Blank. Diana seakan-akan bisu. Bola matanya membulat sempurna, ia menatap ibunya, wanita itu sama sekali tidak membalas tatapannya. Ibunya malah tersenyum ke arah wanita di seberang yang Diana yakini sebagai calon mertuanya. Wanita di seberangnya ini terlihat elegan dengan anting berlian blue sapphire yang menggantung indah di telinganya, sangat jeli.
Diana sama sekali tidak bisa menolak keputusan ayahnya. Ia mencoba menatap lelaki yang baru saja melamarnya, untuk pertama kalinya mereka saling menatap. Darren, nama yang baru saja didengarnya, lelaki itu menatapnya datar. Darren seperti membencinya, ia sudah kenal depan tatapan seperti. Sudah sering, seperti makanan sehari-hari.
Tidak ada acara tukar cincin, Darren hanya menyerahkan cincin lamaran itu tanpa berniat memasangkannya. Tak ada yang protes karena dengan begini mereka tidak bersentuhan sebelum benar-benar halal.
Setelah berbincang cukup lama mengenai waktu pelaksanaan pernikahan, Vina dan Rosa mempersilahkan para tamu untuk menikmati hidangan. Keluarga ini sangat menjunjung sopan santun dan adab, mereka tidak ingin menanggung malu karena membiarkan tamunya kelaparan.
Setelah acara makan-makan dan foto-foto, acara pun selesai. Semua anggota keluarga tersenyum, akhirnya salah satu cucu yang keras kepala itu sebentar lagi akan menikah. Kini keadaan pun kembali sepi karena Rosa dan yang lainnya kembali ke rumah masing-masing.
***
Dengan tergesa-gesa Diana berjalan menuju kamarnya. Saat tiba ia langsung meraih kapas dan pembersih make up. Matanya mulai mengeluarkan cairan, kini tangisan mulai terdengar dari kamarnya. Mendengar tangisan yang mengganggu, Irwan, Vina dan Farrel langsung menuju kamar Diana.
"Kamu kenapa nangis ?" tanya Farrel sambil duduk di samping adiknya yang sedang menangis.
Diana menangis sambil membersihkan make up-nya. Bukannya berhenti, tangisan gadis itu malah semakin kencang.
"Kamu kenapa Ana ?" tanya Vina, sama sekali tidak ada raut khawatir dari wajahnya.
"Kenapa ? Kenapa ibu nggak ngasih tahu dari tadi, aku belum siap menikah!" teriak Diana dengan air mata yang terus mengalir, kekecewaan yang sudah tidak terbendung lagi, tak ada yang benar-benar mengerti dengan perasaannya.
Setelah dua puluh lima tahun, untuk pertama kali Diana membentak ibunya.
"Jaga nada bicaramu kepada Ibu, dia itu Ibu kandungmu!" teriak Irwan.
"Aku tidak mau menikah, aku tidak mau menikah dengan lelaki asing itu!" teriaknya lagi. Ia benar-benar kalut. Dari tatapannya saja Diana sudah tahu kalau Darren tidak menyukainya, apalagi setelah menikah, mereka akan tinggal bersama, ia tak sanggup tinggal seumur hidup bersama orang yang membencinya. Tidak dada bedanya hidup bersama keluarga ini.
"Percuma kamu menangis, pernikahanmu aka tetap terjadi, ingat umurmu Diana, perempuan itu tidak baik lama-lama melajang, apa kata orang nanti ?"
Emosinya semakin tersulut. "Sungguh pemikiran yang kuno, kenapa ayah perduli dengan pemikiran orang lain, apakah ayah tidak perduli dengan perasaanku ? Bukankah aku ini putrimu ?!"
"Aku belum siap MENIKAH !"
"Belum siap ? Liat sepupumu Alya, gadis itu begitu anggun, pintar, dan cantik. Banyak kolega bisnis Om Rama yang memintanya untuk dijodohkan dengan putra mereka, dan seminggu lagi dia akan menikah, kalian hanya beda satu tahun. Tapi kamu begitu berbeda dengannya," balas Irwan.
"Berhenti banding-bandingkan aku dengan Alya Yah, aku muak!"
"Semua gelar kamu akan percuma kalau kamu tidak punya keluarga, untuk apa kamu cari uang sebanyak itu kalau bukan untuk keluarga?!"
"Ayah tidak mau tahu, satu bulan lagi, kamu akan menikah dengan Darren. Jangan coba-coba untuk kabur, karena ayah akan mengejarmu sampai ke luar negeri sekalipun!" ancamnya sambil berjalan menuju pintu.
Sekilas Vina menatap Diana, tapi wanita itu sama sekali tidak berbicara sedikit pun. Setelah beberapa detik, ia berjalan menyusul suaminya.
"Ayah selalu seperti ini," isak Diana.
Sementara Farrel, lelaki itu masih berdiri di depan cermin. Dari dulu ia kurang dekat dengan adiknya. Pertanyaannya tadi hanya sebuah formalitas. Ia pun berjalan melewati adiknya.
"Kak tolong aku!" ucap Diana, dengan tatapan memohon ia mencekal lengan kakaknya.
Sedetik kemudian, Farrel langsung menghempaskannya. "Aku tidak bisa Ana. Seharusnya kamu berterima kasih kepada ayah, dia telah menjodohkan kamu dengan lelaki kaya seperti Darren," ucapnya sambil menyunggingkan senyuman.
Speechless. Sungguh Diana tak habis pikir dengan semua keluarganya. Kenapa Farrel begitu tega ? Dari dulu Farrel tidak pernah bersikap baik padanya. Kakak lelaki satu-satunya yang Diana miliki begitu galak dan dingin. Lelaki itu akan mengeluarkan kata-kata mutiara jika Diana kecil mengganggunya saat bermain.
***
Pernikahan dilaksanakan begitu meriah, tidak sedikit awak media yang meliput. Tentu saja mereka adalah anak dari pengusaha ternama, ditambah Darren juga mulai pemimpin perusahaanya sendiri. Lelaki itu sangat populer di kalangan kamu hawa. Pernikahan ini membuat beberapa gadis patah hati karena stock lelaki idaman di kota ini berkurang. Tidak hanya uang, Darren memiliki segalanya. Wajahnya yang tampan seperti aktor dan otaknya yang cerdas menjadi poin.
Kini suasana menjadi semakin ramai, lima menit lagi ijab kabul akan dimulai. Seorang wanita paruh baya duduk tepat di belakang putranya. Sejak tadi ia tersenyum, akhirnya putra kebanggaannya akan menikah. Awalnya ia sedikit cemas karena Darren hampir menginjak kepala tiga, tapi lelaki itu tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan selain Alya, Delia pikir saat anak itu meminta cincin berlian yang merupakan cincin turun temurun dari mertuanya, anak itu akan melamar Alya, ternyata tebakannya salah, Darren malah melamar sepupu dari gadis itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Diana Althea Khumaira binti Irwan Siswadi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"
"Sah."
Diana, gadis itu hanya bisa terdiam setelah Darren mengucapkan ijab kabul. Berbeda dengan brides maid-nya, mereka menatap haru ke arah Diana. Apalagi Caca, setelah Darren mengucapkan ijab kabul, wanita itu langsung memeluknya. Sementara Diana, diam-diam wanita itu menangis di balik pelukan sahabatnya.
"Kok lo nangis sih beb ?!" tanya Darra dengan heboh.
"Mungkin itu tangisan bahagia, kek belum pernah ngerasain aja lo, lo dulu juga gitu Darra, pas si Bobby melamar, lo langsung nangis kejer," cibir Hanin.
"Aduh cyn jangan nangis nanti make up-nya luntur !" tegur lelaki yang seperti banci, wajar saja lelaki itu menegurnya karena ia yang merias Diana sejak tadi subuh. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.
"Diana!" tegur Vina dengan sedikit keras, sontak semua orang yang berada di kamar itu menatap ke arah pintu.
"Bereskan semua kekacauan ini, perbaiki make up-nya!" Bak seorang nyonya besar Vina berteriak kepada ketiga MUA itu.
"Siap nyonya!" balas lelaki banci itu sedikit takut.
Setelah selesai Vina langsung menuntun Diana menuju pelaminan.
Para tamu menatap takjub kepada pengantin wanita yang terlihat sangat cantik dan bercahaya. Berbeda dengan Darren, lelaki itu hanya menatap Diana biasa saja. Jantung gadis itu berpacu dengan cepat ketika berjalan menuju pelaminan. Riuh tepuk tangan terdengar mengiringi Diana yang sedang berjalan dituntun ayahnya.
"Ayah titipkan Diana kepadamu Darren."
Darren pun mengangguk, lalu ia mengambil tangan istrinya.
Beberapa tamu undangan mulai berdatangan. Irwan mengundang semua kolega bisnisnya. Mendapatkan menantu seperti Darren merupakan suatu kebanggaan bagi dirinya. Semua ini tak lebih karena uang.
Matahari mulai terbenam, sebentar lagi acaranya akan berakhir. Sejak tadi mempelai wanita mengeluhkan kakinya yang pegal karena heels pengantin. Namun tidak ada yang perduli, sahabat-sahabatnya juga sudah pulang duluan.
***
Setelah acara selesai, Darren langsung membawa Diana ke rumah barunya. Rumah tersebut merupakan hadiah pernikahan dari papanya. Setelah sampai mereka langsung disambut beberapa pengawal dan pelayan.
Sejak menginjakkan kaki di rumah ini sama sekali tidak ada percakapan di antara mereka. Merasa bingung, akhirnya Diana mengikuti Darren ke lantai dua sambil membawa kopernya.
"Kau mengikutiku ?" tanya Darren sedikit kesal.
"Hah, ini kamarnya kan ?" tanya Diana dengan heran. Biasanya adegan ini hanya terjadi di drama Korea dan China yang bertemakan perjodohan, Dan sekarang Diana mengalaminya. Apakah sebentar lagi akan ada perjanjian di atas kertas ? Huft ia benar-benar tak sabar memerankan drama ini.
"Jangan bermimpi sekamar denganku, karena aku tak sudi," ucap Darren sambil membuka kopernya.
Diana hanya terdiam. Ia memandang sinis Darren yang sedang memunggunginya. "Siapa yang ingin sekamar denganmu, tuan aneh!"
Menurut Diana Darren itu aneh, kalau memang lelaki itu tidak ingin menikah, tidak ingin buru-buru berumah tangga, kenapa tidak bilang saja ? Dia punya mulut kan ? Sekelas CEO kok tidak bisa mengutarakan perasaannya sendiri sih ? Jadi ribet kan, ia juga ikut terseret. Harusnya kemarin-kemarin Diana mendaftar beasiswa ke luar negeri, dengan begitu ia tidak akan dikawinkan paksa seperti seekor hewan.
"Kamarmu ada di lantai bawah, jadi bawa kembali kopermu dari kamarku!" balas Darren sambil menatap tajam ke arah Diana.
Tanpa membalas ucapan Daren, Diana mengambil koper tersebut.
Saat gadis itu telah sampai di depan pintu.
"Dan mulai besok, aku ingin kau menutup rambut!"
"APA? Apa aku tidak salah dengar? Siapa kamu Darren ? Siapa kamu berani mengacaukan hidupku seperti ini ?!" teriak Diana. Sabarnya hampir habis.
"Aku suamimu. Dan aku ingin kamu menutup rambut seperti keluargamu, Alya, Ibu, Nenek, semuanya menutup kehormatan mereka!" ucap Darren.
"Nenek ? Seharusnya kau menikahi nenek tua bangka itu, kebetulan dia seorang janda."
"Bahkan ibumu juga tidak memakai kerudung," tambah Diana lagi.
"Gadis tak tau sopan santun! Pokoknya besok kamu harus menutup rambut! Aku sudah sediakan semuanya!"
"Kamu juga tidak sopan datang ke hidupku!"
"Pokoknya besok kamu harus pakai kerudung."
"Tidak, jangan melewati batasanmu. Aku belum siap berhijab."
"Melewati batasan ? Aku memiliki hak untuk melewati batasan itu! Apa kamu tidak malu ? Anak kecil saja menutup auratnya," sindir Darren, setelah itu ia menatap Diana dari bawah hingga ke atas.
Perkataan Daren memang benar. Tapi hati Diana tidak bisa menerimanya. Darren membandingkannya dengan Alya. Persis seperti yang ayahnya lakukan.
"Aku ini Diana, bukan Alya. Kalau kau terus memimpikan istri seperti Alya kenapa kau tidak menikahinya Darren ? Kalian terjebak friendzone ya ? Hahaha kasian sekali! "
"Diam! Aku ini suamimu, kamu harus patuh padaku."
"Tidak, aku belum siap Darren, semua perlu proses, aku-"
Dengan gerakan kilat Darren menarik rambut Diana, membuat gadis itu langsung menengadah dan mengaduh kesakitan. Menurut Diana ini adalah KDRT pertama. Bagus, hidupnya akan semakin sengsara.
"Akh... Apa yang kamu lakukan ?! Bukannya kau tidak mau menyentuhku ?"
"Aku hanya memegang rambutmu!"
"Akhh.... Memegang ? Kau menariknya!" teriak Diana semakin menjadi.
"Aku hanya-,"
"Tetap saja kau menyentuhku!"
"Pokoknya aku tidak mau tahu, mulai besok kamu harus menutup rambutmu, kalau tidak aku sendiri yang akan mencukurnya sampai botak!"
Dengan segera Diana pergi meninggalkan kamar itu. GILA. Batinnya. Darren benar benar otoriter. Diusapnya rambut hitam legam itu dengan lembut. Ia tidak rela jika dirinya botak. Mau ditaruh di mana wajah cantiknya ini ?
Seketika suasana menjadi hening. Wajah Diana memandang lantai, akibat dari tamparan keras itu membuat area sekitar pipinya berdenyut. Pipinya mulai memanas, rasanya begitu perih dan juga sakit hingga ke telinganya. Tapi ada yang lebih perih, luka di hatinya yang tidak akan bisa sembuh dengan obat apapun."Apa aku terlihat pantas untuk dipukuli ? Apa aku hanya hidup untuk dipukuli ? Kamu sama seperti ayah, kamu datang ke hidupku hanya untuk menambah luka saja. Pulang saja ke rumah, ini kamarku. Aku tidak akan kembali ke rumahmu lagi. Besok siang aku akan segera mengirimkan surat cerai!"Setelah mengucapkan itu, Diana berjalan menuju kasur, dan mematikan saklar lampu. Ia menyingkap selimut dengan kasar, lalu berbaring ke arah jendela, memunggungi Darren yang masih berdiri. Diana tahu, tindakannya ini merupakan sebuah dosa besar. Pasti malaikat di atas sana mulai mengutuknya. Punggung wanita itu mulai bergetar.Deg... Dadanya benar-benar ngilu. Lebih sakit jika dibandingkan saat wanita y
~🖤~Sampai kapan pun tidak ada surat cerai***Dua mobil terlihat memasuki halaman rumah megah milik Irwan Siswandi. Terlihat dua pria yang sama-sama mengemudi, siapa lagi kalau bukan pewaris Irwan Siswandi, Farrel dan menantu kesayangannya Darren. Para penjaga sedikit menunduk saat mobil mereka melewati gerbang. Keluarga ini sangat menjunjung tinggi kesopanan.Setelah mobil berhenti, Vina langsung buru-buru turun, dengan semangat wanita itu menyuruh para pelayannya yang sudah berdiri di depan pintu untuk membawa tas belanjaan.Sementara Diana, wanita itu masih setia duduk di mobil dengan mata yang menatap bangunan megah di hadapannya."Kenapa masih di sini ? Ayok keluar," ajak Darren.Sambil meremas rok berwarna coklat miliknya, Diana berjalan memasuki rumah. Entah perasaannya saja atau bukan, para pelayan yang berpapasan langsung mengangguk patuh, mereka juga terus tersenyum ke arahnya. Ini seperti hari kebalikan yang sering Diana tonton di kartun saat ia kecil. Kenapa semua orang
"Brengsek!!" maki Diana. Ia berjalan ke dalam kamar, lalu membereskan semua baju-baju dan peralatan belajarnya. Darra menatap bingung ke arah Diana yang seperti sedang marah."Kenapa Di ?""Darren nyuruh pulang.""Ribet ya kalau punya suami, untung gue nggak jadi dijodohin.""Iya, jangan dulu nikah Dar, kalau belum siap," timpal Diana. Kalau saja ia memiliki keberanian seperti Darra, mungkin hidupnya tidak akan berakhir seperti ini.Sebelum pergi ia berpamitan dulu kepada Darra, tak lupa ia juga mengucapkan terima kasih karena sudah mau menampung Diana selama lima hari kemarin.***Diana sedikit kesusahan menggendong tasnya yang sangat penuh itu. Tubuhnya yang kecil berbanding terbalik dengan tas besar di pundaknya. Semua itu berisi baju tidur, baju untuk ke kampus, handuk, skincare dan alat mandi. Ditambah tas laptop di lengan kanannya.Darren berjalan ke arah Diana, lalu mengambil tas besar itu. Meskipun sedang kesal, tapi Diana membiarkan Darren mengambil tas, pundaknya juga sudah
~🖤~Meski rasanya tidak cukup, maafkan aku***Sore ini Diana dan teman-temannya sedang berangkat menuju kostan milik Darra. Mereka akan mulai mengerjakan project tugas besar. Saat ini Diana yang menyetir mobil, mereka baru saja membeli berbagai camilan, tidak afdol rasanya kalau kerja kelompok, tapi tidak ada makanan.Pandangan Diana beralih ke spion. Mobil berwarna hitam yang tampak tak asing mengikutinya sejak tadi. Ia sudah tahu kalau itu Darren. Diana berdecak kesal.Darra yang duduk tepat disamping kemudi, juga ikut melihat ke arah spion. "Darren ?" tanya gadis itu sambil menatap Diana."Iya.""Kalian lagi marahan? Biasanya kalau setiap kerja kelompok, mau selama apapun, lo pulang Di." Kini Alifa membuka suara. Ia sama-sama penasaran dengan yang lainnya. Apalagi semenjak insiden camping, ketika Diana dijemput paksa ke rumah orangtuanya, dan berakhir dengan terbaring koma di rumah sakit. Semuanya terasa janggal."Aku udah izin kok mau nginep di kostan Darra," balas Diana pelan.
Alya masih terdiam. Memandang lurus ke arah depan. Seperti tidak ada harapan. Sekarang Darren sadar, mau sekeras apapun ia berjuang, cinta Alya bukan untuknya. Wanita ini hanya memiliki Adam di seluruh hatinya, tak ada celah sedikitpun untuk dirinya masuk. Untungnya perasaan sukanya sudah ia buang. Alya mengunci hatinya hanya untuk seorang Adam, dan sialnya, Adam pergi membawa kunci itu, dan memilih berselingkuh dengan wanita lain. Sungguh ia benar-benar ingin menonjok wajah lelaki itu puluhan kali."Al...""Al.."Dua kali Darren memanggil, tapi Alya tak kunjung sadar."Aku minta maaf."Tak lama setelah itu, Alya membereskan ponsel yang tadi ia gunakan untuk melacak posisi Adam."Gapapa, mungkin sekarang bukan waktunya aku tau." Ekspresi yang awalnya terlihat sedih, kini berubah. Alya menatap Darren sambil tersenyum."Hari ini mood aku berantakan, beli es krim yuu, aku lagi ngidam Gellato," ajak Alya dengan sumringah.Darren sedikit berfikir, ia menatap jam yang sudah menunjukkan puk
~🖤~Aku bersalah Di, maafkan aku***Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Malam ini hujan deras, begitu terdengar saking kerasnya suara dari luar. Suara itu berhasil mengalihkan fokus seorang wanita, menambah suasana mencekam di kamarnya. Ditambah jendela yang tidak menutup sepenuhnya membuat angin begitu terasa menusuk pori-pori kulit wanita itu.Diana sedang belajar di perpustakaan, besok Senin akan diadakan kuis. Ia tidak pernah melewatkan belajarnya, sejak kecil ia diajarkan seperti itu. Ia mencatat dan merangkum bahasan dari buku paketnya. Bukunya sudah hampir penuh karena sudah satu jam berada di perpustakaan.Suara hujan semakin deras. Diana berjalan menuju jendela, berinisiatif menutup jendela yang sejak tadi terbuka lebar. Takut ada penyusup masuk lagi. Malam itu pun lolos, padahal ada banyak sekali penjaga di luar sana.Setelah menutup pintu, segera Diana membereskan buku-bukunya. Cukup satu jam, karena hari-hari sebelumnya ia sudah belajar, hari ini tinggal belajar bahas