Share

Bab 5

"Ayo kita ke club," seru kak Datan saat aku mampir ke rumah latihan Brotherhood. Di sana ternyata sudah ada bang Vino, kak Datan dan juga Joshua. Mereka semua sedang ada masalah dengan para istri mereka dan melarikan diri ke sini.

Aku mengangguk menyetujui ajakan mereka dan mengikuti mobil mereka dari belakang hingga kami semua sampai di sebuah club malam yang ada di Jakarta. Mereka langsung memesan private room untuk kami semua.

Di dalam ruangan, beberapa minuman berjejer dan mereka meneguknya perlahan tanpa ingin mabuk dan sibuk berbincang dengan begitu khidmat. Intinya mereka mengeluh tentang istri mereka semua dan juga anak. Aku sampai ngeri mendengarnya, apa pernikahan semengerikan itu saat terkena masalah? Apalagi putra kak Datan yang sangat sangat ajaib itu.

Aku memilih pergi ke toilet meninggalkan mereka semua, hingga langkahku terhenti di dekat meja bartender. Pandanganku menangkap seseorang yang aku kenali. Dia Stella, sedang apa dia di tempat seperti ini. Aku berjalan mendekatinya.

"Stella!"

Dia menoleh dan seketika tubuhnya ambruk dan hampir jatuh dari tempatnya duduk membuatku dengan sigap menahan tubuhnya. "Ya Tuhan gadis ini," gumamku.

"Hai Pak Dosen TMII," gumamnya dengan kekehan kecil. Sepertinya dia mabuk. Aku celingak celinguk mencari temannya atau siapapun yang datang bersamanya tetapi tak ada seorangpun. Tiba-tiba saja Stella mendorong tubuhku dan dia berteriak bernyanyi lagu yang tak aku pahami. Lalu dia naik ke atas meja bartender dengan tetap bernyanyi dan menari bahkan sampai berteriak-teriak membuat beberapa orang menatap ke arahnya dan tertawa terbahak-bahak. Entah ide darimana, aku merekam aktivitasnya itu yang menari dan bernyanyi bagaikan Ariana grande dan berjalan ke sana kemari membuat semua orang bersorak-sorak bahkan ada yang melemparkan uang kepadanya. Musik di club juga mendadak di matikan dan semua terfokus pada sosok gadis cantik yang meliuk-liukan badannya di atas meja bartender. Astaga gadis ini, aku tak mampu menahan tawaku.

Setelah di rasa cukup, aku menarik tangannya membuat beberapa orang menggerutu dan aku tidak perduli itu. Aku menarik tubuhnya walau dia memakiku dengan bebagai hal.

"Lepaskan aku Dosen TMII, dosen tengil, idiot, menyebalkan, sok kecakepan, nyebelin. Lepasin aku!" teriaknya memberontak membuatku memangku tubuhnya ke atas pundakku seperti karung beras dan membawanya pergi dari club itu tak perduli beberapa orang melihat ke arah kami dan teriakan gadis ini.

Aku membawanya ke dalam mobilku dan sedikit bingung karena tidak tau harus mengantarnya kemana. Aku tidak tau alamatnya. Dan tidak mungkin aku membawanya ke rumahku. Bisa di amuk Mama kalau tau aku membawa gadis dalam keadaan mabuk. Apalagi gadis ini adalah putri teman mereka yang kemarin bertemu.

Karena gadis ini terus memukuli, menendang dan memakiku akhirnya aku membawanya ke sebuah hotel tak jauh dari sini, yang penting gadis ini diam. Aku terpaksa memesan hotel biasa karena tak ingin jadi sorotan. Pastilah mereka mengenalku, karena orangtuaku dan juga Papa brotherhood yang sudah terkenal di Indonesia.

Setelah melakukan cek in aku masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuh Stella yang masih memukuliku. Ah, punggungku terasa sakit sekali rasanya sejak tadi di gigit dan di pukuli. Gadis ini sungguh bar bar.

Stella kembali mengamuk dengan memukuliku dan aku langsung menindihnya dengan menahan kedua tangan dan kedua kakinya. Aku membiarkan dia kelelahan dan berhenti memakiku hingga akhirnya dia terlelap dengan nafas teratur. Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega. Aku melepaskan peganganku dan menyelimuti tubuhnya dan seketika ide jahil kembali terlintas di otakku. Aku memposisikan handphoneku di atas mini bar yang cukup tinggi dan aku merebahkan tubuhku di sana dengan menutup seluruh tubuh kami dengan selimut dan mengambil foto dengan beberapa adegan.

Aku menyeringai menatap wajah Stella yang terlelap dengan rambut berantakannya. "Setelah ini ku pastikan kau tidak bisa berbuat apapun lagi, Stella Anindita."

Aku merasa puas dan senang sekali sudah memiliki kendali pada cewek bar bar ini yang berani menghinaku. Aku akan pastikan dia bertekuk lutut di depanku. Di hadapan Adrian Gaozan Adinata.

***

"Sial!" aku mengumpat kesal saat tubuhku di tendang seseorang hingga jatuh terjerambab ke lantai. Aku mengacak rambutku asal dan berdiri. Di atas ranjang Stella tengah menatapku dengan tatapan horor dan mencengkram selimut hingga menutupi dadanya, padahal jelas-jelas dia masih berpakaian lengkah. Oh come on, aku bukan pria brengsek!

"A-apa yang anda lakukan di kamarku?" tanyanya melotot tajam.

"Kamarmu?" tanyaku berusaha menampilkan wajah tenang, padahal aku sungguh tidak tahan melihat wajahnya yang sangat menggemaskan itu. Apalagi rambutnya yang berantakan dan wajahnya yang uchhh imut sekali.

Dia tampak menoleh ke kanan dan kiri, sepertinya dia mulai memahami dimana kami saat ini.

"Kau membawaku ke Hotel?" pekiknya nyaring membuat gendang telingaku hampir pecah. Astaga ada apa di dalam tenggorokannya. Apa ada terompet yang tersangkut di tenggorokannya.

"Kau tidak ingat sama sekali?" tanyaku berusaha sesantai mungkin. "Kau yang memaksaku ke Hotel dan memintaku menemanimu."

"What The Hell?"

"Ck, apa wanita selalu seperti ini? Berpura-pura mabuk dan saat pagi hari melupakan semuanya dan menuduh sang pria menjadi tersangkanya? Ck, sungguh skenario yang menarik," ucapku berjalan menuju ke kamar mandi.

"Aku tau itu tidak mungkin! Kau yang pasti memaksaku! Dasar pria mesum!" pekiknya.

Aku mendengar beberapa barang menghentakkan pintu kamar mandi saat aku sudah masuk. Sepertinya dia mengamuk dan melemparkan semua barang ke arah pintu.

Aku mencium kemeja yang ku gunakan, sungguh bau alkohol karena gadis itu, aku harus segera membersihkan diri dan meminta Malik mengantarkan pakaianku ke sini.

15 menit aku sudah selesai menyelesaikan ritual mandiku, aku hanya melilitkan handuk di pinggangku dan membiarkan tubuh bagian atasku tereskpos. Aku menatap cermin wastafel dan mengusap rambutku yang basah. Aku merasa ada yang aneh karena di luar begitu hening dan tenang. Apa wanita itu sudah kehabisan suaranya? Karena 10 menit yang lalu aku masih mampu mendengar makiannya.

Aku berjalan menuju ke arah pintu dan membuka pintu kamar mandi. Kamarnya kosong, kemana dia?

Aku tersentak saat ada seseorang yang hendak memukulku dari arah kananku, karena gerakan itu reflek aku menahan tangannya hingga benda yang dia pegang jatuh ke lantai. "Pass Bunga?" gumamku dan memojokkan dia ke dinding hingga dia tak bisa berkutik lagi.

Dia hendak menendangku tetapi aku sudah tau gerak geriknya, hingga dengan mudahnya aku memenjarakan pergerakannya hingga tubuh kami menempel seperti lem.

"Lepaskan aku!" sengitnya.

"Ck, kau sungguh gadis bar bar. Apa kau berniat membunuhku? Setelah memaksa dan merayu Dosenmu semalam, sekarang kau ingin membunuhku untuk menghilangkan jejak? Ck, sungguh kriminal," goda ku berpura-pura menuduhnya membuat wajahnya memerah. Entah karena merona atau menahan amarah yang jelas wajahnya seperti kepiting rebus. Ah, sepertinya ini jauh dari ekspresi merona. Andai ini dalam sebuah film kartun atau animasi, mungkin saat ini kedua telinga dan kepalanya mengeluarkan asap. Sungguh membahagiakan mengerjai gadis ini.

"Lepaskan aku! Aku tau kamu membohongiku? Mana mungkin aku merayumu!" sengitnya.

"Ck, baiklah akan aku berikan buktinya," ucapku melepaskan peganganku padanya.

"Ini-?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status