Share

Bagian 6 — Masa Lalu Kelam

Leon yang panik terdiam, setelah menyadari Kiana hanya tiba-tiba tertidur pulas ketika itu. Kemampuannya saat meng-heal Leon membuatnya kelelahan, meskipun mereka sudah saling bertukar energi sebelumnya. Tubuh Kiana masih belum terbiasa dengan kemampuannya yang sudah lama tidak ia gunakan sama sekali.

Leon memutuskan membawa Kiana pulang dengan menggendong Kiana di pundaknya, berjalan menyusuri hutan.

.

.

.

"Huwaaaa!"

Seorang gadis kecil menangis ketakutan, di tengah kobaran api besar dan di sekelilingnya tergeletak mayat-mayat orang yang sudah bersimbah darah. Di sana ada beberapa kerabat yang sudah tidak bisa tertolong.

"Hiks! Hiks!"

Gadis kecil itu menangis sesegukan ketakutan dengan tubuh bergetar. Di tengah kobaran api itu seorang pria dewasa berjalan tanpa ragu sedikit pun, api tidak mempengaruhi dirinya.

Matanya berkilat merah, dengan aura-aura berhamburan yang bisa menghancurkan benda-benda di sekelilingnya, membuatnya terlindung dari kobaran api. Sang gadis kecil hanya bisa ketakutan, dengan sisa keberaniannya ia berlari menjauh.

Siapa saja, tolong aku. Kumohon. Ucapnya dalam hati, karena suaranya sudah bisa keluar lagi.

Ia berlari tertatih-tatih dengan tidak beralaskan kaki saking ketakutannya, tidak perduli kakinya terluka akibat bara api yang ia injak. Belum lagi, ada banyak korban yang berserakan di kiri dan kanannya—ia melawan rasa ketakutannya.

BRUK!

Gadis kecil itu terjatuh karena tersandung oleh kayu di depannya. Tiba-tiba saja pria bertubuh kekar dengan mata berkilat marah, telah berdiri di hadapannya.

"Akh!" rintihnya ketika lehernya tiba-tiba dicekik oleh seorang manusia super yang kehilangan kendali atas dirinya karena terlalu banyak menggunakan kemampuannya dan lambat mendapatkan bantuan dari healer.

Aku belum ingin mati. Ayah, Ibu, aku takut. Pikirnya dengan tubuh bergetar di tengah cekikan pria itu.

DOR!

DOR!

Suara tembakan dari seorang manusia super asing yang juga tiba-tiba muncul dari balik api, kepala manusia super yang tengah mengamuk, langsung tertembus oleh peluru kuat yang bisa menembus pelindung miliknya.

Cengkraman pada leher sang gadis kecil pun terlepas, seketika sang manusia super langsung terbunuh dengan dua tembakan.

"Uhuk! Uhuk!" gadis itu mengambil nafas kasar, karena cengkraman kuat di lehernya dan juga akibat kepulan asap yang mengganggu jalan nafas di paru-parunya.

Sesaat sebelum ia tidak sadarkan diri, gadis itu melihat bayang-bayang dari pria muda yang mungkin hanya sedikit lebih tua darinya.

"Terima kasih." Gumam gadis kecil berakhir dengan tidak sadarkan diri akhirnya. Perlahan pandangan gadis kecil itu menggelap dan ia tidak sadarkan diri.

Meskipun tahu ia ditolong oleh seorang manusia super muda, tetapi pembunuhan yang berada tepat di depan matanya. Membuatnya menjadi sangat trauma untuk beberapa waktu, ia bahkan sampai memerlukan perawatan khusus untuk membuatnya tetap tenang ketika berhadapan dengan manusia super.

Ketika melihat manusia super, gadis muda itu berakhir dengan berteriak ketakutan dan menangis. Kejadian pembunuhan berdarah, merusak mentalnya yang saat itu masih terlalu dini. Belum lagi ada kerabatnya yang mati dalam kejadian itu. Nenek dan kakeknya. Ia berhasil melarikan diri juga berkat pelukan perlindungan dari kakek dan neneknya.

Akhirnya demi kebaikan anak perempuan mereka, orang tua gadis tersebut membawanya pindah ke sebuah desa yang penduduknya memilih menjadi orang normal dan menjalani hidup dengan baik jauh dari pertarungan, desa yang jauh dari kekacauan Dungeon dan tidak ada manusia super yang tinggal di tempat itu. Bukan karena penduduknya yang membenci manusia super, namun tidak ada gunanya jika manusia super tinggal di desa itu. Mereka tidak akan bisa mengasah kemampuannya jika tinggal di sana.

Itu adalah cerita masa lalu Kiana di masa mudanya. Tepat ia berumur 7 tahun.

10 tahun kemudian saat ia beranjak dewasa Kiana yang tahu jika dirinya adalah seorang healer mencoba bekerja di sebuah serikat petualang dan menjadi healer di serikat tersebut.

Perlahan Kiana mulai bisa berbaur kembali dengan para manusia, meskipun dirinya tidak bisa tertarik pada mereka karena masih terbayang-bayang dengan masa lalunya yang menakutkan.

Setelah bekerja selama 6 bulan di sana, Kiana memilih untuk berhenti dan kembali ke desa. Kiana yang hanya seorang healer kelas C merasa tidak cocok dengan pekerjaan menjadi healer karena menurutnya itu terlalu menguras tenaganya, apalagi terkadang ia harus meng-heal manusia super yang berada di level yang lebih tinggi dari levelnya karena ketidak-cocokan presentasi manusia super dan healer membuat energi bertentangan dan perbedaan level yang jauh membuat tidak nyaman proses pemulihan.

Hal itu, membuat Kiana kelelahan mental dan tubuh, akibat dari kekuatan gelap yang terkumpul di tubuh manusia super yang terlalu banyak menggunakan kekuatannya, energi gelap yang banyak berkumpul itu akan membuat manusia super mengamuk jika tidak cepat dipulihkan. Bukan hanya Kiana yang merasa tidak nyaman karena ketidak-cocokkan, manusia super juga akan mengalami hal yang sama dengan healer.

Mulai saat ini, aku tidak akan menjadi healer lagi, setidaknya aku bisa menghilangkan traumaku, dan bisa menghargai pahlawan yang sudah menolongku waktu itu, karena dirinya aku berusaha untuk tidak membenci manusia super dengan sungguh-sungguh. Walaupun pada akhirnya, aku tetap tidak bisa sepenuhnya suka dengan mereka juga. Tetapi, aku akan tetap menghargai perjuangan mereka yang menjaga kedamaian dunia ini. Mereka adalah pelindung dari dunia yang telah kacau ini.

Hari itu Kiana, meninggalkan serikat petualang dan kembali ke desa di mana ia bisa menjadi orang biasa di sana. Menjalani kehidupan normalnya sebagai orang biasa.

.

.

.

Perlahan Kiana membuka matanya. "Kau baik-baik saja?" seorang pria duduk di sampingnya di pinggir sebuah sungai. Pria itu keheranan karena melihat Kiana menangis dalam tidurnya.

"Aku di mana?" tanya memijat dahinya, baru saja ia bermimpi tentang masa lalu yang sangat ia ingin lupakan. Aku menangis. Kiana mengusap matanya yang mengeluarkan air mata.

"Kau mengigau tadi, lalu menangis." Ujar Leon. "Apa kau bermimpi sesuatu?" Leon tampak khawatir.

"Ya, seperti itulah."

"Kau baik-baik saja, kan?" Leon khawatir karena tangisan Kiana dalam tidurnya.

"Aku tidak apa-apa, aku hanya kelelahan saja karena tidak terbiasa menggunakan kemampuanku, dan aku teringat akan sesuatu. Tapi, tak apa." Jelas Kiana. "Oh iya, kenapa kita tidak balik saja ke rumah?" tanya Kiana langsung mengatakan hal lainnya, tidak ingin membahas tentang mimpi buruk masa lalunya.

"Itu ... aku tidak tahu jalan pulang." Leon mencoret-coret tanah dengan ranting pohon sambil berjongkok, tidak berani menatap Kiana merasa bersalah, Leon merasa tidak berguna sekarang. Ia juga hanya mengikuti arahan Kiana yang bilang padanya untuk mencari sungai membersihkan diri.

Kiana menepuk jidatnya. "Astaga." Kemudian Kiana melihat sekelilingnya. "Ayo, ikuti aku!" Kiana berdiri dan langsung berjalan. "Kita harus segera sampai di rumah sebelum malam. Aku tidak ingin bertemu binatang buas lagi."

"Kautahu jalan pulang?"

"Tentu saja, percaya padaku." Kiana berucap yakin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status