Beranda / Rumah Tangga / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 191. Kemana Lagi Harus Mencari?

Share

191. Kemana Lagi Harus Mencari?

Penulis: Putri Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-20 23:55:07

Lora terdiam sembari berpikir hingga tiba-tiba satu nama terlintas di otaknya apalagi pagi tadi baru saja bertemu.

Dan bisa dikatakan pula pertemuannya itu tidak berakhir dengan baik. Kemungkinan besar orang itu akhirnya menjadi dendam sehingga dengan teganya menculik Azhar.

“Freya. Iya, pasti dia yang menculik putraku,” ucapnya.

“Apa kau yakin, Lora?” tanya Grissham tampak ragu-ragu.

“Siapa lagi kalau bukan dia, Kak? Cuma dia yang nggak suka melihatku bahagia,” jawab Lora tanpa menoleh. Tangannya mengutak-atik ponsel lantas segera menghubungi Freya.

“Ada apa lagi menghubungiku?” tanya Freya ketus setelah panggilan tersambung.

“Dimana putraku?” sambar Lora langsung tanpa basa-basi.

“Hah?” Suara Freya terdengar terkejut. “Ya, mana aku tau dimana anakmu. Kan kamu ibunya.”

Lora berdecak kesal. “Nggak usah bohong! Kamu kan yang menculik anakku?” tanyanya disertai dengan desakan.

“What?! Enak aja kamu menuduhku! Aku nggak tau, ya, dimana anakmu berada,” jawab Freya terdengar tidak terim
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   321. Antara Percaya dan Ragu

    Dhafin tertawa kecil. Bukan tawa bahagia, melainkan tawa getir yang menyimpan banyak luka. Pandangannya kosong, terarah pada gelas di depannya. Jari-jarinya bergerak memutar sedotan dalam minuman, seperti mencari pelarian dari kekalutan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. “Bahkan sejak bercerai dari Lora, saya sudah hancur, Grissham,”ucapnya lirih, “hidup saya berantakan. Tidak ada arah, tidak ada tujuan.” Matanya sedikit berkaca, tapi ia cepat mengedipkannya. Ia tidak ingin terlihat rapuh. “Sekarang yang tersisa hanyalah anak-anak. Si kembar… mereka satu-satunya hal paling berharga yang saya punya.” Ia menghela napas, panjang dan berat. “Yang penting bagi saya, saya masih diperbolehkan bertemu mereka, masih bisa memeluk mereka, menjadi seorang ayah yang baik. Itu sudah lebih dari cukup.” Grissham menyandarkan tubuh di sandaran kursi, melipat tangan di depan dada. Satu kakinya disilangkan di atas yang lain, sikapnya tenang tapi tak sepenuhnya dingin. Tatapannya menyorot pe

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   320. Apa Kau Pelakunya?

    Ngotea AjaTempat yang dipilih oleh Grissham untuk memenuhi janji bertemu dengan seseorang. Kafe teh yang berlokasi di pusat kota ini sedang naik daun dan menjadi primadona di berbagai kalangan.Nuansanya kekinian dengan interior bergaya hangat dan nyaman, sangat cocok untuk tempat berkumpul bersama teman, keluarga, maupun untuk sekadar me time. Meski terbilang baru berdiri, kafe ini telah berhasil menarik banyak pengunjung berkat strategi pemasaran yang jitu dan atmosfer yang menyenangkan.Setiap hari, kafe ini selalu ramai. Pengunjung datang silih berganti, apalagi saat sore seperti ini.Bukan hanya anak muda, para pekerja kantoran pun kerap menyempatkan diri mampir untuk melepas penat selepas bekerja seharian penuh.Grissham termasuk salah satu pelanggan di kafe ini. Ia sudah beberapa kali datang kemari, terutama saat ingin menyendiri atau mengerjakan proyek-proyek yang bersifat rahasia. Contohnya seperti sekarang.Laki-laki itu duduk sendirian di salah satu meja dekat jendela kac

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   319. Saatnya Bertindak

    Grissham tidak langsung menjawab, membiarkan keheningan menyelimuti ruangan. Ia terdiam, menyusun kata-kata yang tepat sebagai jawaban. “Karena aku belum menemukan waktu yang tepat, Ayah. Aku berencana mempertemukan Lora dan Annelies, lalu menceritakan semuanya.”“Ayah tahu sendiri akhir-akhir ini kami sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga belum sempat,” ucapnya menjawab pertanyaan sang ayah.Pak Albern mengangguk perlahan, tetapi sorot matanya penuh penilaian. “Kali ini Ayah tidak setuju dengan tindakanmu itu.”“Seharusnya sejak awal kau sudah menjelaskannya. Ketika kau memutuskan untuk meminang Lora, di situlah seharusnya kau membuka semuanya tentang Annelies.”“Bukannya menunda-nunda yang justru memberi celah bagi musuh untuk menghancurkanmu,” balasnya.Grissham menghela napas panjang, lalu mendongak menatap langit-langit kamar. “Aku juga tidak menyangka kalau akan berakhir seperti ini.”“Kedatangan Annelies ke sini, awalnya memang aku rencanakan untuk mempertemukan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   318. Kebenaran yang Terlambat

    “Grissham!”Grissham yang tengah merapikan rambutnya di depan cermin meja rias menoleh ketika pintu kamarnya di buka dengan keras.Ia meletakkan sisir, lalu membalikkan badan hanya untuk mendapati sang ayah yang berjalan cepat ke arahnya dengan raut menahan amarah.Plak!Tamparan keras mendarat di pipinya.“Kau ini benar-benar membuat malu!” bentak Pak Albern tajam. Di tangan kirinya tergenggam sebuah iPad yang menyala, menampilkan sebuah tayangan.Grissham memegang pipinya yang terasa panas menyengat. Matanya menatap ayahnya penuh keterkejutan. “Ada apa, Ayah? Kenapa Ayah menamparku?”“Ada apa, katamu? Lihat ini!” Pak Albern menyodorkan iPad itu kasar ke arah Grissham. Rahangnya mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat, menahan diri agar tidak kembali melayangkan tangan pada sang anak yang sepertinya belum tahu apa-apa.Grissham memperbaiki posisi iPad dan mulai menyimak tayangan di dalamnya. Seketika, bola mata abu-abunya membulat.Ia dibuat sangat terkejut menonton video berdurasi

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   317. Runtuh di Tengah Sarapan

    Lora menghembuskan napas, lalu mengangguk patuh. “Iya, Ayah.”Melawan pun percuma. Mereka pasti akan tetap memaksanya untuk istirahat di rumah. Jika dilanggar, ayahnya pasti akan menyuruh bodyguard untuk membatasi pergerakannya.“Mama!”Lora menoleh dan mendapati dua buah hatinya berlari ke arahnya. Senyum di bibirnya mengembang lebar. Ia segera berpindah posisi menjadi berlutut sambil merentangkan tangan, bersiap menyambut keduanya.Bersamaan dengan itu, para pelayan dari dapur mulai mengantarkan sarapan yang sudah matang. Aroma sedap langsung memenuhi ruangan saat makanan ditata di atas meja.“Mama!” Dua balita itu menghambur ke pelukan ibunya, seolah baru saja bertemu setelah berpisah lama.Lora membalas pelukan mereka erat-erat, mencium kepala keduanya satu per satu. Sejak kemarin, ia sama sekali belum bertemu dengan si kembar. Rasa rindu disertai perasaan bersalah menyelinap di hatinya.Masalah yang terjadi benar-benar menguras emosi dan pikirannya. Ditambah lagi kondisi tubuh ya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   316. Patah Hati di Ujung Pengakuan

    “Hu-hubungan yang sangat dekat? Tanggung... jawab?”Lora tertawa pelan. Bukan karena lucu, melainkan tawa getir yang sarat kepedihan. Perkataan Grissham mungkin terdengar ambigu dan butuh penjelasan lebih lanjut. Namun, dirinya sudah tidak sanggup lagi mendengarkan apa pun yang justru hanya akan makin mencabik-cabik hatinya. Ia tak bisa lagi berpikir jernih, apalagi positif. Entah hubungan dekat macam apa yang mereka jalani, yang pasti hal itu membuat kepercayaannya hancur berkeping-keping. Ditambah lagi dengan tanggung jawab. Semua orang pun pasti akan berpikir yang tidak-tidak.“Apa… Kak Sham menyayanginya?” tanyanya lagi, seolah masih belum puas. Ia sudah tak mampu menggambarkan bagaimana bentuk hatinya kini. Terlalu sakit, sampai rasanya kebas.Grissham mengangkat kepala, menatap Lora sendu. Ia tak ingin menjawab, tetapi sorot mata wanita itu seperti memaksanya. Tatapan yang tak bisa dibantah. “Iya, aku sangat menyayanginya. Tapi–”“Cukup!” potong Lora sambil mengangkat tangan m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status