Suara langkah kaki terdengar menggema di sebuah lorong gelap yang ada di mansion mewah milik Keluarga Tan. Sosok laki-laki pemilik dari suara langkah kaki itu terus melangkahkan kakinya menyusuri lorong gelap itu dan terus menimbulkan bunyi yang menggema dan menekan bagi siapa pun yang mendengarnya.Sampai dimana dia pun memberhentikan langkah kakinya di sebuah pintu ruangan yang tidak di ketahui. Tangan kanannya terangkat untuk memegang gagang pintu di hadapannya dan mengayukannya ke bawah sehingga membuka pintu yang tadinya tertutup dengan rapat itu.Laki-laki itu kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam ruangan yang tak kalah gelap dari lorong yang dia lewati tadi. Dia menyusuri dengan pandangan matanya seluruh isi dari ruangan gelap itu, sampai dimana matanya menangkap sesosok gadis yang duduk meringkuk di salah satu pojokkan yang ada di ruangan itu.Dengan tatapan dinginnya, laki-laki itu terus melangkahkan kakinya mendekati gadis yang terlihat sangat ketakutan itu.
Zico menunjukkan senyum nanarnya dan hendak kembali berdiri dari duduknya. Namun tiba-tiba Nara mencegahnya dengan memegang tangannya.“Kata siapa aku tidak setuju?” ucapnya, membuat Zico tersentak dan melihat lekat pada Nara.“Jadi kau setuju?” tanya Zico, sembari menunjukkan smirknya pada Nara.“Tentu saja, karena aku dan keluargaku selalu menepati janji yang kami buat!” jawab Nara dengan kata-katanya yang penuh penekanan.“Hehh, baiklah. Kalau begitu cepat lakukan!” ucap Zico, yang seperti menantang Nara untuk membuktikan semua perkataannya tadi.Deg!Detak jantung Nara berdetak dua kali lipat lebih cepat. Dia menunduk sembari matanya terus melirik ke sana kemari. Nara merasa kesal dengan mulutnya yang selalu berkata tanpa berpikir terlebih dahulu, dan sekarang dia malah merasa kikuk dengan apa yang harus dia lakukan, apakah dia sungguh harus mencium Zico. “Ta-tapi aku belum sikat gigi, pasti mulutku akan menimbulkan bau yang tidak sedap jika aku menciummu sekarang. Ba-baga
Nara memandang gugup ke arah Zico, karena jika Zico tidak merasa puas dengan sikapnya itu sudah pasti akan membahayakan nyawa sahabatnya Kiara.“Lumayan,” jawab Zico dan langsung melanjutkan langkahnya keluar dari kamarnya.Nara masih terdiam dengan matanya yang masih melihat lurus ke arah depannya. Otaknya masih mencerna jawaban Zico atas pertanyaannya, namun tiba-tiba dia tersadar dan mengedipkan matanya berkali-kali. “Apa tadi katanya, lumayan? Apa itu artinya dia menerimanya? Hah syukurlah, aku jadi sedikit tenang,” ucapnya.***Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Nara pun keluar dari kamarnya. Dia menuruni anak tangga hendak menuju ruang makan untuk sarapan. Di sana sudah ada Zico yang sedang duduk menunggu Nara, sebenarnya Zico paling tidak suka jika di buat menunggu oleh seseorang. Tapi entah kenapa, dia malah terus menunggu gadis yang sudah menjadi istrinya itu tanpa ada rasa keberatan sedikit pun dari dirinya. Tapi, bukan Zico namanya jika dia tidak mempermasa
Jo baru saja sampai di mansion Zico untuk menjemputnya ke kantor. Terlihat Jo turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam mansion. Dia tahu, pada jam seperti ini tuannya itu pasti masih sarapan. Dia pun dengan percaya dirinya melangkahkah kakinya menuju ruang makan.Dan benar saja, ketika dia sampai di ruang makan, Zico terlihat masih duduk di sana. Jo pun kembali melanjutkan langkahnya, seperti biasa dia akan menyapa Zico dan menunggunya sampai selesai sarapan. Namun tiba-tiba Jo menghentikan langkahnya, dia melihat pemandangan mengejutkan yang tertangkap oleh tatapan matanya.“Tuan disuapi? Dan itu pun oleh Nona Nara?” gumamnya.Tentu saja Jo merasa terkejut. Selama dia bersama Zico, dia tidak pernah melihat Zico dekat dengan wanita mana pun. Karena dia selalu bersikap dingin kepada setiap wanita yang berusaha mendekatinya. Dia bahkan akan sangat marah, jika wanita-wanita itu berani menyentuhnya walaupun hanya sedikit saja. Tapi apa ini, tuannya itu saat ini sedang di suapi
“Hiks hiks hiks.” Kini tangisan itu terdengar sangat jelas. Dan hal itu membuat Nara yakin, bahwa tangisan itu berasal dari ruangan ini. “Benar suaranya dari sini.”Glek! Dengan perasaan takut dan gugupnya Nara pun mencoba untuk membuka pintu ruangan itu. Dan ternyata pintu itu terkunci. “Terkunci?” gumamnya. Pintu itu sepertinya di kunci dari luar. Dan orang yang mengunci ruangan ini sepertinya membawa kunci ruangan ini bersamanya.“Kenapa ruangan ini di kunci ya? Apa ini gudang? Tapi, jelas-jelas tadi aku mendengar suara tangisan wanita di dalam ruangan ini. Apa mungkin ....”“Nona!” panggil seseorang.Deg!Nara tersentak, dia luar biasa terkejut saat ada suara seseorang yang sepertinya sedang memanggilnya. Lorong ini sangat gelap dan terkesan menakutkan, Nara juga tidak bisa melihat seseorang yang tadi memanggilnya. Dia hanya mendengar suara langkah kaki yang terus mendekat ke arahnya.“Nona, apa yang sedang Anda lakukan di sini?” tanya orang itu yang tak lain adalah pak San
Saat Nara kembali ke dalam kamarnya, dia masih saja tetap memikirkan suara tangisan wanita yang dia dengar di ruang gelap tadi. Dia yakin, di sana pasti ada seorang wanita yang dikurung oleh Zico. Tapi kenapa harus di ruang gelap seperti itu. Ruangan itu terasa sangat menakutkan, siapa yang akan tahan tinggal di tempat seperti itu.“Siapa, siapa wanita yang menangis tadi,” gumamnya.Nara berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, karena memang sudah menjadi kebiasaannya. Di saat dia panik atau sedang memikirkan sesuatu yang menurutnya sangat penting untuk dia pecahkan, kakinya itu pasti tidak akan bisa diam. Dia akan terus berjalan mondar-mandir untuk mencari tahu hal yang sedang dia pikirkan.Namun, tiba-tiba Nara menghentikan langkah kakinya, di dalam kepalanya terpikir satu nama. “Mungkinkah, mungkinkah itu Kiara?” ucapnya.Deg!Hati Nara bergetar, saat otaknya memikirkan bahwa wanita yang menangis di ruang gelap tadi adalah sahabatnya Kiara, dan ketika bibirnya mengucapkan nam
Jo dan Nara telah sampai di ruangan gelap itu, Jo mengambil sebuah kunci dari dalam saku jasnya. Sebelum membuka pintu ruangan itu, Jo kembali melihat ke arah Nara yang sepertinya sudah sangat tidak sabar untuk masuk ke dalam, dari ekspresinya terlihat jelas bahwa dia sedang sangat mengkhawatirkan sahabatnya Kiara.Tug! Ceklek. Jo membuka pintu ruangan itu. Dan membiarkan Nara masuk ke dalam. “Masuklah Nona,” ucapnya.Sebelum masuk ke dalam, Nara memandangi isi dari ruangan itu. Di sana terlihat benar-benar gelap, pasti terasa sangat sesak, jika seseorang tinggal di ruangan segelap ini. Dan saat ini sampai seterusnya dia juga akan tinggal di sini. Sampai Zico menghentikan hukumannya.Nara menelan salivanya. Tidak bisa dia ungkiri bahwa dia merasa takut untuk masuk ke dalam ruangan itu. Namun demi sahabatnya, dia harus memberanikan diri. Nara mulai menggerakkan kakinya untuk berjalan masuk ke dalam. Di belakangnya, sekretaris Jo pun mengikutinya. Dan hal itu membuat Nara menjadi bin
Jo mengikuti Nara dan Kiara dari belakang, dia terus melihat ke arah ponselnya yang saat ini masih di pegang oleh Nara. Nara masih menggunakan ponsel Jo dan menyalakan senter di ponselnya. Karena bukan hanya ruangan ini saja yang gelap, tapi lorong untuk keluar dari sini juga sama gelapnya.“Hah, ponselku sudah terkontaminasi,” gumamnya.Tug! Nara tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia melirik ke arah Jo dengan tatapan tajamnya. “Apa maksudmu terkontaminasi? Apa aku ini bakteri?” tanyanya.“Saya tidak pernah mengatakan kalau adalah bakteri Nona, Anda sendiri yang mengatakannya. Jadi lebih baik lanjutkan langkah kaki Anda untuk keluar dari sini,” jawab Jo.“Cih, dasar iblis kedua,” maki Nara dengan pelan, yang sebenarnya masih di dengar oleh Jo. Tapi dia tidak memedulikannya, karena memang Nara selalu mengatainya seperti itu.***Saat sudah keluar dari lorong gelap itu, Jo meminta Nara dan Kiara untuk menghentikan langkah kaki mereka. “Tunggu Nona!” tahannya.Sontak Kiara dan Na