"Jadi kamu ngusir aku, Van?" Tanya Adam dengan ekspresi tidak percaya.Gevan tertawa sumbang. "Sudah kubilang kalau Aluna itu calon istriku, Dam! Dan aku juga tidak akan ragu untuk memecat kamu kalau masih juga berusaha mendekati Aluna!"Lalu dengan langkahnya yang panjang dan pasti, Gevan pun bergerak menuju pintu keluar dan langsung membukanya dengan kasar. Tatapan tajamnya kembali terhunus ke arah Adam yang masih berdiri mematung dalam diam."Tunggu apa lagi? Silahkan keluar, Mr. Adam James Wrighton," ucap Gevan dengan nada sedingin es kutub utara.Adam menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menghela napas pelan. Tak ada gunanya melawan Gevan yang sedang emosi, itulah yang Adam sadari setelah delapan tahun berteman dengannya.Gevan memang sangat temperamental dan mudah meledak-ledak, apalagi jika sedang emosi. Amarahnya yang berkobar itu ibarat badai besar yang akan menyapu segalanya hingga porak-poranda. Lebih baik jika kita diam dan menyingkir sejauh mungkin daripada ikut hilang
Saat ini Aluna sedang mengobati luka-luka di wajah Gevan akibat pukulan serta tamparan dari ayahnya, Andromeda. Gadis itu benar-benar tidak menyangka kalau mantan bosnya itu bisa sesadis ini memukul putranya sendiri, anak satu-satunya pula!"Apa Pak Andro sering melakukan ini pada Pak Gevan?" Guman Aluna pelan. Ia sebenarnya bermaksud mengatakan kalimat itu hanya di dalam hati, namun tanpa sadar malah terucap pelan dari mulutnya.Namun Gevan yang mendengarnya pun hanya diam saja, sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaan itu. Ia tahu kalau Aluna shock melihat sikap kejam ayahnya, karena selama ini pasti yang Aluna tahu hanyalah tentang Andromeda Samudra yang baik hati dan ramah. Aluna menatap dalam-dalam lelaki itu saat ia telah selesai mengobati wajah Gevan."Pak... bolehkan kalau saya bertanya?" Gevan masih diam dan membalas tatapan gadis itu dengan wajahnya yang penuh lebam. "Silahkan saja, tapi aku tidak akan menjawabnya."Kening Aluna pun seketika mengernyit. "Setid
Keesokan harinya, hanya Gevan yang datang ke kantor. Aluna benar-benar dilarang keras untuk bekerja. Selain karena Andro dan Desti khawatir kalau putra mereka itu akan kembali 'menyerang' Aluna seperti semalam, Desti juga ingin mengajak calon menantunya itu mencari oleh-oleh untuk dibawa ke Jogja sebagai buah tangan untuk orang tua Aluna.Ya, besok rencananya Andro dan Desti akan berkunjung ke Jogja dengan tujuan untuk melamar Aluna. "Capek, Lun?" Tanya Desti penuh perhatian, saat mereka sedang melihat-lihat syal sutra yang akan diberikan sebagai oleh-oleh untuk Mamanya Aluna.Aluna menggeleng. "Nggak, Bun. Aluna baik-baik saja, kok," sahutnya sambil tersenyum.Baru kali ini Aluna shopping dengan Desti, dan mereka ditemani oleh Mbak Sella asisten pribadi calon mertuanya itu."Ini Mbak Aluna, jus alpukat dengan gula sedikit." Sella menyodorkan segelas jus ke hadapan Aluna yang hanya bisa garuk-garuk kepala sambil meringis.Masalahnya, sedari tadi Desti terus saja menyuruh Sella memb
"Mas Gevan?!" Aluna benar-benar kaget saat Gevan tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang periksa kebidanan, dan sontak ia pun menjerit. Gimana nggak kaget? Masalahnya tadi itu sebenarnya Aluna dan Gevan sudah mencapai sebuah kesepakatan, kalau yang akan masuk ke dalam ruang periksa dokter ini hanyalah Aluna. Sedangkan Gevan hanya akan menunggunya di luar hingga kandungan Aluna selesai diperiksa. Aluna bahkan sudah merekam diam-diam semua percakapannya dengan dokter kandungan dengan menggunakan ponselnya. Tujuannya adalah agar Gevan dan Bunda bisa mendengar langsung kondisi anak yang ada di kandungan Aluna. Tapi kenapa lelaki ini malah tidak melakukannya sesuai kesepakatan?Aluna pun mendelik menatap Gevan yang dengan santainya berjalan masuk ke dalam, lalu pria itu melemparkan senyum datar pada dokter wanita yang sedang memeriksa Aluna. "Permisi dokter, saya adalah ayah dari janin yang dikandung Aluna. Gimana kondisi anak saya?" Tanya Gevan sambil berjalan ke arah Aluna yang berbar
'Apartemen Mas Gevan besar banget.'Aluna melangkah masuk dengan ragu, namun ia tak bisa menampik kekagumannya pada unit milik calon suaminya itu. Gevan membawanya masuk dan duduk di ruang tamu yang didominasi warna-warna monokrom--mirip seperti ruang kerjanya. Namun yang Aluna sukai di apartemen ini adalah hiasan dinding berupa lukisan-lukisan abstrak aneka corak warna yang membuat suasana jauh lebih hidup.Aluna tampak tertarik dan terus berdiri memandangi sebuah lukisan abstrak berwarna perpaduan kuning, putih dan abu-abu. "Kamu suka sama yang itu?" Tanya Gevan yang baru datang dari dapur membawa jus alpukat untuk Aluna, dan ia meletakkannya di atas meja tamu.Aluna mengangguk pelan dengan mata yang masih tertuju pada lukisan itu. "Suka banget sama warnanya. Meskipun bentuknya mirip tumpahan cat, tapi kelihatan artistik banget," komentarnya.Dengus tawa pun terdengar dari Gevan. 'Tumpahan cat, katanya? Belum tahu aja si Aluna kalau lukisan itu pernah ditawar seharga mobil SUV.'"
"Aku nggak bisa tidur karena baru kali ini berada dalam satu apartemen dengan wanita, namun dengan kamar yang berbeda," jawabnya dengan suara seraknya yang terdengar sangat seksi di telinga Aluna.Nada maskulin Gevan membuat Aluna sejenak terpana.Namun ketika sebuah kenyataan kembali datang untuk menghantamnya bagai petir yang menyambar, gadis itu pun baru tersadar. Sambil melipat tangan di dada, Aluna menatap Gevan dengan kedua alis terangkat menghakimi."Baru kali ini berada dalam SATU apartemen dengan wanita, namun dengan kamar yang BERBEDA?" ulang Aluna dengan nada sarkas. "Wow. Aku nggak nyangka kalau Mas Gevan yang datar dan dingin ini ternyata palyboy juga," sindirnya.Dengus tawa terdengar pelan dari bibir pink pucat Gevan. "Playboy sih engak, cuma yaa.. gitu deh," ucapnya menggantung tak pasti. "Kenapa? Cemburu? Jangan khawatir, aku tipe yang serius kalau sudah berkomitmen, kok. Toh aku juga nggak mempermasalahkan dan malah menerima masa lalu kamu, kan?" cetusnya sambil me
Saat pagi harinya, Gevan pun terbangun ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah gorden terasa menusuk matanya. Sambil mengerjap pelan dan memicingkan mata, ia menatap jam berbentuk bulat berwarna hitam yang menempel di dinding, lalu terkesiap kaget saat mengetahui bahwa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi!Pukul tujuh pagi??Gevan masih bengong karena baru kali ini dirinya bangun pagi sesiang ini. Kepalanya pun sontak menunduk untuk menatap seraut wajah cantik di dalam dekapannya yang masih terlelap damai dalam tidur.Aluna. Seulas senyuman lembut tanpa sadar kemudian tercetak di bibirnya, saat menyebut nama itu di dalam hatinya dengan penuh memuja. Gevan merasakan secercah perasaan asing yang kini tengah menyeruak di dalam batinnya. Rasanya seperti... ... mendengar suara pelan dari debur ombak. Seperti berbaring di atas pasir pantai yang lembut dan hangat. Seperti bergelung di dalam selimut tebal yang sangat nyaman. Seperti sebuah perasaan damai, dan juga terpenuhi..
Kedatangan mereka pun disambut hangat oleh kedua orang tua Aluna yang bernama Bagas dan Anggita. Pertama-tama Aluna mengenalkan Andromeda dan Desti kepada Papa dan Mamanya, lalu kemudian mengenal Gevan sebagai calon suaminya.Pada awalnya mereka semua saling bertegur sapa dan berbincang santai, sebelum kemudian tibalah waktunya untuk Aluna mengatakan hal yang terpenting.Gadis itu pun menunduk sedalam-dalamnya untuk menguatkan hati, sementara Gevan menyunggingkan senyum tipis yang terkesan resmi di hadapan kedua orangtua Aluna.Andromeda dan Desti telah menyampaikan tujuan dan maksud kedatangan mereka, dan selanjutnya mereka tinggal menunggu keputusan dari Bagas dan Anggita--orang tua Aluna. "Pa... Ma... sebelumnya ada hal yang ingin Aluna sampaikan kepada kalian," ucap Aluna dengan suara bergetar dan mata yang mulai terasa lembab karena dipenuhi air mata.Anggita mengerutkan kening heran menatap putrinya. "Ada apa, Nduk?" Tanya Mamanya Aluna dengan bingung melihat kegundahan di wajah