Share

Chapter 7

Author: RoseannaG
last update Last Updated: 2025-06-15 18:36:42

Mendengar hal itu, Darren langsung menatap ke arah Diana, memperhatikan baju kurang bahan yang dipakai Diana. Darren terpaku ditempat, sama sekali tidak bergerak. Tatapan mereka kembali beradu. Hampir lima menit mereka tetap berada di posisi yang sama. Darren memindahkan laptop dari pangkuannya. Tadi ia sempat berada di ruang kerja, karena sedikit pegal ia berpindah ke kamar. 

Darren berjalan menuju lemari, mengeluarkan selimut putih. Lalu berbalik pada gadis yang berdiri tak jauh darinya. Tatapan yang sama sekali tidak berpaling sedetik pun dari Diana. Ia jalan ke arah Diana, langkahnya terburu-buru menghampiri gadis itu. 

Takut dengan tingkah lelaki yang baru saja digodanya, Diana mundur secara perlahan.  Apakah ini sudah terlambat ? Sejujurnya ia belum siap, tapi ibu terus menerornya seperti penguntit. Apa semudah itu mengandung calon pewaris ? Pasti perlu melakukannya berkali-kali, Diana sedikit hafal dengan materinya. Tapi untuk praktek, ia tidak tahu apa yang harus pertama kali dilakukan. Apa seperti di drama Korea yang sering Sofia dan Rani tonton ? Atau seperti film barat yang sudah dikirim Darra sebagai referensi ? Sibuk berpikir, Diana tidak sadar kalau kepalanya hampir membentur dinding dekat pintu. 

Tangan Darren berhasil melindungi kepala Diana. Mata yang dari tadi menatapnya dalam kini terlihat jelas dengan jarak sepuluh centimeter. Ini GILA, jantungnya yang sangat murahan memompa begitu cepat. Deru nafas yang terasa berat menyentuh permukaan wajanya, juga hidung mancung yang seperti akan menujuk kulitnya. Diana sudah tidak kuat lagi, harusnya ia memiliki kekuatan berteleportasi seperti pintu ke mana saja milik Doraemon. 

"Dar-renh aku..." Sebelum menyelesaikan ucapannya, Diana pergi melengos ke luar. 

Seperti sudah tahu pergerakan Diana selanjutnnya, Darren menarik lengan gadis itu hingga berdiri ke posisi semula. Bahkan kini lebih dekat, Darren mengukung Diana.

Sesak, itulah yang Diana rasakah saat ini.

Tangan kirinya Darren gunakan untuk melindungi kepala Diana dari benturan dinding, sementara tangan kanannya menangkup wajah kecil yang menatapnya takut. Sudah terlambat, kali ini Darren tidak bisa menahannya lagi, suruh siapa datang ke kamarnya dengan pakaian setipis ini. 

"Barusan mau ke mana ? Bukannya minta disentuh ya ?" tanya Darren sambil tersenyum. Lebih tepatnya meledek Diana yang berekspresi seperti tikus terjepit. 

Diana merasa tersetrum setelah Darren menghirup dalam pipi dan area sekitar lehernya.  "Cup..." 

"Cup..."

"Cup..."

Bukan hanya satu kali, Darren mengagetkan Diana dengan beberapa ciuman. 

Suara kecupan itu terdengar jelas di telinga Diana yang semakin membuatnya geli. 

"Ini harum stroberi, pake lip tint dulu ya ?" Darren mengusapkan jarinya pada bibir pink Diana.

"Niat sekali kamu Dianaa..." 

Darren kembali mengikis jarah antara dirinya dan Diana.

5 cm...

3cm...

1cm...

Diana buru-buru menutup matanya takut.

"CUUUP..." 

Kini yang Diana rasakah adalah ciuman dalam di pipi sebelan kanan, rupanya Darren memiringkan kepalanya dan beralih. 

Setelah tiga menit, Darren kembali berdiri dengan tegap. Perlahan tangannya menutupi tubuh Diana dengan selimut.

"Sekarang kamu kembali ke kamar Di, barusan aku sudah menyentuhmu."

"Tapi bukan menyentuh yang seperti itu," gumam Diana. 

"Menyentuh yang seperti apa ? Aku tahu kamu belum siap."

Diana membulatkan matanya, bagaimana Darren bisa tahu ?

"Sekarang kamu ke bawah, apa perlu aku antar sampai ke kamar ?"

"Eh nggak, nggak usah." Dengan terburu-buru Diana berjalan ke luar sambil mengeratkan selimut.

Darren menutup pintu kamarnya setelah melihat punggung Diana yang menjauh. Ia mengacak rambutnya kesal. "Hampir aja gue hilang kendali." Dari mana Diana mendapatkan keberanian ? Bisa-bisanya ia datang ke kamar dengan dress setipis itu. Ia heran, kadang Diana bersikap judes seolah begitu membencinya, kadang juga Diana bersikap centil dengan menggodanya beberapa kali. Mana kah Diana yang asli ? Apa gadis itu berkepribadian ganda ?

***

"Aku merendahkan diriki lagi."

"Diana, aku berjanji ini adalah yang terakhir," batinnya.

Ia merutuki dirinya yang terus-terusan menggoda Darren dengan gaun tipis. Dengan perlahan ia berjalan menuruni tangga. Ia memegang pagar besi dengan erat. Setelah sampai di lantai satu, ia menatap jam besar yang terpajang di dinding. Jam itu menunjukkan pukul sembilan, bukannya kembali ke kamar, ia malah berjalan menuju kolam renang.

Tubuhnya tiba-tiba memanas, mungkin dengan berenang rasa panas itu akan mereda. Ia menatap sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada seorang pun di sekitar kolam.

Dengan perlahan ia memasuki kolam. Ingatan kembali ke masa kecilnya. Dulu, sebelum sepuluh kali ia bolak-balik dari ujung ke ujung, ibu tidak pernah mengizinkannya untuk naik. Meskipun ia sudah sangat mahir, ibu tidak pernah mendaftarkannya ke ajang olimpiade, mungkin tujuan dari wanita itu hanya untuk menyiksanya.

Setelah tiga puluh menit Diana memutuskan untuk naik. Badannya sudah menggigil, ditambah dengan keriput di area tangan dan kakinya.

Setelah memakai bath robe, Diana mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

"Hatchiiii!!!"

"Hatchiiii!!"

Setelah lumayan kering, Diana berjalan menuju dapur untuk mengambil P3K. Ia akan minum obat, ia tidak boleh sakit karena besok ia harus kembali bekerja

Seperti biasa suasana pagi ini disibukkan dengan para pelayan yang memasak. Dua di antara mereka sibuk membantu Diana memakai kerudung.

Kini Diana sudah siap di meja makan. Berbagai menu sudah tersedia, ayam kecap dan sayur-sayuran. Setelah berdoa, ia mulai menyendok kan nasi ke dalam piringnya. Ia lebih memilih makan duluan.

Diana makan dalam diam. Sejak kecil gadis itu diajarkan tata krama. Beberapa pelayan menatapnya takjub.  Mereka tahu kalau Diana sebenarnya orang baik, tapi gadis itu menjadi kurang ramah karena mereka membakar bajunya.

Suara langkah kaki yang turun dari tangga berhasil mengalihkan perhatian. Diana menatap sejenak ke arah suaminya, setelah itu ia menyendok kan suapan terakhir. Karena tenggorokan terasa seret, ia pun segera minum.

Setelah selesai, Diana menghampiri suaminya, gadis itu mengulurkan tangannya, "Apa ?" tanya lelaki itu menatapnya heran.

"Salim, aku mau berangkat," balasnya santai. Gadis itu bersikap seolah-olah kemarin malam tidak terjadi apapun.

Sedetik kemudian Darren langsung menyerahkan tangannya. Kejadian itu berlangsung begitu cepat, kini Diana sudah berada di depan pintu.

"Hati-hati," ucap Darren dengan pelan.

Mendengar hal itu Diana hanya mengangguk tanpa berbalik. Ia tahu kalau sikap Darren barusan hanya sebuah formalitas di depan para pelayan. Ia tahu kalau mama memata-matai mereka.

Seperti biasa hari ini Diana pergi ke kampus. Ia memilih melanjutkan pendidikannya. Dari pada tidak ada kerjaan lebih baik ia melanjutkan gelar magisternya. Diana kira Alya akan melanjutkan pendidikan, tapi ternyata wanita itu tidak melakukannya. Dulu wanita itu selalu dielu-elukan keluarga. Ia dan Alya sekolah di tempat berbeda, tapi tetap saja keluarganya selalu membanding-bandingkan mereka.

Hari ini akan diadakan kuis. Untung saja setelah berenang,  Diana belajar terlebih dahulu. Sebenarnya ia tidak terlalu suka belajar, tapi karena dulu ayah selalu memaksanya, sekarang ia menjadi terbiasa, bahkan beberapa temannya memanggil Diana dengan sebutan gadis kutu buku.

Diana menjadi mahasiswa pertama yang mengumpulkan kuis. Seperti biasa ia akan menunggu teman-temannya di kantin dekat taman.

Lima belas menit kemudian, Diana dan teman-temannya sudah berkumpul di kantin. Mereka mengerjakan beberapa tugas kelompok. Sebagai ketua kelompok, Diana berusaha menjelaskan kepada teman-temannya.

"Gimana ngerti nggak ?"

"Diana, kok lo makin cantik si semenjak pake kerudung," celetuk Fakhri. Lelaki itu sempat mendekati Diana, tapi sayang Diana keburu dilamar Darren.

"Iya, kamu jadi makin glowing," balas Rani mengompori.

"Apaan si kalian," ucap Diana, ia mnejadi malu, Diana tidak suka mereka memujinya berlebihan.

"Yaudah aku lanjutin..."

Tiba-tiba

"drt...drt...drt..."

Sekilas ia menatap ponselnya. Darren, nama si penelepon. Segera ia berdiri.

"Sebentar ya temen-temen," ucapnya sambil berjalan ke tempat yang lebih sepi.

*

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam, ada apa Darren ?"

"Kamu lupa ? Antarkan makan siang untukku sekarang juga!" ketus lelaki itu.

"Aku masih di kampus Darren, nanti orangku akan mengirimkannya ke kantor."

"Aku mau kamu yang datang ke sini, aku tunggu dua puluh menit." Setelah mengucapkan itu, Darren langsung menutup panggilannya secara sepihak.

"Apa aku cuma pembantumu Darren ?"

"Ya, anggap saja begitu."

"Dasar menyebalkan!" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Married with a Strange Man   Chapter 19

    Saat ini Diana dan para pelayan sedang membuat makanan. Hari ini Fakhri dan yang lainnya akan berkunjung ke rumah. Berbagai macam camilan ia buat, Diana memang sangat terampil, terutama dalam membuat makanan. Semua makanan dengan rasa asin sudah tersedia di meja.Sedang asyik membuat puding, tiba-tiba suara seseorang mengagetkannya."Buatkan aku juga, rasa stroberi." Setelah itu Darren kembali ke ruang tengah.Diana menatap suaminya dengan jengkel. Memangnya ia pembantu ?Diana menyusul Darren, gadis itu masih memakai apronnya. "Lho, kamu nggak ke kantor ?""Nggak.""Ini kan bukan hari libur.""Terserah aku mau libur sehari atau seminggu, perusahaan itu milikku," balas Darren sambil membaca buku. Tumben sekali Darren membaca buku di lantai satu, biasanya Darren akan berdiam di lantai tiga, letak perpustakaan di rumah ini.Darren benar, mau libur sebulan pun tidak ada yang akan memecatnya. Diana tak perlu ambil pusing, ia kembali dengan kegiatannya.***"Assalamualaikum," ucap teman-te

  • Married with a Strange Man   Chapter 18

    "Ceklek..."Kini Diana sudah tiba di rumah. Ia diantarkan oleh Sofia. Saat melewati ruang tengah, ia langsung mendapatkan tatapan tajam. "Tuh Ma pelakunya!" tunjuk lelaki yang tak lain adalah suaminya, Darren."Dia nggak nganterin makanan ke kantor," rengeknya lagi. Kepala Darren berada di pangkuan Delia. Meskipun terdengar dibuat-buat tapi ringisan lelaki itu nyata."Sepertinya kamu belum tahu Diana, Darren itu mengidap magh kronis, dua puluh menit saja dia telat makan, maka perutnya akan terasa sakit. Jadi Mama harap kamu bisa ngertiin kondisi Darren."Mendengar itu Diana menjadi merasa bersalah. Tidak seharusnya ia egois. Sebelum ke toko buku dengan sengaja ia men-silent ponsel agar ia tidak mendengar panggilan dari suaminya. Seharusnya ia bisa melayani Darren dengan baik. Ia merasa gagal menjadi seorang istri.Dengan perlahan ia mendekat ke sofa. Ia duduk di karpet, sementara Darren dan Delia masih duduk di sofa. Diana meraih tangan Darren lalu menciumnya. "Maaf," ucapnya setulu

  • Married with a Strange Man   Chapter 17

    Masih dalam keterkejutannya, Diana langsung menutup mulut. Ia menatap horor ke arah suaminya. Ia tak menyangka kalau Darren akan mengatakan hal frontal itu di sini, ia yakin para pelayan dapat mendengarnya. Tanpa merasa bersalah, Darren langsung berjalan menuju kamarnya.Di sisi lain, para pelayan yang mendengar ancaman Darren terhadap Diana langsung menutup mulut, mereka saling menatap satu sama lain. Mereka terkejut sekaligus senang, karena sepertinya hubungan majikannya akan mulai membaik.Mobilnya masih di bengkel, pagi ini Diana berangkat bersama Darren. Tidak, bukan Diana yang meminta untuk diantarkan, tapi Darren yang mengajaknya karena lelaki itu akan meeting di perusahaan yang dekat dengan restoran Diana. Darren sibuk dengan iPad di tangannya. Diana sedikit terkekeh saat melihat ekspresi Darren yang mengernyitkan dahinya."Aku memang tampan, tidak usah berlebihan," ucap Darren sambil meletakkan Ipad-nya."What ?!" balas Diana sambil menatap tak percaya ke arah Darren. Ia baru

  • Married with a Strange Man   Chapter 16

    Sedetik kemudian suara sirine mobil polisi mulai terdengar, para lelaki berkepala plontos dengan tato di masing-masing lengan saling memandang, sedikit terkejut karena ini adalah pertama kalinya mereka tertangkap."Sial!" maki salah satu di antara mereka. Raut kesal nampak begitu jelas, malam ini mereka kehilangan mangsa.Polisi dan perampok itu saling bertarung, terdengar beberapa tembakan dari pihak polisi karena ada seorang perampok yang ingin melarikan diri. Sementara Kafka, lelaki itu langsung berlari menuju Diana. Tak perduli hujan membasahi tubuhnya, baginya saat ini adalah keselamatan Diana.Kafka langsung merengkuh Diana yang sudah terduduk di jalan, punggung gadis itu mulai bergetar."Kak, Ana takut." Diana semakin mempererat pelukannya."Sudah, sekarang kamu aman," balas Kafka sambil mengelus-elus punggung Diana. Sesaat setelah mobilnya dilempar batu, Diana langsung menelpon Kafka dan menyalakan lokasinya. Untung saja ia sempat melakukan itu, kalau tidak nasib tragis akan m

  • Married with a Strange Man   Chapter 15

    Setelah mata kuliah terakhir selesai, segera Diana mengunjungi restorannya."Kayaknya Bu Bos lagi bahagia nih," ucap Gina sambil meletakkan teh hangat di meja kerja Diana. Seperti biasa gadis itu yang selalu melayani Diana."Hehe, tau aja Gin.""Gin boleh nggak aku minta tolong?""Boleh Bos.""Bisa nggak kamu dandanin aku, soalnya aku suka gaya make up kamu.""Oh bisa Bos, boleh banget.""Tapi jangan terlalu mencolok yaa, sore ini kamu ikut aku ke rumah.""Oke siapp Bos."Setelah itu Gina kembali ke dapur lagi.***Diana dan Gina sudah tiba di parkiran. Gina, gadis itu menatap takjub rumah atasannya. Bos-nya ini sudah dari dulu kaya raya, dan sekarang ia menikah dengan pria kaya. Ia sedikit iri dengan Diana, kehidupannya begitu sempurna. Pantas saja Diana mendapatkan semua ini, Diana begitu baik, mungkin ini buah dari kebaikannya selama ini."Woah, rumahnya megah banget Bos," ucap Gina dengan mata berbinarnya."Bisa aja kamu.""Ayo masuk."Mereka pun masuk dengan Gina yang mengekori D

  • Married with a Strange Man   Chapter 14

    ~🖤~Tak ada satu pun omonganmu yang bisa kupegangAku tak pernah berarti dan berharga di hatimu***Setelah urusannya selesai, Darren kembali ke rumah. Hari ini ia tidak ke kantor sama sekali, awalnya ia berniat masuk setelah mengantar Diana ke rumah sakit, namun karena seseorang menelpon, ia membatalkannya. Kebetulan kerjaannya di kantor hanya tinggal sedikit lagi. Dari pagi hingga sore ia membuntuti seseorang. Ia sudah ahli mengerjakan hal seperti ini. Sudah belasan kali ia mematai-matai musuhnya. Kemampuan Darren sudah di atas rata-rata.Setelah menutup pintu mobil, Darren melangkahkan kakinya menuju rumah. Ia akan masuk dari pintu depan, seperti biasa mobil akan dimasukkan ke garasi nanti oleh salah satu supir. Ia berjalan menuju salah satu kamar, lebih tepatnya milik Diana. Ia ingin mengecek keadaan gadis itu. Semoga saja gadis itu sudah sembuh, sehingga besok bisa membuatkannya makan siang lagi. Sudah dua hari ia tidak menyantap makanan buatan Diana, sejak pertama kali, Darren

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status