~🖤~
Bagaikan burung yang hidup di dalam sangkar emas
***
Dengan hati dongkol Diana berjalan menuruni tangga. Bibirnya terus mengomel menggunakan bahasa asing. Para pelayan yang khawatir melihat nyonya rumah berjalan dengan cepat langsung mengekori dari belakang.
"Nyonya tunggu, hati-hati," ucap salah satu dari mereka. Ingin sekali mereka menggandeng Diana agar berjalan lebih lambat, tapi mereka takut kena amukan. Sejak datang, istri tuannya itu sama sekali tidak tersenyum, padahal wanita itu cukup cantik, bahkan sangat cantik jika ia bisa melebarkan bibirnya barang satu detik. Awalnya mereka mengira bahwa Diana itu blasteran, tapi ternyata tidak. Nyonya Diana ini seratus persen keturunan Indonesia. Mereka bisa mengetahui hal ini karena minggu-minggu kemarin Nyonya Delia sering membicarakan calon menantunya.
"Di mana kamarku ?" tanya Diana saat mereka sudah sampai di lantai bawah.
"Mari ikut saya nyonya."
Tanpa membalas, Diana mengikuti pelayan tersebut. Mereka berjalan menuju pintu berwarna coklat.
"Ceklek..."
Mulut gadis itu menganga. Ia mematung.
"What?" batinnya
"Kenapa nyonya ?"
Segera Diana berbalik, untuk pertama kalinya ia tersenyum kepada pelayan. "Eh nggak kok, boleh kalian tinggalkan aku sekarang ? Aku ingin istirahat," bohongnya sambil pura-pura menguap
"Tapi nyonya, makan mal-"
"Brak..." Tanpa mendengarkan ucapan pelayan di depannya, Diana langsung menutup pintu. Terlihat kasar, namun ia benar-benar tidak berniat seperti itu, Diana hanya ingin segera beristirahat, kakinya sangat pegal saat ia berdiri di pelaminan menggunakan heels setinggi tujuh centimeter, sangatlah menyiksa.
***
Setelah menutup pintu, Diana langsung menarik kopernya menuju kasur. Dengan antusias ia menarik ritsletingnya. Diana adalah tipe gadis yang suka beres-beres. Tapi hanya di kamarnya saja. Rumah orangtuanya terlalu besar, ia tidak mungkin ikut beres-beres karena jadwalnya yang sangat padat, dengan telaten ia melipat baju kuliah dan baju kerjanya.
Setelah lima belas menit, akhirnya selesai. Kini semua barang berjajar rapi di tempatnya. Berbagai jenis skincare juga sudah tersusun rapi di meja riasnya.
Ia masih menatap lemari, aneh seperti ada sesuatu yang kurang. Baju tidur, ya dirinya lupa membawa beberapa baju tidur. Diana tidak bisa memakai baju kerja atau kuliah untuk tidur, ia merasa kurang nyaman.
Saat akan menutup koper, tiba-tiba sesuatu jatuh dari barang tersebut. Warna benda itu sama dengan warna koper, pantas saja ia tak menyadarinya.
"Dress ?" gumamnya.
"Ting..."
Terdengar notifikasi panggilan dari ponselnya, segera Diana membuka pesan tersebut.
"Darra ?" gumamnya.
"Gimana ni ?"
"Udah dipake belum baju dinasnya ?"
"Baju dinas ?" tanya Diana sambil mengernyitkan dahi.
"Iya, baju dinas, masa si lo nggak ngerti ?"
"Bentar ya aku mandi dulu, badanku lengket bgt."
***
Akhirnya setelah 15 menit ritual mandinya selesai. Diana masih tidak mengerti dengan baju dinas yang Darra maksud. Apakah baju yang berwarna hitam tadi ? Merasa penasaran akhirnya Diana memakai baju itu. Ia menatap pantulan di depannya dengan jijik. Seumur-umur Diana tidak pernah memakai pakaian sexy, meskipun ia belum memakai hijab, Diana tidak pernah memakai hot pant, apalagi short dress.
Diana mengalihkan panggilangnya menjadi video.
"Ini Ra ?"
"Nah iya."
"Good girl Diana."
"Lo sexy bgt sumpah."
"Gue baru tahu lo seputih itu."
"Terus abis ini ngapain Darra ?"
"Ya lo berkembang biak lah sama si Darren."
"Massa gue harus ngajarin lo si ?"
"Aku belum siap deh kayaknya."
"Anjir trus ngapain lo nikah kalau belum siap ?"
"Aku dipaksa."
"Raa jemput aku please."
"Nggak ya Di, suami lo serem."
***Tiba-tiba...
"Tok...tok...tok...Tok...tok..."
Suara gedoran pintu makin keras. Segera Diana melemparkan ponselnya dengan asal ke kasur.
"Siapa ?" tanya Diana pelan. Pasalnya saat ini ia memakai gaun yang sangat terbuka.
"Darren, cepet buka pintunya!"
Blank.
Kini Diana kalut, ia mengacak-ngacak rambutnya. Ia memilih memakai pakaian itu karena besok ia akan langsung mandi dan menggantinya dengan pakaian kerja. Ia tidak menyangka kalau Darren akan memanggilnya malam ini.
"Be-bentar... Darren."
"Lama banget si, cepet!" ketus lelaki itu.
Tidak ada pilihan lagi, Diana langsung mengambil handuk rambut dan mengikatkannya di pinggang.
"Aku dobrak ya!" Kini Darren sudah bersiap untuk membuka paksa pintu berwarna coklat itu.
Setelah melihat Diana sudah berada di hadapannya, Darren langsung mengangkat tubuh istrinya ala bridal style.
"DARREN!" tegur Diana sedikit kencang, untuk pertama kalinya mereka bersentuhan seperti ini.
"Syuut..."
"Mama ada di depan," ucap Darren sambil mengarahkan kepalanya menuju ruang tengah.
Kini Darren berjalan sambil tetap menggendong Diana. Melihat interaksi putra dan menantunya pipi Delia menjadi bersemu merah.
"Mama, maaf Diana-" ucap gadis itu sambil menggerakkan kakinya sebagai kode bahwa dia ingin turun. Tapi Darren sama sekali tidak menurunkannya, ia malah semakin mempererat gendongannya.
"Gapapa, mama ngerti kok. Mama kesini cuma mau ngasih susu buat Diana," ucap wanita itu, sambil tersenyum ia berjalan mendekat, wanita paruh baya itu memberikan satu dus susu berukuran kecil ke tangan Diana.
"Nanti minumnya pas di kamar ya, biar cepet isi," ucap Delia sambil terkekeh.
"Yaudah mama pulang dulu, aku nggak bisa fokus kalau masih ada mama!" protes Darren. Tangannya sudah pegal mengendong Diana.
"Mama pulang bentar lagi, cepetan kamu ke atas dulu!" ucap Delia, wanita itu ingin melihat Darren dan Diana masuk ke kamar mereka. Setelah pulang, Delia merasa tidak tenang. Zaman sekarang banyak pernikahan kontrak, ditambah pernikahan putranya begitu mendadak. Ia takut bahwa semua ini hanyalah sandiwara Darren, dan sebenarnya Darren itu penyuka sesama jenis, kan ngeri, karena rasa penasarannya, ia nekat berkunjung ke rumah baru putranya itu.
Melihat mamanya bersikap seperti itu, Darren langsung menaiki tangga. Sementara Delia wanita itu kembali duduk di kursi.
Akhirnya pintu tertutup.
Dengan perlahan ia berjalan menuju lantai dua.
Tiba-tiba
"Akh... Sakit Darren..."
"Akh... akh..."
Mendengar hal itu Delia langsung menutup mulutnya, sesekali ia meringis.
"Buseeet kok cepet banget...."
Segera ia berlari menuju tangga. "Darren mama pulang dulu ya, jangan kasar-kasar sama mantu mama, kasian Diana!" teriaknya.
"Dia masih pemula..." tambahnya lagi. Setelah itu ia berjalan girang menuju pintu keluar. Perasaannya sudah lega.
Flashback
Kini mereka sudah sampai di kamar. Segera Darren menjatuhkan Diana dengan kasar ke kasur king size-nya.
"Akh... Sakit Darren..." ringis gadis itu.
"Kamu berat banget si !" ucap Darren dengan pelan.
Mendengar hal itu Diana langsung bangun. Ia tidak terima Darren mengatainya seperti itu. Tubuhnya ini ringan seperti kapas. Apa lelaki ini buta ?!
Sementara Darren, ia baru sadar kalau Diana memakai dress yang sangat pendek. Segera ia melemparkan beberapa bantal ke arah istrinya.
"Akh..."
"Akh.." DEngan tangan menyilang Diana menghalang lemparan bantal itu.
"Darren kamu apa-apaan si ?"
"Ganti!"
"Ganti apa ?"
"Baju kamu Diana."
Mendengar hal itu Diana langsung tersenyum remeh. Ia berjalan kearah Darren, bukannya terlihat anggun, Diana berjalan dengan dibuat-buat seolah dirinya preman pasar yang ingin memalak para pedagang.
"Kamu..." ucap Diana sambil menatap dalam mata Darren.
"Apa ?" balas Darren sedikit was-was.
"Kamu tergoda kan sama aku ?"
"Nggak, geer banget."
"Bener ? Mang eaak ?" ucap Diana sambil sedikit membuka tali lingerie itu.
Sedetik kemudian, Darren langsung mendorong Diana. Lelaki itu memojokkan istrinya menuju lemari.
Diperlakukan seperti itu, Diana langsung menutup matanya. Ia benar-benar takut. Seperti senjata makan tuan. Darren lebih berani darinya. Bibirnya ia tutup serapat mungkin saat nafas suaminya mulai terasa di permukaan wajah.
"Dar-rren, aku..."
Kemudian sesuatu dilempar ke wajah Diana.
"Nih pake, AKU NGGAK AKAN NGELAKUIN ITU TANPA ADANYA CINTA, aku bukan lelaki brengsek Diana."
Dengan segera Diana mengambil kaos itu dari atas kasur. Ia langsung memakai kaos yang terlihat kebesaran, membuat Diana mirip seperti bebegig sawah.
Setelah selesai ia berjalan menuju pintu. "Aku tidak sedang menggoda kamu, aku hanya mencoba beberapa hadiah dari Darra. Aku tidak akan memakai benda itu di hadapanmu lagi, dasar tuan geer," ucap Diana dengan sinis sambil menutup pintu itu dengan keras.
TBC
~🖤~Bisa kah sehari saja hidupku tenang ?***"Darren cepet, aku harus kembali ke restoran!" titah Diana tak sabaran. Gadis itu tidak berbohong, hari ini ia benar-benar sibuk."Tunggu sebentar lagi, ini belum rapi," balas Darren dengan tangan yang masih memegang kepala istrinya.Saat ini mereka masih saling berhadap-hadapan. Hal itu sedikit membuat jantung Diana tak karuan. Ia dibesarkan di keluarga yang agamis, Diana tidak pernah sedekat ini dengan lelaki. Meskipun dulu ia tidak memakai kerudung, Diana tidak pernah bersentuhan dengan lelaki yang bukan mahramnya. Pernah waktu itu ia pulang berboncengan dengan teman SMA-nya, Irwan langsung menyeret Diana secara kasar menuju gudang dan menguncinya hingga malam. Dulu Irwan tidak pernah main-main dalam mendidiknya.Deru nafas Darren begitu terasa di kulit wajahnya yang begitu mulus."Apakah lelaki ini sengaja ?" batinnya."Nah udah.""Makasih," balas Diana sambil menatap jengkel ke arah suaminya. Setelah itu ia berdiri hendak meninggalk
Keesokkan paginyaWaktu menunjukkan pukul lima pagi. Tadinya Diana sudah memasang alarm, setelah shalat, ia langsung tertidur lagi, sudah lama ia tidak bergelut manja di ranjangnya. Meskipun ranjangnya saat ini berukuran queen size ia tetap nyaman."Tok...tok...tok..."Samar-samar terdengar suara ketukan pintu, sangat pelan, karena merasa risih akhirnya Diana pun terbangun."Nyonya sudah bangun ?""Sudah," balas Diana dengan suara seraknya."Boleh kami masuk untuk menyiapkan air hangat ?""Boleh, pintunya juga tidak dikunci," balas Diana sekenanya. Setelah mengucapkan itu Diana berjalan menuju jendela. Dengan perlahan Diana membuka jendela itu. Udara segar menerpa kulit putihnya. Ia pun berbalik, matanya menatap sekeliling kamar. Darren begitu tega, lelaki itu menempatkannya di kamar tamu. Berbeda dengan kamarnya yang berada di rumah ayah, kamar itu begitu luas, kadang ia malas membereskannya."Nyonya airnya sudah siap," ucap pelayan sambil menunduk."Baik, terima kasih," balasnya sa
~🖤~Bagaikan burung yang hidup di dalam sangkar emas***Dengan hati dongkol Diana berjalan menuruni tangga. Bibirnya terus mengomel menggunakan bahasa asing. Para pelayan yang khawatir melihat nyonya rumah berjalan dengan cepat langsung mengekori dari belakang."Nyonya tunggu, hati-hati," ucap salah satu dari mereka. Ingin sekali mereka menggandeng Diana agar berjalan lebih lambat, tapi mereka takut kena amukan. Sejak datang, istri tuannya itu sama sekali tidak tersenyum, padahal wanita itu cukup cantik, bahkan sangat cantik jika ia bisa melebarkan bibirnya barang satu detik. Awalnya mereka mengira bahwa Diana itu blasteran, tapi ternyata tidak. Nyonya Diana ini seratus persen keturunan Indonesia. Mereka bisa mengetahui hal ini karena minggu-minggu kemarin Nyonya Delia sering membicarakan calon menantunya."Di mana kamarku ?" tanya Diana saat mereka sudah sampai di lantai bawah."Mari ikut saya nyonya."Tanpa membalas, Diana mengikuti pelayan tersebut. Mereka berjalan menuju pintu b
Blank. Diana seakan-akan bisu. Bola matanya membulat sempurna, ia menatap ibunya, wanita itu sama sekali tidak membalas tatapannya. Ibunya malah tersenyum ke arah wanita di seberang yang Diana yakini sebagai calon mertuanya. Wanita di seberangnya ini terlihat elegan dengan anting berlian blue sapphire yang menggantung indah di telinganya, sangat jeli.Diana sama sekali tidak bisa menolak keputusan ayahnya. Ia mencoba menatap lelaki yang baru saja melamarnya, untuk pertama kalinya mereka saling menatap. Darren, nama yang baru saja didengarnya, lelaki itu menatapnya datar. Darren seperti membencinya, ia sudah kenal depan tatapan seperti. Sudah sering, seperti makanan sehari-hari.Tidak ada acara tukar cincin, Darren hanya menyerahkan cincin lamaran itu tanpa berniat memasangkannya. Tak ada yang protes karena dengan begini mereka tidak bersentuhan sebelum benar-benar halal.Setelah berbincang cukup lama mengenai waktu pelaksanaan pernikahan, Vina dan Rosa mempersilahkan para tamu untuk m
~🖤~Tiba-tiba datang seperti hujan badaiDi manakah aku berteduh ?***Hari ini benar-benar melelahkan, setelah pulang dari kampus, Diana harus mengunjungi kedai kecilnya. Sejak dari tadi, mbak Kikan selaku managernya menelpon, pasti terjadi sesuatu. Yaa, wanita itu tidak mungkin menelponnya sampai puluhan kali. Diana mengendarai mobil yang baru saja sebulan dibelinya dengan sedikit mengebut. Diana sudah berhasil membeli mobil hasil dari jerih payahnya sendiri. Meskipun baru beberapa bulan belajar, gadis itu sudah terlihat mahir dalam berkendara. Bahkan ia membuat SIM card-nya tanpa menyuap.Cuaca sore ini cukup terang ditambah kemacetan membuat Diana gerah. Kota ini memang lumayan padat, ia sedikit memakluminya. Ia menyesal karena tidak membawa ikat rambut di tas hitamnya, biasanya ikat rambut itu selalu berserakan di dashboard, tapi kali ini tidak ada.20 menit kemudianAkhirnya Diana sampai di depan halaman parkir kedainya, suasana siang ini cukup ramai. Soal harga, Diana tidak te