Share

Kabar Duka

Author: Zu
last update Last Updated: 2021-04-12 21:58:20

Anyelir sudah bersiap-siap dengan koper juga terusan pink selututnya sejak setengah jam lalu. Tapi, tidak ada tanda-tanda taksi yang membawa sang papa berhenti di halaman rumah Damian. Bahkan, saking tidak sabarannya, Anyelir meminta satpam rumah untuk membuka gerbang rumah sang duda tampan lebar-lebar.

Kata Anyelir biar ia leluasa menghadap jalan. Katanya juga, biar Papanya tidak lupa jalan menuju rumah Damian dan tersesat masuk ke rumah orang lain. Memang alasan yang tidak masuk akal. Tapi, Damian membiarkan saja gadis cerewet itu bertingkah sesuka hati. Mumpung hari ini adalah hari terakhirnya berada di sini.

Besok-besok, rumah Damian tentu saja bakal kembali damai dan sepi. Tidak seperti ketika Anyelir mendirikan perkemahan di ruang tengah. Tidak seperti ketika Anyelir menghancurkan dapur pukul 3 malam. Tidak seperti ketika gadis itu masih bisa keliaran di sini dan merecoki kehidupan Damian.

"Anye ... Papamu belum datang juga?" tanya Damian ikutan heran.

Anyelir menoleh dengan mata berkaca-kaca. Wajahnya pias seolah hampir menangis. Dengan lesu, gadis itu menggeleng.

Damian menghela napas berat. Bingung juga. Karena setengah jam lalu Pak Ardi bilang sudah hampir sampai sini kurang lebih 10 menit lagi. Tapi, hingga sekarang dia juga belum menampakkan wajahnya.

"Nggak mau masuk dulu? Nggak capek apa duduk di sini?" tanya Damian sambil ikut duduk di samping gadis itu.

Saat ini, keduanya tengah selonjoran di undakan tangga teras rumah yang tingginya tidak sampai lutut. Kaki Anyelir yang pendek bahkan mampu menyentuh paving halaman.

"Aku mau nungguin Papa sampai dateng, Om." Anyelir menjawab tegas.

Gadis itu bersedekap dada dengan pipi mengembung lucu. Damian memperhatikan sambil memeluk lututnya sendiri.

Rencananya setelah Anyelir dijemput nanti, dia bakal langsung ke tempat kerja. Tapi, hingga detik ini gadis itu rupanya belum dijemput sang papa.

"Kok Papa belum jemput aku sih, Om?!" tanya Anyelir mulai kesal.

Kal ini gadis itu berdiri dan berkacak pinggang. Merasa luar biasa kesal karena kelelahan dan tidak sabaran menunggu. Jadi dia kapan pulangnya dong kalau kayak gini? Anyelir kan sudah rindu kucing dan kasurnya di rumah!

"Nggak sabaran banget aelah, duduk aja dulu." Damian menarik lengan gadis itu dan segera menyuruhnya duduk.

Anyelir menyorot Damian dengan pandangan makin kesal. Damian yang melihat wajah tidak santainya kontan mengusap wajah gadis itu

"Jangan pasang wajah sejelek itu, nggak cocok banget buat kamu. Sana, mending sarapan dulu. Dari kemarin kamu belum makan, kan?" titah dan tanya Damian.

Anyelir menggeleng keras. "Aku nggak mau sarapan kalau nggak sama Papa," putus gadis itu final.

Damian mendengkus keras berikutnya berdiri.

"Dasar anak kecil!" maki duda tampan itu berikutnya menghilang di ambang pintu.

***

Baru beberapa menit masuk ke rumah, Damian kembali keluar dengan wajah pucat. Anyelir yang melihat itu kontan mengernyit keheranan.

"Kenapa, Om?"

Tidak ada jawaban. Pria itu menyorot Anyelir lekat sekaligus cemas membuat gadis itu ikutan cemas.

"Kenapa, Om?!" tanya Anyelir sekali lagi dengan nada setengah memaksa sambil menarik-narik lengan Damian.

"Papa kamu, Anye---Papa kamu, Pak Ardi meninggal."

Gerakan Anyelir di lengan Damian kontan terhenti. Matanya menyorot Damian murka. Pria itu boleh melucu tapi bukan begini caranya. Ini sama sekali tidak lucu bagi Anyelir.

"Om kalau mau bercanda jangan kayak gini lah!" teriak Anyelir tidak terima sambil menghempaskan lengan Damian yang sedari tadi dipegangnya.

Damian menggeleng. Tangannya menyodorkan ponsel yang sedari tadi masih tersambung dengan sebuah nomor dengan nama 'Pak Ardi'. Melihat itu, Anyelir segera mengambil ponsel Damian dan menempelkan benda pipih itu di telinga.

"Halo, Pa? Papa dimana? Kok belum sampai sini sih? Anye nungguin daritadi loh! Ish kap---"

"Halo, Dek. Ini siapa ya? Tolong dong kasih hp-nya ke Mas yang tadi, saya mau nanya jenazah korban mau dibawa kemana."

Mendengar sahutan orang di seberang sana, tangan Anyelir kontan gemetar hebat. Cairan bening berkumpul di pelupuk matanya. Perempuan itu menyorot kosong dengan mata diliputi amarah.

"Bapak jangan semabarangan! Papaku nggak mungkin meninggal! Dasar tukang bohong!" teriak Anyelir murka.

Begitu selesai mengatakannya, gadis itu melempar ponsel Damian keras ke lantai.

BRAK ....

"Kalian semua ini ngomong apasih?!" maki Anyelir lagi sebelum Damian mampu protes karena ponselnya yang kini sudah retak.

Damian baru saja akan menjelaskan tapi gadis itu malah berlari keluar rumah. Pria itu kontan mengejar tapi langkah Anyelir rupanya begitu lincah dan cepat.

Tapi, kaki Damian yang panjang tentu saja mampu menyaingi kecepatan gadis kecil itu. Segera menarik Anyelir, pria itu memilih memeluk gadis itu dari belakang guna menahan gerakan memberontaknya.

"Tenangin diri kamu, Anyelir. Tolong tenang dulu," pinta Damian dengan lembut.

Dia juga terkejut dengan kabar duka ini. Kata orang yang menolong Pak Ardi, taksi yang ditumpangi Papa Anyelir oleng dan bertabrakan dengan truk pengangkut pasir.

Supir taksi termasuk penumpang tidak terselamatkan. Sedangkan supir truk hanya luka ringan. Damian bingung menjelaskan pada Anyelir bagaimana. Makannya dia tadi langsung menyodorkan ponselnya ke gadis itu. Damian tidak tahu kalau reaksi Anyelir bakal sekalap itu.

"Lepasin aku! Aku mau jemput Papa! Dia pasti udah pulang ke rumah kami!" teriak Anyelir yang masih berada dalam kungkungan Damian.

"Tolong tenang, Anye! Jangan memperburuk keadaan!" bentak Damian karena bingung harus menghadapi gadis di dekapannya dengan cara apa.

"Papaku udah pulang, Om!" teriak Anyelir pilu dengan isak yang menggema nyaring.

Damian yang mendengarnya, akhirnya merasa kasihan juga. Menghela napas berat, pria itu membalikkan tubuh Anyelir dan menangkup pipi gadis itu dengan mata menyorot menenangkan.

"Ayo kita temui Papa kamu, jangan kayak gini." Tidak ada nada perintah ataupun amarah dari bibir Damian.

Dan hal itu, berhasil membuat pertahanan Anyelir akhirnya rubuh juga. Gadis itu terduduk di tepi jalanan sambil menutup wajahnya. Bahunya bahkan berguncang hebat karena tangis yang tidak kunjung berhenti.

"Papaku masih hidup, Om. Papaku masih hidup. Orang itu ... orang itu yang harusnya mati."

Mendengar racauan kacau gadis itu, Damian ikut jongkok dan memeluk Anyelir lagi. Mencoba memberikan kekuatan pada gadis yang saat ini begitu terguncang jiwanya.

"Tenang, Anye." Lagi dan lagi, Damian tidak bisa mengucapkan kata lain selain itu.

"Jangan sentuh aku! Sana pergi! Aku mau nunggu Papa di sini!" teriak Anyelir lagi yang dibalas Damian dengan gelengan.

"Jangan kekanakan, Anyelir. Tolong jangan mempersulit keadaan. Ayo kita jemput jenazah Papa kamu di tempat dia kecelakaan." Damian mencoba meminta pengertian.

Anyelir semakin menenggelamkan kepalanya di balik lipatan tangan juga lutut.

"Aku emang kekanakan! Aku nggak akan jadi orang dewasa kalau jadi dewasa bikin aku kehilangan Papa."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Marry Me, Om Duda!   My Little Anyelir [Extra Part]

    "Pokoknya nggak mau tau! Nggak mau makan kalau nggak diseduhin mie instan!" Teriakan cempreng dari sang putri bungsu, membuat Anyelir berkacak pinggang. Perempuan itu mendengkus kesal sebelum kemudian beralih ke dapur."Azura! Jangan bikin Mama marah! Kata Papa, Mama lagi mode singa betina," bisik Elynca---sang putri sulung yang sayangnya tidak mirip bisikan. Karena Anyelir bahkan mampu mendengar 'bisikan' gadis kelas 1 SMP itu. Azura menoleh pada sang kakak kemudian memasang wajah memelas."Mintain mie instan ke Papa kalau gitu. Sana teleponin Papa, Kak Elyn!" Azura meminta sambil menarik-narik ujung baju kakaknya. Gadis yang saat ini duduk di bangku kelas 4 SD tersebut bahkan hampir menangis hanya karena sebungkus mie instan."Lagian kamu sih! Makan mie mulu, dimarahin Papa tau rasa deh," omel Elynca membuat Azura menggeleng protes."Aku nggak makan mie banyak kok sekarang. Cuma 2 kali sehari," cerita Azura yang dibalas dengusan sebal Elynca."Itu banyak namanya, Zuraaa! Papa aja

  • Marry Me, Om Duda!   Kamu Terlalu Memabukkan [Tamat]

    "Hei, Anak kecil! Makan dulu baru main! Ya Ampun, kok susah banget nurutnya sih?!" omel Anyelir pada gadis berambut sebahu yang berlari keluar dari dapur.Meninggalkan sang Ibu yang kini sudah berkacak pinggang di pintu utama rumah. Elynca menyengir lebar begitu melihat kekesalan yang terpeta di wajah awet muda sang Mama. Tapi, bukannya takut, gadis 5 tahun itu justru semakin berlari hendak keluar gerbang kalau saja tidak menubruk tubuh seseorang.Bruk ...."Aduuh ...." Elynca meringis sambil mengusap-usap keningnya tengan tangan mungilnya.Tapi, begitu mengenali celana orang yang ditabraknya, perempuan itu mendongak antusias dan menemukan wajah Damian tengah tersenyum sama sepertinya."Hei, Nona Adisthy kecil. Kamu ngapain Mamamu lagi sekarang sampai dia semarah itu, hm?" tanya Damian sambil menggendong sang putri dengan begitu ringan.Anyelir yang melihat kepulangan suaminya, semakin mendengkus kesal. "Oh ... inget rumah ternyata? Kirain lupa alamat terus nggak tau mau pulang lewat

  • Marry Me, Om Duda!   Seharusnya Pura-pura Tidur

    Anyelir duduk berpangku tangan serius sambil memandangi pria di depannya yang memasak wajah ngeri. Berbanding terbalik dengan wajah sang suami di sampingnya yang sudah seperti hendak menerkam orang."Dia nggak bisa itu, Nye! Mending kamu liat aku makan pedes aja daripada dia. Dia mah cemen!" saran Damian masih tak mau menyerah membujuk istrinya.Anyelir mendesis kesal. Merasa fokusnya memandang wajah Angga terganggu oleh rengekan Damian."Ish, diem dulu, Om! Lagi serius ini!" kesal Anyelir begitu melihat Angga mulai membuka cup mie instan pedas yang dibelikan Anyelir khusus untuknya.Meski disuruh diam, Damian tetap mendumel sebal. Masih tidak terima karena Anyelir lebih tertarik pada wajah kepedasan Angga daripada wajah cool-nya."Apa hebatnya sih liat wajah Angga makan pedes dariapa liat wajah ganteng suami kamu ini?!" tanya Damian masih tidak mengerti."Kalau Om kan bisa makan pedes, dia mah nggak bisa. Jadi ya lucu aja ekspresinya gitu," jawab Anyelir sambil cekikikan geli.Damian

  • Marry Me, Om Duda!   Korban Ngidam Mantan

    Anyelir berbaring telentang di lantai keramik dingin ruang tengah. Tanpa alas, tanpa bantal, juga tanpa niat bangkit meski Damian sudah menyorotnya tajam dari lantai atas tepat di ujung tangga."Woi!" teriak Damian yang ditanggapi Anyelir dengan tatapan malas.Melihat Anyelir yang tidak berpindah posisi sama sekali, Damian kontan berlari turun tangga. Anyelor yang melihatnya, menggeleng-geleng."Jangan lari-lari di tangga! Dasar anak kecil!" peringat Anyelir menirukan kalimat sang suami saat mengomelinya.Damian mendengkus sebal. Tanpa berucap apapun, pria itu mendekat pada Anyelir yang terlihat seperti paus terdampar. Damian mengangkat tubuh sang istri santai. Seolah tidak keberatan padahal perut Anyelir mulai terlihat lebih menonjol karena kehamilannya yang menginjak usia 5 bulan."Jangan rebahan di lantai tanpa alas! Dasar anak kecil!" balas Damian sambil membaringkan perempuan itu di sofa panjang ruang tengah.Anyelir menghela napas berat. Seolah habis melakukan kegiatan melelahka

  • Marry Me, Om Duda!   Jauh Lebih Banyak

    "Om?" Anyelir terpaku melihat Damian berdiri di sampingnya dengan payung yang bahkan belum tertutup. Pria itu menyorotnya dengan pandangan tak terbaca. Seperti ... sorot kecewa?"Tadi niatnya mau jemput kamu, mau perbaikin hubungan kita juga. Tapi, kayaknya nggak guna. Kamu udah punya Angga."Selesai mengatakan hal itu, Damian melangkah meninggalkan Anyelir menuju mobilnya yang entah pria itu parkir dimana. Menyadari kesalah pahaman yang terjadi, Anyelir bangkit berdiri dan berlari menembus hujan mengejar Damian.Tapi, langkah lebar dan cepat Damian tidak berhasil membuatnya mengejar pria itu. Anyelir yang lincah dalam hal berlari tidak menyerah tentu saja.Sedangkan Angga, memperhatikan dalam diam di kursi depan minimarket. Sejenak, senyum getir menghiasi wajah pria tampan itu. Menyadari kesempatannya yang sudah nihil juga Anyelir yang sepertinya terlihat begitu mencintai suaminya."Om! Tunggu dulu!" teriak Anyelir begitu berhasil menarik ujung jaket sang suami yang kontan ikut basa

  • Marry Me, Om Duda!   Anyelir Menghilang

    Anyelir mendelik begitu menemukan dua garis merah dari benda di genggamannya. Perempuan itu menggigit bibir bawah gusar. Masih tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya saat ini.Dia hamil. Anyelir akan menjadi seorang Ibu. Rasanya ... terlalu cepat dan tiba-tiba.“Masak aku hamil sih?” tanya Anyelir pada dirinya sendiri.Perempuan itu hanya menggigit bibir bawah gelisah. Tidak mengerti harus menanggapi hal ini dengan reaksi apa. Dia ... masiih terlalu muda untuk menjadi seorang Ibu kan, ya?Mengabaikan test pack di tangannya, Anyelir segera keluar dari kamar mandi dan berjalan ke ruang tengah, hendak pulang. Tadi, sehabis mampir ke apotek, dia memang memilih pulang ke sini, ke rumah Papa. Rencananya ingin membuat Damian panik dan akhirnya mencarinya ke sini, lebih tepatnya cari perhatian. Tapi, hingga pukul 8 malam, pria itu bahkan tidak mencarinya sama sekali.Dalam hati, Anyelir merasa sedikit kecewa. Dia pikir Damian bakal peduli padanya. Tapi, jangankan mencari, pria itu ba

  • Marry Me, Om Duda!   Gagal Berbaikan

    Karena merasa bersalah dan sudah cukup bermain marah-marahan, siang ini, Anyelir sudah menyiapkan sekotak makanan untuk makan siang Damian. Rencananya, perempuan pendek itu akan datang ke kantor Damian dengan modus mengantar makan siang sekalian minta maaf atas sikap menyebalkannya selama ini.Sedari pagi tadi, beberapa kali ketika berbicara dengan Lisa, perempuan cantik itu mengungkit-ungkit tentang ‘tidak baik istri mendiamkan suami terlalu lama’ membuat Anyelir akhhirnya sedikit mendapat hidayah. Maka dari itu, begitu Lisa berjalan keluar rumah dengan alasan pergi menemui temannya, Anyelir berlari mengejar.“Kak Lisa! Jadi mau pergi?” tanya Anyelir sambir berdiri di samping Lisa yang sudah hendak memasuki mobil merahnya. Perempuan itu terlihat ngos-ngosan sehabis berlari dari lantai dua hingga halaman rumah.“Nggak usah lari-lari aelah, Nye! Emangnya kenapa?” peringat dan tanya Lisa sambil terkekeh geli melihat tingkah kekanakan istri sepupunya tersebut.“Ehehe ... maaf, Kak. Habis

  • Marry Me, Om Duda!   Bukan Ditanya Balik

    Sudah terhitung 3 hari sejak Anyelir dan Damian main marah-marahan. Atau ... bisa juga disebut bertengkar sih. Damian sebelumnya ingin minta maaf lebih dulu meski merasa tidak melakukan kesalahan. Tapi, melihat sikap Anyelir yang sinis serta seolah tidak menganggap keberadaannya di rumahnya sendiri, pria itu memilih mengurungkan niatnya.Entah harus mengatakan Anyelir atau Damian yang kekanakan, yang jelas Lisa tidak berani ikut campur. Perempuan itu hanya bersikap seperti biasa. Sesekali mengajak bicara Damian kemudian sesekali berbicara dengan Anyelir yang auranya sama-sama mencekam.Seperti malam ini ...."Nye ... kok kamu makannya dikit banget sih?" tanya Lisa heran begitu melihat isi piring Anyelir.Perempuan itu hanya menyendokkan nasi yang bagi Lisa bisa dimakan sekali suapan serta lauk sayur asam. Anyelir menyengir."Lagi diet."Damian melirik piring sang istri. Beberapa detik kemudian, berdehem guna menahan tawa. Ingat! Dia masih marah pada perempuan itu."Badan kerempeng git

  • Marry Me, Om Duda!   Ngambek

    Hingga pukul 8 malam, Anyelir tidak tampak ingin keluar dari kamarnya. Perempuan itu entah tengah melakukan apa di dalam. Damian memilih membiarkan saja. Terlalu terbiasa dengan gaya ngambek ala Anyelir. Perempuan itu bahkan kembali ke kamar sebelah---markas ngambeknya.“Dam, si Anye mana? Masak kita makan malemnya nggak sama dia sih? Istri ngambek itu ya dibujuk, bukan malah balik didiemin!” Lisa memberi wejangan.Damian mendengkus kesal. “Istri yang hobinya ngambek tiap hari itu ya didiemin, bukan malah dibujuk terus. Ntar malah makin ngelunjak. Kapan berpikir dewasanya coba?” balas pria itu santai.Lisa memberengut sebal. “Emang bener kata si Anye, susah ngomong sama orang jelek.” Lisa menghujat kemudian memilih berlalu dari hadapan pria yang masih setia rebahan sambil nonton TV di ruang tengah itu.Di sisi lain, Anyelir terbangun dari tidurnya karena merasakan perut yang keroncongan. Setelah selesai sholat magrib, ia tidak sengaja ketiduran dan sekarang terjaga lagi karena lapar.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status