Adrian tersenyum puas melihat ekspresi Stella yang melotot. “Ini tidak mungkin!”
“Kau masih mau mengelak padahal jelas-jelas di foto itu kau yang memelukku,” ucap Adrian dengan santainya meneguk minuman yang ada di atas meja bar.
“Itu gak mungkin,” tolak Stella menatap tajam Adrian yang melipat kedua tangannya di dada. “Ja-jadi apa semalam kita-“
“Ya,” ucap Adrian dan itu membuat Stella memekik kaget seraya menyilangkan kedua tangannya di dada dan menatap Adrian dengan horor. Sungguh saat ini Adrian ingin tertawa melihat wajah Stella yang terlihat bodoh.
“Tidak tidak,” kekeh Adrian tak kuasa melihat wajah Stella. “Kita hanya tidur, aku tidak tertarik dengan tubuh krempengmu itu,” ucap Adrian masih dengan kekehannya dan seketika wajah Stella berubah menjadi merah padam.
“Menyebalkan!” gerutunya dan beranjak memasuki kamar mandi. Adrian masih terkekeh mendengar makian Stella di dalam kamar mandi padanya.
“Lagu yang indah, Stella!” teriak Adrian dan berakhir dengan suara benda menghentak pintu membuat Adrian semakin terkekeh.
“Gadis yang menarik,” gumamnya dan ia segera berpaling saat mendengar bel pintu kamar. Itu adalah Malik, asistennya yang mengantarkan pakaian untuknya.
∞
“Adrian,” panggilan itu menghentikan langkah Adrian yang hendak masuk ke dalam kamarnya. Ia menoleh dan menemukan Dhika tengah duduk santai sambil menikmati teh di temani istri tercinta. Andrian berjalan mendekati mereka dan mengecup pipi Thalita sebelum akhirnya ia mengambil duduk di samping Thalita.
“Adrian, ada yang ingin Papa sampaikan padamu,” ucap Dhika membuka suaranya. Adrian masih diam membisu menunggu kelanjutan ucapan dari Dhika.
“Begini, Papa tidak akan memaksamu Nak. Sebenarnya dari sejak lama mendiang Oma dan Opa ingin berbesan dengan keluarga dari Wiratmaja, tetapi karena kami sama-sama memiliki anak laki-laki maka rencana mereka di batalkan. Dan sekarang karena kebetulan Papa memiliki anak laki-laki dan mereka memiliki seorang anak perempuan. Kami berencana ingin menjodohkan kalian berdua. tetapi itupun kehendakmu, Papa tak akan memaksa,” ucap Dhika.
“Stella?” tanya Adrian.
“Iya sayang, putri cantik yang kemarin malam kita temui,” ucap Thalita. Dan seulas seringai tercipta di bibir menawan nan menggoda milik Adrian. ‘menarik.’
“Adrian mau menerima perjodohan ini,” ucap Adrian dengan mantap membuat Thalita dan Dhika saling menatap dengan sedikit kebingungan.
“Kamu tampak bersemangat sekali,” ucap Thalita.
“Gadis itu sangat menarik Ma, dan sepertinya ini peluang untuk Adrian,” ucap Adrian dengan senyum misterius membuat Thalita tersenyum.
“Papa senang kamu mau menerima perjodohan ini,” ucap Dhika yang di angguki Adrian.
∞
“Apa?” pekik Stella. “Tidak mau!”
“Stella sayang, ini wasiat mendiang Kakek kamu, dan kesempatan kami untuk bisa berbesan dengan keluarga Adinata.”
“Kenapa harus dengan dosen itu sih? Aku maunya sama Leonard!”
“Stella, Leonard sudah menikah. Kamu tidak bisa seenaknya seperti ini.” Mama Stella menegur putri kesayangannya.
“Pokoknya tidak mau!” ucap Stella melipat tangannya di dada.
“Stella,” ucapan sang Papa terhenti saat istrinya mengusap lengan suaminya.
“Sudah ah Stella ingin masuk ke kamar,” ucapnya dan beranjak menuju ke kamarnya.
“Kita minta bantuan Ibu saja,” ucap Mama Stella yang di angguki Papanya.
∞
“Pendek,” gumam Adrian meraba-raba kasur di bagian sisinya. Karena tak menemukan apapun, ia membuka matanya dan pandangannya langsung tertuju pada seseorang yang berdiri di hadapannya dengan memegang sesuatu. “Pendek,” gumamnya dengan suara serak khas baru bangun tidur. Ia mengucek matanya dan bangun dari rebahannya. “Ngapain kamu berdiri di sana? Kamu mau bersih-bersih?” tanya Adrian setelah matanya terbuka sempurna dan terlihat Stella sedang memegang peralatan bersih-bersih. “Pagi ini memang harus beres-beres, karena aku meliburkan ART yang suka membersihkan apartement kita.” Stella berucap dengan tenang. “Tetapi kenapa?” tanya Adrian. “Kamu ingin bersih-bersih sendiri?” “No, bukan aku y
Stella sengaja pulang cepat ke apartement sebelum Adrian. Ia hendak mengambil semua pakaian dan beberapa kebutuhannya. Ia masuk ke dalam kamar dirinya bersama Adrian. Memang setelah mereka kembali dari kegiatan Baksos itu, mereka memutuskan untuk menempati satu kamar bersama dan kamar yang dulu di tempati Stella, kini di jadikan ruang kerja. Stella menatap ranjang yang tampak rapi di depannya. Ranjang itu adalah saksi mereka berbagi cinta, saling bercumbu dan menyalurkan hasrat cinta mereka. Banyak kejadian lucu dan indah yang tak bisa Stella lupakan. Air mata itu kembali mengalir tanpa bisa di cegah lagi. Stella memalingkan wajahny dan mengusap air mata di pipinya. Ia berjalan menuju ruangan pakaian dirinya dan Adrian. Ia menatap deretan kemeja Adrian yang tertata rapi dalam lemari. Tak bisa ia pungkiri kalau ia sangat merindukan suaminya itu. Kini mereka seperti dua
“Stella!” seru Lenna dengan kernyitan di dahinya. Stella datang dengan isakan tangis dan badan yang menggigil karena basah kuyup. “Astaga Stell, lu kenapa?” Lenna segera menggiring Stella untuk masuk ke dalam dan mengambil handuk menyelimuti tubuh Stella. “Sebaiknya lu langsung bersih-bersih di kamar mandi, gue akan siapkan baju buat lu.” Stella bergegas masuk ke dalam kamar mandi di kostan Lenna. Lenna menyiapkan baju bersih untuk Stella. Setelah menyerahkannya ke Stella, ia membuatkan teh hangat. 5 menit berlalu, Stella keluar dengan wajah yang pucat dan begitu sembab. “Sini gue udah buatkan teh hangat buat lu,” ucap Lenna. Stella menurut dan duduk di kursi meja makan. Ia menggenggam mug
Semua Dokter bersama suster dan perawat kembali pulang ke Jakarta dan akan mulai bekerja di AMI Hospital. Setelah kembali ke Jakarta, anggota Khoas semakin sibuk bekerja di AMI Hospital tanpa libur seperti para Dokter yang juga bersama mereka. Walau Adrian libur, ia tetap ke rumah sakit untuk menemani Stella, mengantar jemputnya juga. “Hai,” sapa Adrian saat menjemput Stella dari rumah sakit. Stella duduk di kursi penumpang setelah di bukakan pintu mobilnya oleh Adrian. “Astaga lelah sekali rasanya,” keluh Stella menyandarkan kepalanya ke sandaran jok. “Sabar, sebentar lagi kamu akan melewati masa terberat ini,” ucap Adrian mengusap kepala Stella diiringi senyumannya. “Kapan sih UGD di sin
Stella perlahan membuka pintu kamar mandinya dan menjulurkan kepalanya ke arah ranjang. Adrian tampak asyik bermain game di atas ranjang. Ia kembali masuk ke kamar mandi dengan menghela nafasnya dan menatap ke bawahnya yang hanya menggunakan jubah handuk. Ia sungguh tidak mungkin tidur dengan pakaian yang sejak pagi ia gunakan beraktivitas, Stella mendengus dan merasa bodo amat, ia akhirnya keluar dari kamar mandi dan berpura-pura santai walau sebenarnya ia berdebar-debar dan merasa salting. Adrian melirik ke arah Stella yang terus membenarkan jubah handuk yang hanya sebatas paha itu. Ia hanya tersenyum kecil dan kembali fokus bermain game. Stella berjalan mendekati ranjang tetapi karena ia begitu canggung sampai ia tidak melihat kakinya menyandung karpet lantai dan ia tersungkur ke arah tubuh Adrian.&
Stella yang keras kepala memaksakan diri untuk bangun dari blangkar dan menenteng infusannya. Baru saja ia membuka pintu, tatapannya beradu dengan Adrian yang juga berdiri di sana dengan pakaian pasien dan sama-sama menenteng infusan. Keduanya saling bertatapan penuh arti. “Hai,” sapa Adrian “Eh, hai,” jawab Stella tersipu. “Boleh aku masuk,” ucap Adrian yang di angguki Stella. “Hai Lenna,” sapa Adrian saat sudah masuk ke dalam ruangan. “Hai pak Adrian,” jawab Lenna dengan sedikit canggung. Suasana di sana kini begitu hening dan canggung, membuat ketiganya kikuk. “Ah St