"Aaa ...." Teriakan Rena yang paling kencang di antara pengunjung lain. Bukan karena wahana yang memacu adrenalin, melainkan karena dada yang terasa sesak. "Huaaa!"
Davin menolehkan kepalanya ke Rena, ketika tornado yang dinaikinya berhenti di atas. Matanya terfokus pada Rena, walau memakai masker dan kaca mata, ia bisa melihat ada tetes air mata di sudut mata wanita itu. Dadanya nyeri, melihat wanita yang begitu dicintainya terluka. Jika luka fisik, mungkin Davin bisa mengobati, tapi bagaimana dengan luka hati? Yang bisa ia lakukan hanya membuat Rena kembali tersenyum, dengan begitu luka di hatinya akan berangsur terlupakan. Meski ia sendiri tak tahu seberapa lama wanita itu akan memendamnya seorang diri.
"Huwaaa!" Davin memekik, ketika ia ingin menyeka sudut mata Rena, wahana tornado yang dinaikinya justru terjun ke bawah. "Huuuaaa ..
"Will you marry me."Suara itu berdengung di telinga Davin, tanpa mendapat tanggapan setelah beberapa menit terucapkan. Ia masih senantiasa menunggu, berlutut di hadapan seorang Rena Tara Ardiansyah, satu-satunya wanita yang telah menggetarkan hatinya selama setahun ini. Hari-harinya selalu dipenuhi bayangan Rena yang tak bisa digapai, bukan hanya terpaut oleh jarak, tapi juga sekat dalam rasa yang tak direstui oleh semesta. Di mana wanita itu sudah melabuhkan hatinya pada pria lain, namun ketika wanita itu kembali mencari sebuah tempat untuk berlabuh, dengan gagah berani Davin mengajukan diri. Bahkan tanpa ba-bi-bu langsung melamar Rena saat itu juga, ia tak ingin kehilangan kesempatan untuk yang kesekian kali.Namun manusia hanya bisa berekspetasi tinggi, kadang hasilnya tak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti itu yang Davin rasakan saat ini, merasa terombang-ambing, d
Udara pagi berembus pelan, begitu menyejukkan ketika menerpa wajah yang dipenuhi dengan bulir keringat. Hawa dingin menusuk kulit, tak menghalau Rena untuk terus memacu laju kakinya. Sudah jadi rutinitasnya setiap pagi, ia akan berlari mengelilingi jalanan komplek menuju taman. Meski beberapa hari yang lalu ia mengalami insiden penculikan, nyatanya hal itu tak lantas membuat Rena takut untuk lari pagi sendirian.Napasnya memburu, Rena sedikit memelankan langkah kakinya. Ketika fokusnya tertuju di depan, tanpa ia sadari ada suara langkah kaki mendekat."Hai."Rena terkesiap, seketika menoleh saat merasakan embusan angin menerpa lehernya, bersamaan dengan suara bisikan yang menyapa gendang telinganya."Davin!" Rena memekik, langsung ber
Jangan pikulbebanmusendiri, izinkan aku jadi pundak kedua untuk memikul beban yang tak mampu kau pikul sendiri.-Davin-❤❤❤❤"Apa lo pikir dia bakal tanggung jawab?"Mungkin pertanyaan menohok yang Rena lontarkan pada Vera terdengar begitu kejam. Tapi sebenarnya, ia justru peduli pada wanita itu. Sebesar apa pun rasa bencinya pada Vera, nyatanya tak bisa dipungkiri jika Rena masih sangat menyayangi sahabatnya."Akan gue pertimbangkan, tapi gue nggak bisa menjanjikan apa pun ke lo. Karena ini bukan sekedar menyangkut gue, tapi juga keluarga gue. Mama, papa, kak Reyvan, gue nggak yakin mereka mau membebaskan Alan beg
Jika kamu jodohku, aku harap kita akan dipertemukan di pelaminan, disatukan dalam sebuah ikatan suci, dan hanya bisa dipisahkan oleh maut.-Davin-Rena menatap pantulan diri di cermin, memandangi gaun panjang bewarna hitam yang membalut tubuh rampingnya. Seulas senyum tipis tercetak jelas di wajah cantiknya yang sudah dipolesmake-up,ia tampak begitu elegan dengan rambut panjang yang terurai bebas."Ren." Ketukan pintu dibarengi suara panggilan dari luar menginterupsi Rena. Sontak ia menoleh ke arah pintu yang baru saja terbuka lebar. "Ada Davin di bawah," ucap mamanya, memberitahu."Iya, Ma. Ini sudah selesai kok." Rena meraihclutchwarna hitam mengkilap di ata
"Yes.""Tapi pacaran dulu ya."Davin tersenyum geli, membayangkan ekspresi Rena semalam saat menerima lamarannya. Di depan para tamu undangan Rena menganggukkan kepala sebagai jawaban, pipinya bersemu tampak malu-malu. Apalagi ketika Davin tanpa izin langsung memeluknya, beruntung Reyvan sudah merestuinya. Jika tidak, mungkin ia akan dihakimi oleh pria itu. Tapi di saat pelukan itulah Rena berbisik pelan, meminta waktu untuk saling mengenal lebih dekat lagi. Jadi keduanya sudah resmi pacaran sekarang.Senangnya dalam hati, baru punya pacar lagi. Seakan, dunia, hanya milik berdua.Plak!Itu lagu poligami kenapa lo aransemen liriknya Bambang!
Manusia, pencipta rumor paling kejam, penikmatgibah, pecanduhoaks.Mobil yang dikendarai Davin tiba di depan parkiran rumah sakit, sebenernya Davin ingin mengantar Rena sampai lobi. Namun wanita itu meminta diantarkan sampai parkiran saja, wanita itu tidak ingin orang-orang berspekulasi negatif jika melihat dirinya diantarkan oleh pria lain setelah rumor tak sedap tersebar luas atas gagalnya pernikahannya dengan Alan."Makasih, gue langsung masuk ya." Rena tersenyum manis, sembari melepas sabuk pengaman. Ia ingin bergegas keluar, takut kalau ada orang yang melihat. Bisa dibilang kalau saat ini Rena dan Davin memangBackstreet, ia belum siap untukgopublik. Bukan karena apa-apa, hanya saja ia tak
Mengalah bukan berarti kalah, memaafkan bukan berarti salah, hanya sebuah proses dari sudut pandang berbeda yang menunjukkan kebesaran hati seseorang dalam mendewasakan diri.-Rena Tara Adriansyah-❤❤❤"TIDAK!!!" Tubuh Rena seketika merosot ketika melihat Vera nekad menjatuhkan diri dari tepian jembatan penyeberangan. Ia tak kuasa menahan tangis, tak berani membuka matanya untuk melihat tubuh Vera yang pasti hancur menghantam aspal jalanan Tol yang berada di bawah jembatan. Namun suara teriakan Vera menyentak gendang telinganya."LEPAS!""LEPASKAN GUE!""BIARIN GUE JATUH
Lima menit berlalu, suasana hening masih menyelimuti ruang rawat Vera. Hanya embusan napas berat yang silih berganti antara dua orang wanita yang sama-sama membisu seribu bahasa. Kecanggungan antara Vera dan Rena terlihat jelas dari gestur tubuh keduanya, saling melirik satu sama lain, namun enggan membuka obrolan lebih dulu."Gimana?" Rena akhirnya buka suara setelah keheningan yang cukup lama, menurunkan sedikit egonya untuk berbicara lebih dulu. "Nggak ada yang sakit 'kan? Kata Dokter Maya, hari ini lo udah boleh pulang."Vera mendesis pelan, melirik sinis Rena. "Nggak usah sok perhatian lo! Bukannya lo seneng, lo pasti lagi bahagia banget 'kan lihat gue sengsara kaya gini?"Rena menghela napas panjang, tak terpancing akan ucapan Vera yang mencercanya. "Gue tahu Ver, ini nggak mudah