Eridan menarik napas dan mengepalkan tangan saat memasuki ruangan. Nyalinya yang menciut nyaris hilang saat melihat istrinya terbaring lemah di ranjang. Wajah pucat sang wanita begitu datar, menghadap lurus ke arah langit-langit tepat di atasnya. Sorot matanya sayu, seperti tidak benar-benar memandang.
“Vel ...” panggil Eridan dengan suara bergetar. Ia sudah tiba di tepi ranjang. “Bagaimana keadaanmu?”
Sang istri tidak menjawab. Hanya kedipan mata yang perempuan itu lakukan. Dengan hati-hati, Eridan meraih jemari kurus yang tidak menolak tetapi tidak juga menyambutnya. “Maafkan aku.”
Suasana hening sejenak. “Maafkan aku, Vel.”
Bibir sang istri mulai sedikit bergetar. Wanita itu tampak jelas sedang mengekang emosinya.
“Aku benar-benar sudah keterlaluan. Aku tidak bermaksud menyakitimu, Vel, apalagi sampai mencelakai anak kita. Aku tidak tahu ....”
Mata Vela kini terpejam. Perempuan i
“Apakah kamu akan berhenti menemui Cassie setelah ini?” selidik Vela tak terduga. Mata Eridan sampai terbelalak karenanya. Dengan kecepatan cahaya, pria itu mengangguk-angguk menyatakan kesanggupan.“Ya, ya. Aku tidak akan menemuinya lagi.”“Lalu, bagaimana kamu bisa bahagia? Kamu benar-benar rela mengorbankan kebahagiaanmu demi menyelamatkan pernikahan palsu ini?” tantang wanita yang kini mendongak dengan getar bibir tertahan.Alis Eridan langsung berkerut tak senang. “Kamu masih belum percaya kalau aku mencintaimu?”Sang wanita pun mengalihkan pandangan. “Lalu, kalau aku masih belum bisa memuaskanmu di ranjang, bagaimana kamu menanganinya? Apakah kamu tetap tidak akan menemui Cassie?”Mata sang pria kini berkedip kaku. Ternyata, wanita di hadapannya itu masih memercayai hasutan Cassie. “Vela,” ucap Eridan s
“Jadi, menurutmu, tindakanku ini salah? Memberi Vela waktu untuk berpikir itu salah? Kau tidak mengerti apa yang kuhadapi, Ger. Aku sudah memberikan semua yang kupunya. Waktuku, perhatianku, hatiku. Tapi, dia masih menganggap itu sandiwara. Lalu, kalau memang sikapku ini salah, apa yang harus kulakukan? Hah? Apa?”Roger pun terdiam. Baru kali ini ia mendengar Eridan berbicara banyak tentang isi hati. Perasaan yang tidak pernah ingin ia ketahui sudah telanjur diumbar dan nama yang juga terukir dalam dadanya telah disebutkan. “Kau meminta saran dari orang yang mencintai istrimu? Apa kau masih waras?”Si lawan bicara pun mendenguskan tawa hambar. “Tentu saja aku waras. Kalau aku sudah gila, tidak mungkin aku datang ke sini dan masih menganggapmu sahabat. Kau pikir aku tidak tahu kalau sejak pertama kau bertemu dengan Vela, kau selalu memperhatikannya? Aku tahu, Ger. Karena itu, aku sangat menghargai semua yang kau lakukan untukku. Kalau aku ada di posi
Sepanjang jalan, Vela terus meremas ponselnya. Keresahan tak mampu lagi diredam, sama seperti air mata yang tak berhenti membasahi wajah.“Engh, apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika aku tidak mampu berdiri saat melihat Ridan di kamar itu bersama perempuan lain? Harus dengan cara apa aku membawanya pulang? Apa kutinggalkan saja dia di sana? Atau lebih baik, kubiarkan mereka bermalam berdua?”Selang keheningan sesaat, kepala Vela menggeleng-geleng tak sepakat.“Tidak mungkin aku membiarkan mereka berzina. Kalau memang mereka ingin bersama, bukan begini caranya. Masalah ini harus diselesaikan dengan benar.”Setelah menarik napas cepat, tangan perempuan yang gemetar itu mulai mencari kontak seseorang. Sesaat kemudian, ia pun menempelkan ponsel ke telinga.“Ayolah, Roger .... Angkat teleponku,” gumamnya gelisah. Sayangnya, si pengacara tidak menjawab. Bahkan hingga percobaan ketiga, nada sambung teta
“Kau yakin itu tidak apa-apa?” tanya pria yang mengernyit melihat darah di celana Vela. Tampangnya seperti baru saja memakan lemon yang sangat masam.“Astaga, Res. Kenapa kau pengecut sekali, sih? Itu cuma darah menstruasi. Tidak apa-apa. Kita saja pernah melakukannya ketika aku sedang dalam periode.”Selang keheningan sejenak, pria itu kembali menggeleng. “Tidak mungkin. Dia enggak memakai pembalut. Pasti itu bukan darah menstruasi.”Cassie pun menggaruk-garuk kepala tak habis pikir. “Jadi, sekarang, kau mau menyia-nyiakan semua usaha kita? Kau tinggal sedikit lagi mendapatkan Vela, Res. Come on!”“Tapi tidak dalam kondisi seperti ini, Cas. Kalau seandainya terjadi apa-apa pada Vela, bagaimana? Aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh.”Helaan napas lelah kini berembus dari mulut si pencetus ide. “Ares, dar
“Vela ..., ini aku, Vel. Eridan,” ucap sang pria dengan suara lembut dan pelan.Bukannya sadar, Vela malah semakin menunduk, menyembunyikan setengah wajah di balik lipatan tangan. Ketika sang suami melangkah maju, ia bahkan bergeser menjauh tanpa peduli batas kasur.“Vel, jangan takut ...” bisik Eridan yang terus berjalan. Sebelah tangannya pun terangkat perlahan, mencoba menaklukan kekalutan sang istri. Akan tetapi, semakin pendek jaraknya dengan pundak Vela, semakin gemetar tubuh wanita itu.“Vel,” panggil pria itu lembut. Tangannya telah berhasil menyentuh sang istri. Namun, belum sempat ia lanjut bicara, suara tangis sudah lebih dulu pecah.“Jangan takut, Vel. Ada aku di sini. Hm?” ucap Eridan ketika menyejajarkan pandangan. Alih-alih menjawab, perempuan itu hanya menggeleng-geleng tanpa kata.“Vela, tatap mataku,” pinta sang pria sembari memindahkan tangannya dari pundak menuju pipi sang istri.
“Kenapa Oma bertanya seperti itu?” selidik Vela tak langsung memberikan jawaban.“Karena saat bertemu dengan Ares, dia mengatakan seperti itu. Kalau memang benar demikian, maka pernikahan kalian tidak seharusnya dilanjutkan. Oma tidak akan memaksamu dengan pria mana pun lagi.”Deg! Jantung Vela sontak memompa darah lebih kencang. Ia tidak menyangka jika topik tentang perceraian kembali mencuat. “M-maksud Oma?” tanyanya pura-pura tak mengerti.“Ya, kalau memang benar itu alasan pernikahan kalian, maka sekarang kalian harus bercerai. Bukankah keadaan sudah berubah. Kamu tidak perlu seseorang untuk dijadikan tameng dari perjodohan.”Helaan napas pun berembus samar. Udara di sekitar Vela mendadak beku, sama dengan raganya yang mematung. Otaknya terlalu sibuk mencerna perintah neneknya.“Kenapa? Kamu tidak mau menceraikan Eridan?” tukas sang nenek sukses menarik kembali perhatian cucunya. Alis Vela kini
“Kamu sedang apa, Vel? Bukankah dokter bilang kamu enggak boleh melakukan aktivitas berat dulu?” tanya Eridan ketika mendapati istrinya sedang mencuci beras.“Memasak bukan aktivitas berat, Ridan.”“Tetap saja, kamu mengeluarkan energi ketika memasak,” protes pria yang berkacak pinggang di samping istrinya.“Bernapas juga mengeluarkan energi. Jadi, aku enggak boleh bernapas?” celetuk Vela menggemaskan. Sang suami langsung terpancing untuk mengecup bibirnya yang mengerucut.“Apa kamu lupa? Ada urusan penting yang harus kita selesaikan,” tutur Eridan seraya menaikkan alis.“Tunggu sampai aku selesai memasak, ya,” timpal Vela tanpa perlu mengingat-ingat. Hal itu sudah memenuhi otaknya sejak tadi malam, saat orang-orang yang menjenguknya sudah pulang.“Tidak usah memasak, Vela. Kita pes
“Aku pergi ke bar itu karena Roger memintaku untuk menemaninya,” jawab Eridan seraya merapikan rambut Vela yang menutupi leher.“Kenapa dia mau ditemani? Apakah dia mau memperkenalkanmu kepada seseorang?” terka perempuan itu asal. Tanpa terduga, pria yang sedang duduk di tepi ranjang mengangguk dengan tampang datar. “Siapa?” Mata Vela otomatis membulat.“Orang tuanya.”Kerut alis si wanita sontak bertambah dalam. “Orang tuanya? Tapi, kenapa memilih tempat di bar?”“Karena bar itu milik orang tua Roger.”Mulut Vela spontan menganga. “Seorang pengacara memiliki bar?”Tawa kecil pun berembus dari mulut Ridan. “Bukan orang tua angkat Roger, Vel, tapi orang tua kandungnya.”Sang istri seketika berkedip-kedip heran. “Tunggu dulu. Jadi, Roger itu anak angkat?”Eridan kembali mengangguk. “Ya. Aku tidak bisa menceritakan secara rinci, tapi intinya, Roger dul