Raut wajah Sofi juga ikut gusar sama seperti raut wajah Pras, keduanya duduk terdiam setelah Pras menceritakan segala firasat buruk dan dugaannya.
"Apa kamu yakin, kak Pras?" tanya Sofi melirik sang kakak.
Pras menghela nafas, "entahlah, tapi hari ini aku menemukan sesuatu yang mengejutkan."
"Sesuatu yang mengejutkan?" ulang Sofi.
Pras mengangguk. "Aku syok saat menemukan satu foto Melliza di kamar Vania."
"Apa?!"
"Padahal kamu tahu sendiri kan jika aku sudah membakar semua benda apapun yang mengenai Melliza. Agar Vania tidak akan mengingat-ingat wanita itu lagi dengan tidak adanya kenangan tentang dia di rumah baru kami." kata Pras meradang dengan wajah merah padam menahan amarah.
"Kecuali jika bukan orangnya sendiri yang datang ke tempat ini dan mulai mengusik kembali Vania." ucap Sofi yang di angguki setuju oleh Pras. "Dan juga menghasut para tetangga
"Hai!" sapa Sofi ketika membuka pintu utama rumah Pras. Di ambang pintu yang terbuka berdiri Wika bersama Vania."Mbak Sofi!" pekik Wika mendekat seraya memeluk tubuh Sofi. "Kapan datangnya mbak?" tanya Wika."Uhm, sudah lumayan lama sejak pagi tadi." jawab Sofi tersenyum menatap Vania sembari melambaikan tangannya.Vania tersenyum seraya masuk ke dalam rumahnya, Sofi melepas pelukannya. "Ayo masuk," ajak Sofi.Wika tersenyum dan menoleh ke belakang mencari Vania yang sudah tidak ada. "Vania....""Anak itu sudah masuk ke dalam Wika." ucap Sofi memberitahu saat melihat Wika yang panik."Astaga! Aku pikir anak itu kemana mbak." kekeh Wika dan perlahan melangkah masuk ke dalam rumah Pras dan menutup pintunya."Apa saja yang kalian lakukan seharian ini sampai Vania tidak ingat pulang?" goda Sofi."Tidak banyak mbak, kami menghabiskan waktu menonto
"Aku titip putriku ya, Fi." kata Pras setelah selesai menyantap sarapannya dan bangkit berdiri. Memakai jasnya yang tersampir di kursi kosong disampingnya.Sofi mengangguk, menggerakkan sebelah tangannya membentuk tanda hormat. "Siap bos!""Terima kasih," ucap Pras saat sudah mengancingkan jasnya, mencium kening sang adik dan kening putrinya dengan sayang."Kalau terjadi sesuatu hal buruk, maka tolong hubungi aku." titah Pras yang di angguki Sofi.Pras melangkah ke luar pintu di ikuti Sofi yang mengekor di belakangnya, sementara Vania masih setia duduk di kursinya menikmati sarapan sembari termenung. Wajah bocah itu terlihat murung dan cemas, entah apa yang sedang di pikirkannya."Hati-hati kak," kata Sofi pada Pras."Oke." sahut Pras tersenyum sembari membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobilnya.Sofi melambai-lambaikan tangannya pada mobil Pras yang
Senyum Sofi lenyap saat ia dan Vania sudah di luar pintu rumah Pras dan akan bersiap ke rumah Wika, sebuah mobil berhenti pas di depan rumah Pras. Seseorang di dalam mobil itu keluar dengan gerakan yang sangat anggun, wajah Sofi mengeras menahan amarah saat melihat wajah wanita itu.Melliza Salma membuka kacamata yang ia kenakan, melihat ke arah putrinya seraya melambai-lambaikan tangannya menyuruh Vania untuk melangkah mendekat padanya. Tak menghiraukan sama sekali keberadaan Sofi yang ada di samping Vania.Vania mendongak menatap Sofi yang menggelengkan kepalanya tanda tak mengizinkan Vania untuk lari pada Melliza. Genggaman tangan Sofi di tangan Vania semakin erat, Sofi akhirnya menggendong tubuh Vania dan membawanya berjalan untuk melewati si nenek sihir yang tengah berdiri dengan sikap angkuhnya."Apa kabar, mantan adik ipar." sapa Melliza tersenyum pada Sofi yang kini sudah berdiri di hadapannya. Sofi mendengkus mel
"Woyyy! Kenapa lu?" tanya Loli menatap Wika yang tampak tak semangat dan ceria seperti biasanya.Mendengar pertanyaan Loli pun Tika dan Ulfa ikut menoleh ke arah Wika yang tampak murung. Gadis itu terlihat tak berselera makan, terlihat jelas dari tingkah Wika yang hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa berminat memakannya begitu juga dengan minuman yang dia pesan. Saat ini Wika dan ketiga temannya tengah berada di kantin kampus saat jam istirahat."Hei, Wika!" panggil Tika menyenggol lengan Wika pelan ketika gadis itu tak kunjung menjawab pertanyaan Loli tadi."Hah? Apa?" tanya Wika terbengong seperti orang linglung. "Sampai mana tadi kita ngobrolnya?" Ketiga teman Wika memutar bola matanya kesal, sedangkan Wika yang yang melihat itu hanya nyengir saja."Maaf," cicit Wika merasa tak enak hati pada ketiga temannya karena dia tengah melamun dan nyaris satu harian ini tidak fokus. Apalagi tadi pagi kelas mata
Tika, Ulfa dan Loli terus memperhatikan rumah Pras dari luar hingga dalam. Wika sampai menepuk jidatnya sendiri melihat kelakuan ketiga temannya yang tampak heboh meneliti rumah Pras. Pras dan Sofi hanya saling melempar pandangan mereka seraya tersenyum geli."Hei, kalian jangan mempermalukan aku seperti itu." bisik Wika pada ketiga temannya yang langsung tersadar dan nyengir.Wika melayangkan tatapan kesalnya, dan kembali berbisik mengancam temannya apabila mempermalukan dirinya nanti. Dengan percaya dirinya ketiga orang itu berjanji bahwa mereka tidak akan mempermalukan Wika."Baiklah, bisa kita mulai belajarnya?" tanya Pras pada keempat mahasiswanya."Siap pak!" jawab mereka kompak.Pras mengangguk, "baiklah, kita belajarnya di ruang tamu saja ya.""Baik pak," lagi, mereka menjawab serempak."Kakak cantik!" teriak Vania yang berlarian kecil menuruni tangga.
"Ada sesi adegan yang ketinggalan deh tadi malam." ucap Tika membuka obrolan, saat ini mereka tengah di kantin kampus."Apaan?" tanya Loli."Adegan goda-menggoda pak Pras.""Uhuuk," Wika tersedak teh manis dingin yang di pesannya. Ulfa yang kali ini duduk di samping Wika pun langsung memberikan pertolongan pertama dengan menepuk kuat punggung Wika."Awwh!" ringis Wika merasakan sakit pada punggungnya, "sakit bego!" umpat Wika kesal pada Ulfa."Upss, sorry Wika, gue kekencangan mukul punggung lo hehe." Ulfa nyengir merasa tak enak pada Wika."Gila lo!" gantian Loli yang mengumpati Ulfa, "kalau ada apa-apa sama Wika gimana? Yang ada nanti kita malah kena marah sama pak Pras.""Kok gitu?" heran Tika."Sebab, Wika kan kekasih pak Pras—awwh!" Loli meringis di akhir kalimatnya, "sakit Wika, kok lu mukul gue sih?""Lo yan
"Bhahahaha," tawa Wika yang menggelegar ke seantero rumah Pras. Gadis itu bahkan tak bisa berhenti tertawa ngakak. Merasa geli mendengar ucapan Pras yang teriak nyaring takut ia perkosa.Gila!Bukannya terbalik? Dimana-mana pria lah yang biasanya seperti itu. Menurut Wika kata-kata yang Pras ucapkan itu sungguh sangat menggelikkan."Berhentilah tertawa dan cepat keluar dari rumahku!" bentak Pras yang bahkan melupakan sikap sopan santunnya.Baginya sekarang, menghadapi Wika itu tidak perlu kelembutan maupun kesopanan. Sebab wanita itu urak-urakkan dan tak tahu malu sekali."Cepat kancingkan kembali baju-bajumu itu!" titah Pras lagi saat tersadar Wika yang masih tertawa dan mengabaikan kondisinya saat ini. "Cepat lakukanlah Wika sebelum adikku datang kesini dan memergoki kita yang tidak-tidak. Aku tidak ingin terjadi kesalahpahaman." sambung Pras tampak gusar melihat respons Wika yan
Sofi geleng-geleng kepala saat dirinya mendengar suara teriakan seorang wanita dan berlari keluar dari kamar Vania ke asal sumber suara. Tapi, begitu mengetahui suara siapa yang menjerit tadi dan melihat pemandangan menakjubkan yang sungguh mencengangkannya.Di bawah sana, ia bisa melihat jelas kakaknya dan Wika yang saat ini tengah dalam posisi begitu mesra. Saking syoknya Sofi bahkan membekap mulutnya kedua telapak tangan miliknya.Tak menyangka jika kakak dan mahasiswanya itu bisa mesra juga. Tanpa dipungkiri, Sofi sangat senang akan hal ini, bibirnya melengkungkan senyum bahagia. Jika Vania melihat ini tentulah anak itu pasti sangat senang, eh tidak, Vania masih kecil dan tak boleh melihat adegan orang dewasa. pikir Sofi terkikik geli.Mengingat Vania, Sofi buru-buru lari kecil ke kamar bocah itu. Sofi berniat akan tidur di dalam kamar Vania saja, selain itu ia tidak ingin mengganggu momen kemesraan sang kakak dengan Wika.