Leon yang panik terdiam, setelah menyadari Kiana hanya tiba-tiba tertidur pulas ketika itu. Kemampuannya saat meng-heal Leon membuatnya kelelahan, meskipun mereka sudah saling bertukar energi sebelumnya. Tubuh Kiana masih belum terbiasa dengan kemampuannya yang sudah lama tidak ia gunakan sama sekali.
Leon memutuskan membawa Kiana pulang dengan menggendong Kiana di pundaknya, berjalan menyusuri hutan...."Huwaaaa!"Seorang gadis kecil menangis ketakutan, di tengah kobaran api besar dan di sekelilingnya tergeletak mayat-mayat orang yang sudah bersimbah darah. Di sana ada beberapa kerabat yang sudah tidak bisa tertolong."Hiks! Hiks!"Gadis kecil itu menangis sesegukan ketakutan dengan tubuh bergetar. Di tengah kobaran api itu seorang pria dewasa berjalan tanpa ragu sedikit pun, api tidak mempengaruhi dirinya.Matanya berkilat merah, dengan aura-aura berhamburan yang bisa menghancurkan benda-benda di sekelilingnya, membuatnya terlindung dari kobaran api. Sang gadis kecil hanya bisa ketakutan, dengan sisa keberaniannya ia berlari menjauh.Siapa saja, tolong aku. Kumohon. Ucapnya dalam hati, karena suaranya sudah bisa keluar lagi.Ia berlari tertatih-tatih dengan tidak beralaskan kaki saking ketakutannya, tidak perduli kakinya terluka akibat bara api yang ia injak. Belum lagi, ada banyak korban yang berserakan di kiri dan kanannya—ia melawan rasa ketakutannya.BRUK!Gadis kecil itu terjatuh karena tersandung oleh kayu di depannya. Tiba-tiba saja pria bertubuh kekar dengan mata berkilat marah, telah berdiri di hadapannya."Akh!" rintihnya ketika lehernya tiba-tiba dicekik oleh seorang manusia super yang kehilangan kendali atas dirinya karena terlalu banyak menggunakan kemampuannya dan lambat mendapatkan bantuan dari healer.Aku belum ingin mati. Ayah, Ibu, aku takut. Pikirnya dengan tubuh bergetar di tengah cekikan pria itu.DOR!DOR!Suara tembakan dari seorang manusia super asing yang juga tiba-tiba muncul dari balik api, kepala manusia super yang tengah mengamuk, langsung tertembus oleh peluru kuat yang bisa menembus pelindung miliknya.Cengkraman pada leher sang gadis kecil pun terlepas, seketika sang manusia super langsung terbunuh dengan dua tembakan."Uhuk! Uhuk!" gadis itu mengambil nafas kasar, karena cengkraman kuat di lehernya dan juga akibat kepulan asap yang mengganggu jalan nafas di paru-parunya.Sesaat sebelum ia tidak sadarkan diri, gadis itu melihat bayang-bayang dari pria muda yang mungkin hanya sedikit lebih tua darinya."Terima kasih." Gumam gadis kecil berakhir dengan tidak sadarkan diri akhirnya. Perlahan pandangan gadis kecil itu menggelap dan ia tidak sadarkan diri.Meskipun tahu ia ditolong oleh seorang manusia super muda, tetapi pembunuhan yang berada tepat di depan matanya. Membuatnya menjadi sangat trauma untuk beberapa waktu, ia bahkan sampai memerlukan perawatan khusus untuk membuatnya tetap tenang ketika berhadapan dengan manusia super.Ketika melihat manusia super, gadis muda itu berakhir dengan berteriak ketakutan dan menangis. Kejadian pembunuhan berdarah, merusak mentalnya yang saat itu masih terlalu dini. Belum lagi ada kerabatnya yang mati dalam kejadian itu. Nenek dan kakeknya. Ia berhasil melarikan diri juga berkat pelukan perlindungan dari kakek dan neneknya.Akhirnya demi kebaikan anak perempuan mereka, orang tua gadis tersebut membawanya pindah ke sebuah desa yang penduduknya memilih menjadi orang normal dan menjalani hidup dengan baik jauh dari pertarungan, desa yang jauh dari kekacauan Dungeon dan tidak ada manusia super yang tinggal di tempat itu. Bukan karena penduduknya yang membenci manusia super, namun tidak ada gunanya jika manusia super tinggal di desa itu. Mereka tidak akan bisa mengasah kemampuannya jika tinggal di sana.Itu adalah cerita masa lalu Kiana di masa mudanya. Tepat ia berumur 7 tahun.10 tahun kemudian saat ia beranjak dewasa Kiana yang tahu jika dirinya adalah seorang healer mencoba bekerja di sebuah serikat petualang dan menjadi healer di serikat tersebut.Perlahan Kiana mulai bisa berbaur kembali dengan para manusia, meskipun dirinya tidak bisa tertarik pada mereka karena masih terbayang-bayang dengan masa lalunya yang menakutkan.Setelah bekerja selama 6 bulan di sana, Kiana memilih untuk berhenti dan kembali ke desa. Kiana yang hanya seorang healer kelas C merasa tidak cocok dengan pekerjaan menjadi healer karena menurutnya itu terlalu menguras tenaganya, apalagi terkadang ia harus meng-heal manusia super yang berada di level yang lebih tinggi dari levelnya karena ketidak-cocokan presentasi manusia super dan healer membuat energi bertentangan dan perbedaan level yang jauh membuat tidak nyaman proses pemulihan.Hal itu, membuat Kiana kelelahan mental dan tubuh, akibat dari kekuatan gelap yang terkumpul di tubuh manusia super yang terlalu banyak menggunakan kekuatannya, energi gelap yang banyak berkumpul itu akan membuat manusia super mengamuk jika tidak cepat dipulihkan. Bukan hanya Kiana yang merasa tidak nyaman karena ketidak-cocokkan, manusia super juga akan mengalami hal yang sama dengan healer.Mulai saat ini, aku tidak akan menjadi healer lagi, setidaknya aku bisa menghilangkan traumaku, dan bisa menghargai pahlawan yang sudah menolongku waktu itu, karena dirinya aku berusaha untuk tidak membenci manusia super dengan sungguh-sungguh. Walaupun pada akhirnya, aku tetap tidak bisa sepenuhnya suka dengan mereka juga. Tetapi, aku akan tetap menghargai perjuangan mereka yang menjaga kedamaian dunia ini. Mereka adalah pelindung dari dunia yang telah kacau ini.Hari itu Kiana, meninggalkan serikat petualang dan kembali ke desa di mana ia bisa menjadi orang biasa di sana. Menjalani kehidupan normalnya sebagai orang biasa....Perlahan Kiana membuka matanya. "Kau baik-baik saja?" seorang pria duduk di sampingnya di pinggir sebuah sungai. Pria itu keheranan karena melihat Kiana menangis dalam tidurnya."Aku di mana?" tanya memijat dahinya, baru saja ia bermimpi tentang masa lalu yang sangat ia ingin lupakan. Aku menangis. Kiana mengusap matanya yang mengeluarkan air mata."Kau mengigau tadi, lalu menangis." Ujar Leon. "Apa kau bermimpi sesuatu?" Leon tampak khawatir."Ya, seperti itulah.""Kau baik-baik saja, kan?" Leon khawatir karena tangisan Kiana dalam tidurnya."Aku tidak apa-apa, aku hanya kelelahan saja karena tidak terbiasa menggunakan kemampuanku, dan aku teringat akan sesuatu. Tapi, tak apa." Jelas Kiana. "Oh iya, kenapa kita tidak balik saja ke rumah?" tanya Kiana langsung mengatakan hal lainnya, tidak ingin membahas tentang mimpi buruk masa lalunya."Itu ... aku tidak tahu jalan pulang." Leon mencoret-coret tanah dengan ranting pohon sambil berjongkok, tidak berani menatap Kiana merasa bersalah, Leon merasa tidak berguna sekarang. Ia juga hanya mengikuti arahan Kiana yang bilang padanya untuk mencari sungai membersihkan diri.Kiana menepuk jidatnya. "Astaga." Kemudian Kiana melihat sekelilingnya. "Ayo, ikuti aku!" Kiana berdiri dan langsung berjalan. "Kita harus segera sampai di rumah sebelum malam. Aku tidak ingin bertemu binatang buas lagi.""Kautahu jalan pulang?""Tentu saja, percaya padaku." Kiana berucap yakin.Wajah kedua pemuda-pemudi yang baru saja kembali dari hutan ini tampak pucat kelelahan. Meskipun akhirnya mereka berhasil keluar dari hutan Kiana dan Leon membutuhkan waktu yang lama untuk bisa sampai ke rumah."Kiana kau bilang tahu jalan, tapi sampai sore hari, baru kita bisa sampai rumah." Keluh Leon dengan wajah pucat, karena tidak sedikit binatang melata yang mereka berdua jumpai di jalan."Kau gila, seandainya kita tidak berpindah tempat sampai di jalur sungai. Kita tidak akan berakhir seperti sekarang." Kiana berucap terengah-engah, rambutnya yang terikat sudah berantakan dipenuhi oleh daun-daun kering dan ranting."Tapi, kalo aku tidak ke sungai aku tidak akan tahan dengan bau-bau darah itu." Protes Leon."Kenapa kau tidak menungguku sadar saja ...."Mereka berdua berakhir ribut mempermasalahkan siapa yang salah. Tidak sadar jika di depan pintu rumah ada ayah dan ibu Kiana yang sedang menunggu kedatangan mereka."Ke mana saja kalian berdua pergi?" ayah Kiana menatap horor kedua
Kiana dan Rachel bersiap untuk melarikan diri, berusaha untuk menyelamatkan diri menerjang Leon, walaupun hampir mustahil karena mereka telah terjebak, jalan mereka satu-satunya untuk lari telah diblokir oleh Leon yang tidak mereka kenal sekarang."Apa sekarang Leon lepas kendali? Dia seperti bukan dirinya." Gumam Kiana ketakutan. Mata Leon yang semulanya hitam berubah menjadi kuning keemasan."Aku takut." Kiana memegang tangan Rachel. Pria itu kemudian pasang badan di depan Kiana."Jangan lukai dia." Ujar Rachel lantang."Cih!" Leon mendecak sebelum sempat mengucapkan sepatah kata apa pun, kemudian ia tiba-tiba jatuh tergeletak di hadapan Kiana dan Rachel. Menyisakan Leon yang saat ini terbaring terengah-engah karena menggunakan kekuatannya secara berlebihan.Kiana langsung menghampiri Leon yang setengah sadar itu, ia harus meng-heal Leon secepatnya agar pria itu segera pulih karena sudah dua kali nyawanya diselamatkan oleh pria misterius itu."Kiana, apakah dia tidak berbahaya?" tany
Di tengah lapang sunyi—tidak ada orang berlalu lalang, tampak dua orang pria yang saling berhadapan.Deru angin menerbangkan rambut kedua orang pria yang besar tubuhnya tidak jauh berbeda. Kemudian keduanya saling menyerang dan tinju tepat mendarat pada masing-masing pipi mereka...."Aku pulang!"Kiana masuk ke dalam rumahnya, untuk beberapa alasan Kiana akhirnya meninggalkan Leon sendirian hari itu untuk menjaga rumah dan ia baru saja kembali dari perjalanannya. Ia pergi ke pusat kesehatan bersama dengan orang tuanya. Beruntungnya saat itu Leon mau saja di tinggal, padahal biasanya ia selalu mengikuti Kiana."Kiana, sudah kembali! Selamat datang!" Leon bersemangat karena sudah merasa bosan sendirian dan hanya menonton televisi untuk menghilangkan kesuntukkannya."Kenapa wajahmu memar begitu?" Kiana malah tertarik dengan lebam yang terdapat di pipi Leon."Habis kepleset tadi di luar dan pipiku terbentur, hehehe." Alasan Leon kurang meyakinkan sebenarnya."Ada-ada saja, baru satu h
Kiana tersadar jika saat ini ia ketiduran di meja kerjanya. Matanya yang masih setengah tertutup pas menatap mengarah keluar jendela, menangkap bayangan seseorang yang tengah berdiri di sebuah batang pohon tidak jauh dari rumahnya. Matanya berkilat kuning dari sosok bayangan itu, tentu saja langsung membuat Kiana membelalakkan matanya kaget. Ia mengucek matanya, memastikan dan bayangan itu menghilang setelahnya. Apa itu tadi? Buru-buru Kiana menutup gorden jendelanya dan langsung bersembunyi di balik selimut, ia merinding ketakutan. ...Kiana keluar kamar dengan lesu di pagi harinya, matanya terlihat berkantung. "Pagi Kiana. Eh, kau kenapa?" Leon menangkap wajah Kiana yang tampak tidak segar sama sekali. Pria itu sedang duduk di sofa menonton televisi awalnya."Aku semalam mimpi buruk dan berakhir tidak tidur dengan nyenyak." Jujur Kiana masuk ke dalam kamar mandi, meskipun berjalan gontai."Sebaiknya kau tidur lagi, sebentar." Leon memberi saran."Aku ada kerjaan hari ini, setela
Apakah aku akan berakhir seperti ini? Kiana berpikir setengah sadar masih menggantung di udara.SYUT!Seorang pria menangkap Kiana tepat sebelum tubuhnya menyentuh bebatuan di bawah jurang. Mata pria itu berkilat marah sambil menatap portal Dungeon yang berada tepat di atas jurang. Dia adalah Leon yang saat ini tidak dalam keadaan sadarnya. Ada aura berwarna kemerahan yang menguar dari tubuh Leon.Bahkan Kiana dalam ketidak-sadaranya tampak terganggu karena energi besar yang Leon keluarkan.Tidak berkata apa-apa Leon terbang ke atas jurang membawa tubuh Kiana bersama dengannya. Kemudian ia menaruh tubuh tidak sadarkan diri Kiana di tempat yang ia kira cukup aman. Kemudian membuat pelindung untuk melindungi gadis itu.Apakah aku selamat? Kiana perlahan membuka matanya, kemudian ia melihat Leon di hadapannya memiliki tatapan yang tidak ia kenal."Sebaiknya kau beristirahat saja." Ucapnya dingin dan menutup mata Kiana dengan telapak tangannya, Kiana langsung tertidur dengan pulas. Tidak t
Merasa bukan dirinya yang dipanggil oleh pria asing itu Leon, membuang wajahnya dan melanjutkan tugasnya."Tuan, Noel!" pria itu langsung memegang bahu Leon. Leon mengernyit bingung tidak mengerti menatapi pria bermasker misterius tersebut. Saat ditatap Leon seperti itu, pria itu tampak terkejut dan langsung melepaskan tangannya dari bahu Leon."Ini aku, Bian." Pria bernama Bian membuka maskernya memperlihatkan wajahnya. Sekilas Leon, merasa tidak asing dengan wajah orang di depannya. Namun, Leon tidak mengenalnya sama sekali."Anda siapa? Sepertinya Anda salah orang." Leon bergegas pergi, tidak banyak orang di sekitar situ, Leon tidak ingin membuang waktunya. Dia juga tidak mengenalnya meskipun orang itu sudah memperkenalkan dirinya."Tuan! Tunggu aku. Tidak mungkin aku salah orang, walaupun sekarang Tuan terlihat berbeda." Leon tidak perduli dan buru-buru ia bergegas kembali ke tempat tinggalnya.Haruskah aku memukulnya, jika aku membawanya ke rumah Kiana takutnya itu malah akan mem
"Hmm, aku kenapa Kiana?" tanya Leon kebingungan. Kiana sempat merinding karena berpikir Leon akan menjadi orang lain barusan."Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya berbicara sendiri." Jawab Kiana. Mana mungkin Leon adalah manusia super itu, lagi pula saat pemeriksaan dia dinyatakan manusia super kelas B. Kiana melanjutkan pekerjaannya lagi, tidak ingin berpikir lebih banyak karena itu hanya akan membuatnya pusing sendiri."Apa ada yang bisa kubantu, Kiana?" tanya Leon, menawarkan bantuan."Kau beristirahatlah, tugasmu 'kan sudah selesai." Ucap Kiana menyusun barang belanjaan yang telah dibawakan oleh Leon.Leon tidak pergi ke mana-mana dan lebih memilih untuk memperhatikan Kiana.Sepertinya gadis itu mulai curiga. Leon mendengar sebuah suara di kepalanya."Hei siapa kau?!" Leon tiba-tiba berteriak membuat Kiana terkejut."Ada Leon?" Kiana ikut kebingungan juga."Diamlah! Mari kita berbicara empat mata." Pandangan Leon menggelap, dan ia merasa di pindahkan ke tempat lain...."Di mana aku?
Kiana langsung terduduk kaget, sekali lagi ia hampir mati karena manusia super dan berakhir dengan diselamatkannya ia oleh manusia super pula.Akibat kepanikannya, Kiana tidak terlalu fokus dengan apa yang mereka bicarakan awalnya, karena keterkejutannya Kiana sampai tidak bisa berpikir dengan jernih.Dengan cepat Kiana bangkit, kali ini ia bertekad akan menjadi orang yang lebih kuat dan menerima masa lalunya yang kelam. "Hei kalian! Jangan berkelahi di rumahku. Aku tidak ingin rumahku hancur!" Kiana malah berteriak memikirkan nasib rumahnya, jika rumahnya hancur dia tidak akan tahu mau tinggal di mana."Aku akan panggil warga.""Tidak semudah itu gadis manis." Ucap pria bermanik ungu sudah berdiri tepat di belakang Kiana."Sejak kap—" Serangan di arahkan pada Kiana. Dengan sigap, Leon langsung mengangkat Kiana melompat ke udara. Menggendong wanita itu, Kiana dengan refleks memeluk leher Leon karena takut—belum pernah seperti itu sebelumnya."Tutup matamu Kiana jika takut, kita harus