Stella melempar semua boneka di dalam kamarnya karena kesal, tega sekali orangtuanya tetap menjalankan perjodohan ini dan sialnya ia tak mengetahui apapun. Pantas sejak pulang koas tadi sore, Ibu nya meminta dia diam di dalam kamar dan menyerahkan sebuah dress cantik berwarna pastel. Ini alasannya, karena keluarga dari Mr. Adrian akan datang dan sekarang sudah berada di bawah tengah berbincang-bincang.
“Sial!” gerutu Stella terus mondar mandir di dalam kamarnya dengan mengepalkan kedua tangannya erat. Bahkan dosen itu tak menolak perjodohan ini. Stella yakin Adrian merencanakan sesuatu hingga dia mau menerima perjodohan ini dengan mudah.
“Aku harus kabur dari sini,” gumam Stella langsung mencari sesuatu untuk meloncat dari jendela kamarnya dan turun ke bawah dimana kamarnya berada di lantai 2. “Kalau aku kabur dan membuat Mama khawatir, mereka pasti akan menurutiku dan membatalkan perjodohan ini.”
“Ah cerdik sekali otakmu, Stella.” Stella tersenyum penuh kemenangan dan langsung menarik sprai yang ada di atas ranjangnya lalu mengikatnya saling menyambung dan melemparkannya keluar jendela kamarnya.
Adrian tersenyum melihat tingkah Stella yang hendak kabur, awalnya dia ingin pergi ke kamar mandi. Tetapi lorong menuju ke kamar mandi berada di sebrang kamar Stella yang di batasi taman belakang, dan pembatasnya terbuat dari kaca sehingga Adrian dapat melihat bayangan Stella di balik jendelanya yang tampak mondar mandir. Lalu karena instingnya yang kuat, ia berjalan menuju taman dan berdiri di salah satu pohon besar yang cukup temaram sehingga tak ada yang menyadari keberadaannya.
Ternyata dugaan Adrian benar adanya, gadis itu berniat kabur dan membuat drama supaya perjodohan ini gagal. Tetapi Adrian tak akan membiarkan rencana licik Stella berhasil, ia akan pastikan Stella menjadi miliknya. Adrian masih memperhatikan Stella yang memakai jaket hoodie berwarna biru dan tas ransel kecil bergambar doraemon tengah bergelantungan dengan berpegangan pada kain sprei untuk turun ke bawah.
“Akhirnya,” ucap Stella menepuk kedua tangannya pelan dan menoleh ke dalam rumah untuk memastikan situasi aman. Ia bergegas berbalik untuk menuju pagar belakang.
Duk
“Aduh!” ringisnya mengusap keningnya, saat ia berbalik ia menabrak sesuatu yang keras. “Kenapa ada tembok di sini,” gerutunya dan memukul di depannya tetapi gerakannya terhenti saat merasakan deru nafas di atasnya.
“Berniat kabur, hmm?” pertanyaan itu sontak membuat mata Stella membelalak.
“Pak Adrian,” gumamnya dan mundur beberapa langkah. “Sedang apa anda di sini?” tanya Stella dengan sengit.
“Memperhatikan orang yang berusaha untuk kabur, kamu sungguh handal dalam hal melarikan diri,” ucapnya masih melipat tangannya di dada.
“Bukan urusan anda, permisi.” Stella berjalan melewati Adrian tetapi dengan cepat Adrian menahan pergelangan tangannya membuat Stella meringis dan berontak meminta lepaskan.
“Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu,” bisik Adrian lalu merogoh saku celananya dan memutar video Stella yang menari di atas meja bartender membuat matanya melotot dan hampir keluar.
“Terima perjodohan ini atau video ini akan menjadi viral di youtobe,” ucap Adrian dengan seringainya membuat Stella semakin membencinya.
“Kau sungguh licik! Kau tidak pantas di sebut seorang dosen!” ucap Stella meradang.
“Begitukah? Lagian video ini bukan aku yang minta, aku hanya tidak sengaja melihat muridku tengah menari di salah satu club malam,” ucap Adrian dengan santainya.
“Kenapa kau ingin aku menerima perjodohan ini?” tanya Stella. “Kita tidak saling kenal dan aku tak menyukai anda!”
“Aku menyukai sebuah permainan dan tantangan jadi anggap saja kali ini kita sedang melakukan permainan yang menarik,” ucap Adrian.
“Anda pikir pernikahan ini permainan!” pekik Stella semakin meradang.
“Tidak ada yang mengatakan seperti itu,” ucap Adrian masih menampilkan senyuman menawannya yang mampu membius kaum hawa, dan itu sungguh membuat Stella sebal karena sialnya matanya juga terpengaruh.
“Jadi kembali ke kamarmu dan berganti pakaianlah, kami menunggumu di ruang makan,” ucap Adrian membuat Stella mendengus kesal.
“Ingat Stella, kau melakukan sesuatu yang konyol lagi, maka dengan cepat video ini tersebar. Dan yah, jangan lupakan foto kita berdua di hotel waktu itu.” Adrian mengedipkan sebelah matanya dan berlalu pergi dengan santai seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
“Sialan!” gerutu Stella dengan nafas yang memburu. Lalu untuk apa dia susah susah memanjat kain itu untuk kabur. Dosen itu sungguh licik dan sangat sangat menyebalkan.
“Aku ladeni permainanmu itu, Dosen TMII!” gumam Stella menatap kesal ke arah Adrian.
∞
Setelah menunggu selama 10 menit, akhirnya Adrian mampu menampilkan senyuman menawannya saat melihat Stella turun menghampiri mereka dengan dress cantik berwarna pastel dan rambut yang di tata rapi menggunakan sebuah hiasan mutiara nan cantik.
“Kamu sangat cantik, Sayang.” Puji Thalita membuat Stella tersenyum kecil.
“Mari kita nikmati makan malamnya dulu,” seru Ayah Stella. Stella duduk tepat berhadapan dengan Adrian yang masih menatapnya. Stella menatap Adrian dengan penuh permusuhan dan kekesalan tetapi hanya di balas dengan tatapan jahil dan menyebalkan milik Adrian juga jangan lupakan senyuman penuh pesona milik Adrian yang dapat menghipnotis siapa saja.
Acara makan malam mereka berlangsung ke acara inti mengenai lamaran dari keluarga Adinata untuk Stella yang langsung Stella terima tanpa berpikir lagi, bahkan itu membuat kedua orangtuanya kaget. Adrian masih diam dan menampilkan senyumannya, ia sungguh menyukai wajah kesal dan tatapan permusuhan yang di berikan oleh Stella.
∞
“Pendek,” gumam Adrian meraba-raba kasur di bagian sisinya. Karena tak menemukan apapun, ia membuka matanya dan pandangannya langsung tertuju pada seseorang yang berdiri di hadapannya dengan memegang sesuatu. “Pendek,” gumamnya dengan suara serak khas baru bangun tidur. Ia mengucek matanya dan bangun dari rebahannya. “Ngapain kamu berdiri di sana? Kamu mau bersih-bersih?” tanya Adrian setelah matanya terbuka sempurna dan terlihat Stella sedang memegang peralatan bersih-bersih. “Pagi ini memang harus beres-beres, karena aku meliburkan ART yang suka membersihkan apartement kita.” Stella berucap dengan tenang. “Tetapi kenapa?” tanya Adrian. “Kamu ingin bersih-bersih sendiri?” “No, bukan aku y
Stella sengaja pulang cepat ke apartement sebelum Adrian. Ia hendak mengambil semua pakaian dan beberapa kebutuhannya. Ia masuk ke dalam kamar dirinya bersama Adrian. Memang setelah mereka kembali dari kegiatan Baksos itu, mereka memutuskan untuk menempati satu kamar bersama dan kamar yang dulu di tempati Stella, kini di jadikan ruang kerja. Stella menatap ranjang yang tampak rapi di depannya. Ranjang itu adalah saksi mereka berbagi cinta, saling bercumbu dan menyalurkan hasrat cinta mereka. Banyak kejadian lucu dan indah yang tak bisa Stella lupakan. Air mata itu kembali mengalir tanpa bisa di cegah lagi. Stella memalingkan wajahny dan mengusap air mata di pipinya. Ia berjalan menuju ruangan pakaian dirinya dan Adrian. Ia menatap deretan kemeja Adrian yang tertata rapi dalam lemari. Tak bisa ia pungkiri kalau ia sangat merindukan suaminya itu. Kini mereka seperti dua
“Stella!” seru Lenna dengan kernyitan di dahinya. Stella datang dengan isakan tangis dan badan yang menggigil karena basah kuyup. “Astaga Stell, lu kenapa?” Lenna segera menggiring Stella untuk masuk ke dalam dan mengambil handuk menyelimuti tubuh Stella. “Sebaiknya lu langsung bersih-bersih di kamar mandi, gue akan siapkan baju buat lu.” Stella bergegas masuk ke dalam kamar mandi di kostan Lenna. Lenna menyiapkan baju bersih untuk Stella. Setelah menyerahkannya ke Stella, ia membuatkan teh hangat. 5 menit berlalu, Stella keluar dengan wajah yang pucat dan begitu sembab. “Sini gue udah buatkan teh hangat buat lu,” ucap Lenna. Stella menurut dan duduk di kursi meja makan. Ia menggenggam mug
Semua Dokter bersama suster dan perawat kembali pulang ke Jakarta dan akan mulai bekerja di AMI Hospital. Setelah kembali ke Jakarta, anggota Khoas semakin sibuk bekerja di AMI Hospital tanpa libur seperti para Dokter yang juga bersama mereka. Walau Adrian libur, ia tetap ke rumah sakit untuk menemani Stella, mengantar jemputnya juga. “Hai,” sapa Adrian saat menjemput Stella dari rumah sakit. Stella duduk di kursi penumpang setelah di bukakan pintu mobilnya oleh Adrian. “Astaga lelah sekali rasanya,” keluh Stella menyandarkan kepalanya ke sandaran jok. “Sabar, sebentar lagi kamu akan melewati masa terberat ini,” ucap Adrian mengusap kepala Stella diiringi senyumannya. “Kapan sih UGD di sin
Stella perlahan membuka pintu kamar mandinya dan menjulurkan kepalanya ke arah ranjang. Adrian tampak asyik bermain game di atas ranjang. Ia kembali masuk ke kamar mandi dengan menghela nafasnya dan menatap ke bawahnya yang hanya menggunakan jubah handuk. Ia sungguh tidak mungkin tidur dengan pakaian yang sejak pagi ia gunakan beraktivitas, Stella mendengus dan merasa bodo amat, ia akhirnya keluar dari kamar mandi dan berpura-pura santai walau sebenarnya ia berdebar-debar dan merasa salting. Adrian melirik ke arah Stella yang terus membenarkan jubah handuk yang hanya sebatas paha itu. Ia hanya tersenyum kecil dan kembali fokus bermain game. Stella berjalan mendekati ranjang tetapi karena ia begitu canggung sampai ia tidak melihat kakinya menyandung karpet lantai dan ia tersungkur ke arah tubuh Adrian.&
Stella yang keras kepala memaksakan diri untuk bangun dari blangkar dan menenteng infusannya. Baru saja ia membuka pintu, tatapannya beradu dengan Adrian yang juga berdiri di sana dengan pakaian pasien dan sama-sama menenteng infusan. Keduanya saling bertatapan penuh arti. “Hai,” sapa Adrian “Eh, hai,” jawab Stella tersipu. “Boleh aku masuk,” ucap Adrian yang di angguki Stella. “Hai Lenna,” sapa Adrian saat sudah masuk ke dalam ruangan. “Hai pak Adrian,” jawab Lenna dengan sedikit canggung. Suasana di sana kini begitu hening dan canggung, membuat ketiganya kikuk. “Ah St