Home / Rumah Tangga / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 305. Senyuman yang Janggal

Share

305. Senyuman yang Janggal

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2025-05-02 23:54:18

“Pak Grissham.”

Sang pemilik nama itu menoleh, sorot matanya terarah pada Kirana yang duduk tak jauh darinya. Sebelah alisnya terangkat ringan, menunggu penjelasan.

Kirana menyentuh kerah blazernya sejenak, lalu berdehem pelan. Suaranya terdengar lebih kecil dari biasanya, mungkin karena semua mata kini tengah tertuju padanya.

“Apa boleh saya balik ke kantor lebih dulu? Saya ingin menyiapkan dokumen untuk meeting nanti.”

Grissham mencondongkan tubuh sedikit ke depan, kemudian mengangguk penuh pengertian. “Boleh, silakan.”

Setelah ini memang akan ada pertemuan tak kalah pentingnya dengan kolaborasi proyek bersama Veransa Corp.

Beberapa dokumen dan bahan untuk presentasi nanti harus dipersiapkan secara maksimal agar tidak terjadi kesalahan.

“Terima kasih, Pak.” Kirana segera membereskan iPad dan pulpen ke dalam tas kerjanya.

Sebelum benar-benar melangkah, ia menunduk sopan pada Pak Dharma. “Terima kasih banyak atas jamuannya, Pak.”

Namun, baru satu langkah diambil, sebuah suara menghent
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dhivia Rifki
jgn mudah termakan gosip yaaaa Lora
goodnovel comment avatar
Nur Khotimah Cassiopeia
ntar difoto terus disebar gosip kalau grissham selingkuh eleh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   315. Jawaban yang Tak Diinginkan

    Kelopak mata yang beberapa jam terpejam itu mulai bergerak, lalu perlahan terbuka. Lora mengerjapkan mata pelan, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya.Bibir pucatnya mendesis halus saat rasa pusing menyerang kepalanya. Entah sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri.Terasa ada beban berat di tangan kanannya, Lora mengalihkan pandangannya ke arah sana.Ada Grissham tengah duduk bersimpuh di lantai, kepala tertunduk, sambil menggenggam erat tangannya. Sepertinya laki-laki itu belum sadar jika dirinya sudah bangun.Sedikit panik, Lora meraba kepala dengan tangan kirinya. Ia mendapati dirinya mengenakan kerudung instan. Napasnya menghela lega. Rambutnya tertutup, aman dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Mungkin ibunya yang memasangkannya saat Grissham datang.Lora menggerakkan jemari kanannya perlahan. Detik berikutnya, Grissham mengangkat kepala dan langsung menatapnya dengan raut wajah yang tampak sangat khawatir. Ia hanya membalas dengan tatapan datar.“Sayang,

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   314. Trauma yang Terbangun

    “Aarrgh…!!!”Lora berteriak sekuat tenaga, mengguncang seluruh isi kamar dalam ledakan rasa sakit yang selama ini ia pendam dalam diam. Tubuhnya membungkuk, tangan mengepal dan menghantam dadanya sendiri yang terasa begitu sesak, seolah ada beban raksasa yang menghimpit tanpa ampun.Detak jantungnya berpacu cepat, berdegup seperti habis berlari jauh, padahal tubuhnya tetap diam di tempat. Seluruh badannya gemetar hebat, terutama kedua tangan yang kini tak henti bergetar disertai keringat dingin yang mulai membasahi kulit.Rasa panik, takut, dan luka yang terlalu dalam berpadu dalam satu letupan yang tak bisa ia kendalikan. Bayangan-bayangan itu tak juga lenyap, malah semakin menggila, berkecamuk, saling tumpang tindih, menyiksa pikirannya tanpa henti.“Lora!”Florence menerobos masuk dan langsung berlari ke arah Lora, lalu memeluknya erat. Teriakan memilukan tadi membuat jantungnya serasa ikut pecah. Dan benar saja, dirinya melihat Lora yang memukul kepala sendiri.Belum lagi melih

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   313. Luka yang Tak Pernah Sembuh

    Di tempat lain, Lora menutup pintu mobilnya yang terparkir sempurna di garasi rumah. Ia melangkah pelan menuju rumah utama dengan tubuh lunglai. Tatapannya kosong, seolah kehilangan gairah hidup.Kedua matanya sembab, dengan jejak air mata yang belum sepenuhnya kering. Bahkan kini, mata indah itu kembali berlinang. Tubuhnya terasa sangat lemas, tetapi ia tetap memaksakan diri untuk bertahan, setidaknya hingga sampai ke dalam kamarnya.Begitu membuka pintu dan melangkah masuk ke rumah, Lora mendapati ibunya dan Florence tengah duduk di ruang tamu. Keduanya tampak seperti sedang menunggunya.Namun Lora tidak mengatakan sepatah kata pun. Ia terus berjalan melewati mereka tanpa menyapa. Terlalu lelah, bahkan untuk sekedar mengeluarkan suara.Sebaliknya, respons kedua wanita itu sangat berbeda. Begitu melihat kedatangan Lora, mereka langsung bangkit dengan raut wajah penuh kekhawatiran.Tentu saja mereka sudah mengetahui apa yang menimpa Lora, bahkan Bu Radha sampai rela pulang lebih awal

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   312. Antara Tanggung Jawab dan Perasaan

    Grissham mengusap wajahnya kasar, pikirannya kacau. Tatapannya beralih pada Anneliese yang kini menatapnya penuh harap. Dalam hati, ia tidak tega meninggalkan perempuan itu untuk mencari tempat tinggal sendirian. Bagaimanapun juga, dirinya merasa memiliki tanggung jawab moral atas kehadiran Anneliese di sini. Akhirnya ia menghela napas berat dan mengambil keputusan. “Baiklah, aku akan mengantarmu mencari hotel terdekat.” Anneliese hanya mengangguk pelan sebagai jawaban, lalu mengikuti langkah Grissham kembali menuju ruangannya. Ia mengambil koper besar miliknya yang diletakkan tak jauh dari sofa. Grissham memastikan semua barang bawaan Anneliese tidak ada yang tertinggal sebelum melangkah keluar. Dengan sigap, tangannya mengambil alih koper dari tangan perempuan itu. “Pak Grissham, saya sudah ajukan negosiasi jadwal meeting. Mereka setuju untuk memundurkannya satu jam,” ujar Kirana saat Grissham hendak melewati mejanya. “Kebetulan, pemimpinnya juga sedang ada urusan pribadi yan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   311. Langkah yang Tertahan

    “Lora, tunggu!” Grissham ikut melangkah keluar, berusaha mengejar. “Lora!”Namun Lora tidak mengindahkan. Ia terus berjalan dengan langkah panjang. Embun tebal membungkus matanya seiring dengan langkah yang kian menjauh. Setetes, dua tetes, hingga akhirnya luruh tanpa bisa ditahan, membentuk aliran air mata yang deras membasahi pipinya.“Lora!” teriak teriak Grissham sekali lagi, suaranya meninggi dibalut kepanikan yang mulai tak terkendali.Ia bersiap melangkah mengejar, tapi belum sempat bergerak jauh, sebuah tangan lentik berkulit pucat tiba-tiba mencengkram lengannya, menghentikan geraknya. Sentuhan itu terasa dingin dan asing dalam kekalutan seperti ini. Langkahnya terhenti. Ia tak punya pilihan selain diam, membeku di tempat.Tatapannya hanya mampu mengikuti punggung Lora yang perlahan menjauh, mengecil, hingga akhirnya menghilang di balik tembok.Grissham menghela napas panjang, kasar, lalu berbalik badan. Matanya bertemu dengan tatapan perempuan itu yang menyiratkan penuh ta

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   310. Bukan Seperti yang Kau Pikirkan

    “Kak Sham!”Dua sosok berbeda gender itu sontak menoleh bersamaan. Seperti tersengat aliran listrik, Grissham membelalakkan mata, lalu buru-buru mengendurkan pelukannya. Jemari yang semula mencengkeram lembut punggung perempuan itu kini terlepas kaku, seolah tak tahu harus berbuat apa. Ia benar-benar tak menyangka dengan kedatangan Lora yang begitu tiba-tiba tanpa mengabari terlebih dahulu. “Sa-sayang….”Sementara itu, sang perempuan berambut pirang kecoklatan itu mengerutkan kening, menatap Lora seolah mencari tahu siapa dirinya.Ia lalu menoleh kembali ke Grissham sejenak saat mendengar gumaman tersebut, tetapi tak mengucapkan sepatah kata pun.Di ambang pintu, Lora berdiri kaku. Kedua tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih, menahan gejolak emosi yang mendesak keluar. Dadanya naik-turun cepat, napasnya memburu seolah tengah berusaha melawan badai dalam dirinya.Tatapannya menusuk tajam ke arah dua sosok yang berdiri berdekatan itu. Pandangan matanya seperti pana

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   309. Bukan hanya Sekedar Gosip?

    Lora menarik napas dalam-dalam, berusaha meredakan sesak yang menghimpit dadanya. Ia menghembuskannya perlahan lewat mulut, mencoba menenangkan gejolak dalam diri yang masih belum sepenuhnya reda. Ia mengulanginya beberapa kali, hingga detak jantungnya mulai melambat dan pikirannya sedikit demi sedikit terasa lebih jernih.Logikanya perlahan kembali bekerja, menyingkirkan kabut emosi yang sempat membutakannya.Lora pun teringat kembali pada ucapan Mira beberapa menit yang lalu. “Kamu jangan langsung percaya, ya. Cari tau dulu kebenarannya.”Kata-kata itu bergema di benaknya, menjadi pengingat bahwa apa yang tersebar di luar sana belum tentu mencerminkan kenyataan. Pemberitaan bisa menyesatkan, dan gosip bisa tumbuh dari kebohongan yang dibumbui. Ia tak bisa gegabah. Tidak adil rasanya jika langsung menghakimi hanya dari satu sisi, tanpa memberi kesempatan bagi Grissham untuk menjelaskan.Lora menghela napas panjang, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. Tatapannya kosong mengarah k

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   308. Terlalu Nyata untuk Disangkal

    “Nggak! Ini pasti bukan Kak Sham. Kak Sham nggak mungkin kayak gini,” seru Lora, suaranya hampir tercekik oleh kebingungannya.Ia menggelengkan kepala, berusaha keras menangkis kenyataan yang tampak begitu jelas di layar ponselnya. Mata Lora terfokus pada gambar yang terus terpapar di layar.Perasaan tak enak merambat di dadanya, tetapi ia menepisnya begitu saja. “Ini pasti cuma gosip. Pasti ada yang sengaja mau hancurkan kami.”Lora sangat yakin foto yang tersebar hanya untuk memanas-manasinya saja. Mungkin saja foto itu hanya hasil editan. Meskipun seakan tampak nyata, tetapi ia tak akan mudah terperangkap.Jarinya bergerak cepat, terus menggulir layar, berharap menemukan sesuatu yang bisa membantah apa yang sudah dilihatnya. Namun saat postingan berikutnya muncul, hatinya semakin berat.Judulnya hampir sama, dan foto yang sama—Grissham, tampak akrab dengan seorang perempuan yang jelas bukan dirinya. Entah bagaimana, semakin banyak berita yang mengarah pada dugaan perselingkuhan.Se

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   307. Postingan yang Mengejutkan

    “Itu… anu… Bu Lora belum tahu kalau ada–” perkataannya langsung terputus saat salah satu temannya menarik lengannya dengan cukup kuat. Kepala si penarik menggeleng cepat disertai tatapan melotot penuh peringatan.Lora menatap mereka bergantian. Kerutan di keningnya makin dalam, jelas menunjukkan rasa penasaran yang mengganjal. “Tahu tentang apa?”“Bukan apa-apa kok, Bu,” sahut perempuan satunya sambil tersenyum. Sebuah senyuman kaku yang lebih terlihat seperti upaya menutupi sesuatu.Lora tak lantas percaya begitu saja. Tatapannya menyipit. Matanya memicing, menelusuri wajah dua perempuan di hadapannya dengan curiga. Ada sesuatu yang disembunyikan, dan ia bisa merasakannya. Namun, ia akhirnya hanya mengangguk pelan. Tak ingin membuat suasana menjadi canggung atau memperpanjang masalah yang belum jelas.“Ya sudah, saya ke ruangan dulu. Kalau kalian butuh bantuan, bilang saja ke saya. Tidak perlu sungkan,” ucapnya.“Baik, Bu,” balas mereka hampir bersamaan, terdengar agak gugup.Lora

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status