia tidak ada." Ucap Kiana tidak perduli lagi. Dilarang seperti apa pun, Leon tetap membuntuti dirinya tanpa rasa bersalah sedikit pun.Leon takjub menatap keramaian kota, seolah-olah itu adalah pertama kali untuknya. Leon tampak begitu lugu seperti anak kecil saat melalui jalan besar di sana, Kiana hanya memperhatikan tingkah Leon yang sedari tadi diam menatap takjub gedung-gedung tinggi.Kemudian mereka bertiga berkeliling, dengan berjalan kaki, sembari menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan untuk mereka.Namun, langit tiba-tiba berubah menjadi gelap. "Ada apa sebenarnya ini?" tanya Rachel bingung.Leon hanya diam menatapi langit siang itu, Kiana merasa tidak enak dengan keadaan.BLAR!DUAR!Petir menyambar dan membuat ledakan dahsyat tidak jauh dari mereka. Semua orang berlari ketakutan. Kiana terdiam tidak bergerak, kakinya bergetar ketakutan. Di saat-saat genting seperti itu, ia malah mengingat traumanya di masa lalu.Namun kali ini berbeda, kedua tangan Kiana ada yang menariknya sehingga sekarang ia tidak sendirian."Ayo cari tempat berlindung," ucap Rachel."Kita harus pergi secepatnya dari tempat ini." Ujar Leon, mereka berdua berucap secara bersamaan. Namun karena Kiana yang ketakutan akhirnya mereka mencari tempat berlindung terdekat—untuk menenangkan Kiana.Berada di tempat itu, tidaklah aman sama sekali. Monster-monster dari gerbang Dungeon yang tiba-tiba muncul menjadi banyak. Sedangkan manusia super yang dikerahkan, hanya sedikit.Salah satu dari monster itu menghancurkan tempat perlindungan Leon, Rachel, dan Kiana. Membuat ketiganya panik, tetapi Leon berani pasang badan dan memikirkan cara untuk bertarung walaupun ia juga tidak begitu mengerti.Lawan dia dengan angin. Leon mendengar suara tidak asing lagi, kemudian Leon berkonsentrasi mengeluarkan kekuatan angin dan membuat tameng dengan angin itu, sehingga petir yang menghantam mereka bertiga terpental."Di-dia manusia super?!" Rachel yang tidak tahu tampak sangat terkejut."Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan?!" Leon malah panik sendiri ia tidak tahu cara menyerang dengan kekuatannya, ia malah mendapat luka karena serangan dari monster berupa burung petir itu sempat mengenai dirinya. Ayo, bertukar.DEG!Suara tidak asing itu membuat Leon kehilangan kesadarannya seolah-olah ada yang menarik dirinya ke dalam kegelapan, dan tidak ingat dengan apa yang terjadi setelahnya.Kiana dan Rachel yang melihat Leon menggila ketika menyerang monster petir di hadapannya membuat, mereka berdua merinding ngeri. Bukannya langsung menghabisi monster itu, Leon malah memutilasinya dengan sadis menggunakan kemampuan super berelemen anginnya."Hahahaha!" Leon tertawa seram, sambil terus mencabik-cabik monster itu dengan kasar. Sehingga monster itu berteriak kesakitan, namun Leon tidak memberinya ampun sama sekali.Setelah selesai Leon dengan wajah datarnya mengelap bercak darah yang ada di wajahnya secara kasar, sembari berbalik menatapi Rachel dan Kiana yang merinding ketakutan.Leon terus berjalan maju, mendatangi Kiana dan Rachel yang saling merangkul satu sama lain.Kiana dan Rachel bersiap untuk melarikan diri, berusaha untuk menyelamatkan diri menerjang Leon, walaupun hampir mustahil karena mereka telah terjebak, jalan mereka satu-satunya untuk lari telah diblokir oleh Leon yang tidak mereka kenal sekarang."Apa sekarang Leon lepas kendali? Dia seperti bukan dirinya." Gumam Kiana ketakutan. Mata Leon yang semulanya hitam berubah menjadi kuning keemasan."Aku takut." Kiana memegang tangan Rachel. Pria itu kemudian pasang badan di depan Kiana."Jangan lukai dia." Ujar Rachel lantang."Cih!" Leon mendecak sebelum sempat mengucapkan sepatah kata apa pun, kemudian ia tiba-tiba jatuh tergeletak di hadapan Kiana dan Rachel. Menyisakan Leon yang saat ini terbaring terengah-engah karena menggunakan kekuatannya secara berlebihan.Kiana langsung menghampiri Leon yang setengah sadar itu, ia harus meng-heal Leon secepatnya agar pria itu segera pulih karena sudah dua kali nyawanya diselamatkan oleh pria misterius itu."Kiana, apakah dia tidak berbahaya?" tany
Di tengah lapang sunyi—tidak ada orang berlalu lalang, tampak dua orang pria yang saling berhadapan.Deru angin menerbangkan rambut kedua orang pria yang besar tubuhnya tidak jauh berbeda. Kemudian keduanya saling menyerang dan tinju tepat mendarat pada masing-masing pipi mereka...."Aku pulang!"Kiana masuk ke dalam rumahnya, untuk beberapa alasan Kiana akhirnya meninggalkan Leon sendirian hari itu untuk menjaga rumah dan ia baru saja kembali dari perjalanannya. Ia pergi ke pusat kesehatan bersama dengan orang tuanya. Beruntungnya saat itu Leon mau saja di tinggal, padahal biasanya ia selalu mengikuti Kiana."Kiana, sudah kembali! Selamat datang!" Leon bersemangat karena sudah merasa bosan sendirian dan hanya menonton televisi untuk menghilangkan kesuntukkannya."Kenapa wajahmu memar begitu?" Kiana malah tertarik dengan lebam yang terdapat di pipi Leon."Habis kepleset tadi di luar dan pipiku terbentur, hehehe." Alasan Leon kurang meyakinkan sebenarnya."Ada-ada saja, baru satu h
Kiana tersadar jika saat ini ia ketiduran di meja kerjanya. Matanya yang masih setengah tertutup pas menatap mengarah keluar jendela, menangkap bayangan seseorang yang tengah berdiri di sebuah batang pohon tidak jauh dari rumahnya. Matanya berkilat kuning dari sosok bayangan itu, tentu saja langsung membuat Kiana membelalakkan matanya kaget. Ia mengucek matanya, memastikan dan bayangan itu menghilang setelahnya. Apa itu tadi? Buru-buru Kiana menutup gorden jendelanya dan langsung bersembunyi di balik selimut, ia merinding ketakutan. ...Kiana keluar kamar dengan lesu di pagi harinya, matanya terlihat berkantung. "Pagi Kiana. Eh, kau kenapa?" Leon menangkap wajah Kiana yang tampak tidak segar sama sekali. Pria itu sedang duduk di sofa menonton televisi awalnya."Aku semalam mimpi buruk dan berakhir tidak tidur dengan nyenyak." Jujur Kiana masuk ke dalam kamar mandi, meskipun berjalan gontai."Sebaiknya kau tidur lagi, sebentar." Leon memberi saran."Aku ada kerjaan hari ini, setela
Apakah aku akan berakhir seperti ini? Kiana berpikir setengah sadar masih menggantung di udara.SYUT!Seorang pria menangkap Kiana tepat sebelum tubuhnya menyentuh bebatuan di bawah jurang. Mata pria itu berkilat marah sambil menatap portal Dungeon yang berada tepat di atas jurang. Dia adalah Leon yang saat ini tidak dalam keadaan sadarnya. Ada aura berwarna kemerahan yang menguar dari tubuh Leon.Bahkan Kiana dalam ketidak-sadaranya tampak terganggu karena energi besar yang Leon keluarkan.Tidak berkata apa-apa Leon terbang ke atas jurang membawa tubuh Kiana bersama dengannya. Kemudian ia menaruh tubuh tidak sadarkan diri Kiana di tempat yang ia kira cukup aman. Kemudian membuat pelindung untuk melindungi gadis itu.Apakah aku selamat? Kiana perlahan membuka matanya, kemudian ia melihat Leon di hadapannya memiliki tatapan yang tidak ia kenal."Sebaiknya kau beristirahat saja." Ucapnya dingin dan menutup mata Kiana dengan telapak tangannya, Kiana langsung tertidur dengan pulas. Tidak t
Merasa bukan dirinya yang dipanggil oleh pria asing itu Leon, membuang wajahnya dan melanjutkan tugasnya."Tuan, Noel!" pria itu langsung memegang bahu Leon. Leon mengernyit bingung tidak mengerti menatapi pria bermasker misterius tersebut. Saat ditatap Leon seperti itu, pria itu tampak terkejut dan langsung melepaskan tangannya dari bahu Leon."Ini aku, Bian." Pria bernama Bian membuka maskernya memperlihatkan wajahnya. Sekilas Leon, merasa tidak asing dengan wajah orang di depannya. Namun, Leon tidak mengenalnya sama sekali."Anda siapa? Sepertinya Anda salah orang." Leon bergegas pergi, tidak banyak orang di sekitar situ, Leon tidak ingin membuang waktunya. Dia juga tidak mengenalnya meskipun orang itu sudah memperkenalkan dirinya."Tuan! Tunggu aku. Tidak mungkin aku salah orang, walaupun sekarang Tuan terlihat berbeda." Leon tidak perduli dan buru-buru ia bergegas kembali ke tempat tinggalnya.Haruskah aku memukulnya, jika aku membawanya ke rumah Kiana takutnya itu malah akan mem
"Hmm, aku kenapa Kiana?" tanya Leon kebingungan. Kiana sempat merinding karena berpikir Leon akan menjadi orang lain barusan."Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya berbicara sendiri." Jawab Kiana. Mana mungkin Leon adalah manusia super itu, lagi pula saat pemeriksaan dia dinyatakan manusia super kelas B. Kiana melanjutkan pekerjaannya lagi, tidak ingin berpikir lebih banyak karena itu hanya akan membuatnya pusing sendiri."Apa ada yang bisa kubantu, Kiana?" tanya Leon, menawarkan bantuan."Kau beristirahatlah, tugasmu 'kan sudah selesai." Ucap Kiana menyusun barang belanjaan yang telah dibawakan oleh Leon.Leon tidak pergi ke mana-mana dan lebih memilih untuk memperhatikan Kiana.Sepertinya gadis itu mulai curiga. Leon mendengar sebuah suara di kepalanya."Hei siapa kau?!" Leon tiba-tiba berteriak membuat Kiana terkejut."Ada Leon?" Kiana ikut kebingungan juga."Diamlah! Mari kita berbicara empat mata." Pandangan Leon menggelap, dan ia merasa di pindahkan ke tempat lain...."Di mana aku?
Kiana langsung terduduk kaget, sekali lagi ia hampir mati karena manusia super dan berakhir dengan diselamatkannya ia oleh manusia super pula.Akibat kepanikannya, Kiana tidak terlalu fokus dengan apa yang mereka bicarakan awalnya, karena keterkejutannya Kiana sampai tidak bisa berpikir dengan jernih.Dengan cepat Kiana bangkit, kali ini ia bertekad akan menjadi orang yang lebih kuat dan menerima masa lalunya yang kelam. "Hei kalian! Jangan berkelahi di rumahku. Aku tidak ingin rumahku hancur!" Kiana malah berteriak memikirkan nasib rumahnya, jika rumahnya hancur dia tidak akan tahu mau tinggal di mana."Aku akan panggil warga.""Tidak semudah itu gadis manis." Ucap pria bermanik ungu sudah berdiri tepat di belakang Kiana."Sejak kap—" Serangan di arahkan pada Kiana. Dengan sigap, Leon langsung mengangkat Kiana melompat ke udara. Menggendong wanita itu, Kiana dengan refleks memeluk leher Leon karena takut—belum pernah seperti itu sebelumnya."Tutup matamu Kiana jika takut, kita harus
Bian tampak bingung mencari alasan, karena ia bukanlah pria yang pandai dalam berbohong."Ah, sepertinya karena mereka salah paham." Kiana menatap Bian tidak percaya karena penjelasannya yang ambigu."Aku sempat bertemu dengan Leon berbincang beberapa hal kupikir dia mengenal orang yang aku cari, mungkin itulah yang membuat orang-orang itu mengira bahwa Leon adalah kenalanku juga. Seorang manusia super kelas atas sepertiku ini punya banyak musuh. Maafkan aku, karenaku aku malah melibatkan, kekasihmu.""...."Kiana menatap Bian bingung dan langsung muncul kecanggungan di antara mereka berdua. "Sepertinya, kau salah paham. Aku bukan kekasihnya. Aku menganggap dia seperti saudara untukku." Kiana menatapi Leon yang masih tidak sadarkan diri.Kasihan sekali, Tuan. Gadis ini ternyata terlalu polos untukmu dan aku juga telah salah paham. Batin Bian mengerti praduga miliknya yang lalu, tidak benar sama sekali."Akan lebih baik jika dirinya segera menemukan keluarganya," Gumam Kiana."Tapi, ke