"Sudah pulang, mas." Heera bertanya dengan ramah kepada Sean yang baru saja pulang dari kantornya.
"Ya," jawab Sean lalu melengos pergi melewati Heera begitu saja, membuat Heera mengerjap kebingungan. Sean memang tidak banyak bicara dan selalu menjawab pertanyaannya dengan singkat, tapi biasanya pria itu menyempatkan diri untuk tersenyum tipis saat Heera menyambut kepulangannya, berbeda dengan raut wajah yang Sean pasang tadi, pria itu tampak sedang menahan amarah.
Heera mengangkat pundak mencoba masa bodo, kemudian ia beranjak pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Biasanya Sean akan keluar dari kamar setelah selesai mandi, sementara Keenan akan keluar dari kamarnya jika PR-nya sudah di selesaikan.
Heera masak sembari bersenandung kecil, berusaha untuk tidak kepikiran sikap Sean yang tidak seperti biasanya. Mungkin saja pria itu sedang lelah dan ada masalah di kantornya.
Tanpa Heera sedari, seseorang yang mengusik pikirannya sedari tadi sedang berd
Setelah menutup pintu kamarnya dengan bantingan yang cukup keras Sean berjalan ke depan jendela kamarnya. Sorot matanya yang masih menajam itu menatap lurus kearah depan kamarnya, rahang pria itu masih mengetat dengan hembusan napas yang semakin memburu, kemarahan masih tercetak jelas di wajah tampan Sean.Sean tidak bisa menahan amarahnya saat mendengar perkataan Heera kalau ia tidak memiliki urusan dengan gadis itu. Ya memang benar, tapi Sean.... tetap ingin tau apa hubungan Heera dengan pria bernama Arta itu.Tangan Sean terkepal, ia menggeram kesal karena tak tau harus bagaimana cara melampiaskan emosinya yang menggebu. Tungkai Sean melangkah ke pintu balkon, membukanya lalu berdiri balkon kamarnya.Hembusan angin malam menyapa kulit wajah Sean, menerpa rambutnya yang kini sedikit berantakan. Perlahan Sean merilekskan dirinya, ia menarik napas dalam lalu menghembuskannya.Pandangan Sean menunduk, pikirannya mulai jernih dan ia tersad
Heera tidak bisa menelan nasinya dengan benar, ia gugup dan tidak dapat menikmati makan malamnya seperti biasa karena di hadapannya saat ini hanya ada Sean yang juga sedang menyatap makanan. Semenjak menjadi baby sitter Keenan, Hera memang sering makan malam bersama Sean, tapi kali ini suasananya berbeda sebab tak ada Keenan di antara mereka, alis hanya berdua. Heera dan Sean. Keenan sudah menyelesaikan makan malamnya lebih dulu dan Sean langsung memerintahkan anak itu untuk segera gosok gigi dan pergi tidur. "Kamu dan Arta pacaran?" Heera yang sedang sibuk mengunyah makanannya dengan pelan langsung tersedak mendengar pertanyaan Sean yang tiba-tiba. Dengan sigap Sean memberikan Heera segelas air putih yang segera Heera teguk sampai tuntas. Usai meletakan gelas kosong tersebut, Heera menyeka sisi bibirnya dan berkata. "Maaf mas, saya kaget." cicit Heera sambil menepuk
Kenyataan bahwa ketertarikan Sean terhadap Heera itu sebenarnya masih ada. Benih-benih cinta yang berusaha Sean matikan rupanya masih tumbuh secara perlahan di dalam hati berdebu pria itu. Melihat bagaimana cara Sean memandang Heera, cinta tergambar jelas di mata elangnya. Seperti saat ini, mungkin sudah hampir dua puluh menit manik Sean tak lepas menatap kearah dua gadis di depannya. Di balkon kamar tetangga depan, ada Heera dan Jessi yang sedang asik mengobrol. Awalnya hanya Heera sendiri yang melamun di balkon itu, tapi beberapa menit lalu Jessi datang sambil membawa minuman soda untuk Heera. Sean juga melihat jelas bagaimana raut kesal Heera saat Jessi datang tiba-tiba, namun gadis itu langsung diam ketika Jessi memberinya minuman. Tanpa sadar, entah untuk yang keberapa kali bibir Sean menerbitkan senyum tatkala melihat ekspresi wajah Heera yang berubah-ubah dan tampak menggemaskan. Sean paling suka jika melihat ekspresi Heera yang sedang mere
Tepat pukul 6 pagi Heera sudah bersiap untuk pergi ke rumah Sean. Gadis itu sudah rapi dengan pakaian santai namun sopan, usai mengikat rambutnya menjadi satu bagian, tungkai Heera segera beranjak keluar dari kamar. Senyum Heera langsung terbentang melihat Jessi yang dengan lahap memakan sarapannya di meja makan."Pagi, tante Heera!" sapa Jessi sambil tersenyum manis, seketika ia menghentikan kegiatan makannya saat menyadari kehadiran Heera."Pagi, Jes! sarapan apa, tuh?" tanya Heera sambil berjalan menghampiri Jessi."Biasa, nasi goreng telur dadar!" jawab Jessi. "Tapi udah gue habisin nasi gorengnya, Ra, soalnya gue tau lo bakal sarapan di rumah Keenan, kan?" lanjut Jessi, menatap Heera yang kini duduk di hadapannya. Jessi sampai hapal dengan kebiasaan Heera, karena sejak kerja jadi baby sitter Keenan, Heera tidak pernah sarapan di kost lagi."Lo biasanya masakin Keenan apaan, Ra?" Jessi bertanya lagi karena ucapan sebelumnya hanya di balas senyuman tip
Suasana sarapan pagi ini di selimuti kecanggungan. Keenan yang sadar ada yang berbeda dengan Heera dan Ayahnya mulai bertanya-tanya. Mata minimalis anak itu menatap bergantian dan penuh selidik ke Sean dan Heera. "Tante Heera dan Ayah sedang marahan lagi?" Keenan tak dapat menahan mulutnya, ia sudah sangat penasaran hingga memutuskan untuk bertanya. Dari tadi matanya memincing curiga ke Heera yang lebih banyak diam dari biasanya. Spontan pertanyaan Keenan membuat Heera mendongak terkejut, manik Heera kini menatap Sean meminta sinyal bantuan. "Jadi kalian sedang marahan?" lanjut Keenan menuntut karena Heera tak kunjung buka suara. Tatapan Keenan kini berubah jengkel, menyorot ke Sean yang duduk tidak setegak biasanya. "Tidak. Ayah dan Tante Heera baik-baik saja." gumam Sean setelah di tendang kakinya di kolong meja oleh Heera. Keterdiaman Sean membuat Heera jengkel, maka dari itu Heera memaksanya untuk
"Oh, ternyata kamu baby sitternya Keenan, Ra." Heera mengangguk singkat merespon ucapan Celita yang sedari tadi tak berhenti bertanya. "Kalau aku bawahannya pak Sean di kantor, Ra." lanjut Celita lagi meski Heera tidak bertanya. "Kamu bisa diam tidak?" tegur Sean dengan wajah tak senang. Ia cukup terganggu dengan Celita yang tidak berhenti bicara sedari tadi. Membuat fokus menyetirnya terbagi. "Maaf, pak!" Celita langsung merapatkan mulutnya. "Mas, nanti aku turun di sekolah Keenan aja." Bergantian Heera yang buka suara. Tapi anehnya Sean langsung antusias mendengar suara Heera, matanya melirik Heera melalui pantulan kaca. "Lho, kenapa, Ra?" tanya Sean. Karena biasanya setelah mengantar Keenan, Sean balik lagi ke rumah untuk mengantar Heera. "Gakpapa, mas sama mbak Celita kan mau ke kantor. Aku nanti bisa naik bus atau ojol." jawab Heera. Celita menyimak dengan kening mengernyit, ia sadar ada yang berbeda dengan raut waja
Arta: hari ini jadikan mau nemenin gue?Heera: ya ampun, Ar!Arta: jangan bilang lo lupa?Heera: hehe sorryArta: dimana? gue jemput sekarang. Lo udah mandi, kan?Heera: udah sih, tapi gue lagi ga di kosanArta: dimana? gue jemput ajaHeera: gue di kantor mas SeanUsai mengirim lokasi kantor Sean ke Arta, Heera mengusak rambutnya, ia lupa kalau hari ini ada janji ingin menemani Arta nyari kosan baru karena kosan cowok itu akan di gusur dan di bangun gedung.Setelah menyelesaikan urusannya di toilet, Heera langsung keluar dan berjalan menuju ruangan Sean. Tak peduli dengan pandangan karyawan kantor yang menatapnya penuh nyalang, bahkan beberapa karyawan perempuan membicarakan nya secara terang-terangan. Heera sih santai saja, ia malah bangga karena membuat para karyawan perempuan di kantor Sean iri padanya."Mas," Heera langsung memanggil Sean begitu kakinya menginjak lantai marmer ruangan sang majikan."Ken
Heera mendelik kesal saat mendapati Adelio yang sedang duduk di depannya, cowok tengik itu sedang sibuk main game bareng temen-teman lainnya. "Ra, oper asbak, dong!" perintah Gibran sambil itu menunjuk tempat abu rokok yang tidak jauh dari Heera. Dengan gerakan malas Heera meraih asbak yang tak jauh dari jangkauannya lalu memberikannya ke Gibran. "Jangan nyebat mulu, cepet mati lo!" ujar Heera dengan nada galak, membuat anak-anak yang lain melirik kearahnya dan tertawa kecil. "Tuh, Bran, dengerin! kapan lagi lo di nasehatin Heera." hasut Vino, cowok yang pernah dekat dengan Heera. Tapi sebulan kemudian Vino menjauh setelah tau kalau Heera memiliki prinsip tidak pacaran sebelum mendapat gelar. Heera cukup banyak dikenal di lingkungan kampusnya, Heera cantik dan pekerja keras, siapapun tau itu. Banyak yang mendekati Heera, tapi mereka semua memilih menyerah pada tahap pertama. Alasannya selalu sama, mereka tau Heera tidak mau pacaran. "A