Katanya tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Tapi lagi-lagi Heera dan Keenan bertemu Arta di taman komplek. Entah ini murni kebetulan atau secara diam-diam Arta memang sering ke komplek tempat tinggal Heera tanpa Heera ketahui dengan tujuan agar bertemu Heera secara kebetulan. Padahal memang sudah Arta rencanakan.
Saat pertama kali bertemu Keenan di taman komplek, anak itu sangat senang ketika Arta membelikannya ice cream. Tapi kali ini, ekspresi Keenan sangat berbeda, tak ada senyum yang Keenan berikan kepada Arta, bahkan Keenan seperti menahan kesal dan tidak suka melihat kedatangan pemuda tampan itu.
"Ayah melarangku untuk makan ice cream, nanti batuk." tolak Keenan saat Arta memberikan ice cream dengan rasa kegemerannya. Heera dan Arta seketika saling melempar tatapan bingung.
"Ini ice cream, bukan es cekek. Jadi gak bakal bikin kamu batuk, Ken." rayu Arta membuat Heera tertawa, tapi rayuan sekaligus guyonan itu tidak mempa untuk Keenan.
"Ayah kamu kayaknya gemukan ya, Ken.""Soalnya kalau tante Heera yang masak Ayah pasti makannya nambah!" Keenan menyahuti ucapan Lucia, membuat Lucia tersenyum lebar. Sementara Heera dan Sean dengan kompak menundukan kepalanya menahan rona di pipi."Bener begitu, Sean?" tanya Lucia sengaja ingin membuat Sean dan Heera semakin tersipu."Ya, kalau mama tidak percaya tanya saja sama Heera." kata Sean melempar atensi Lucia ke Heera yang sedang berusaha mengeluarkan jurus tembus pandang supaya keberadaannya tak terlihat. Tapi Sean malah membuat dirinya jadi pusat perhatian.Heera mengangkat pandangan lalu mengeluarkan cengiran khasnya, "He he, iya tante."Lucia tersenyum tipis saja sambil menatap Heera dalam, nilai gadis itu kian bertambah di mata Lucia. Kalau begini ia bakal tambah semangat untuk menyambut menantu barunya.Sean bangkit dari duduknya, "Sean ke ayah dulu. Ayo, Ken." kata Sean sambil mengulurkan tangannya kepada Keenan kemudi
"AYAH!!!" Keenan menjerit kaget begitu melihat hasil potongan rambutnya yang menjadi kelinci percobaan ayahnya sendiri. Sementara itu, Sean menahan tawa melihat rambut Keenan yang tidak sesuai ekspetasinya. Keenan menghentakan kakinya kesal di lantai, wajahnya sudah tertekuk antara jengkel dengan Sean dan menahan tangis karena rambutnya jadi berantakan tak terarah. "Aku tidak mau tahu, pokoknya kembalikan lagi rambutku!" jerit Keenan sambil mengusap-usap matanya yang mulai berair. Menatap tak rela potongan-potongan rambutnya di lantai. Sean menggaruk tengkuknya dengan tawa yang belum juga usai. Habisnya potongan rambut Keenan aneh sekali. "Ayah!" sentak Keenan karena kesal melihat reaksi Sean yang malah tertawa puas. "Kembalikan lagi rambut aku!" imbuh Keenan seraya menarik-narik kaus yang Sean kenakan. Sean menaruh sisir dan Clipper ke atas meja kemudian ia merengkuh tubuh mungil Keenan dan mengusap-usap pundak ana
"Kamu capek ya, Ra?" Heera yang sedang merenggangkan tubuhnya seketika menoleh dan tersenyum canggung karena kedatangan Sean yang tiba-tiba. Pria itu menyodorkan Heera segelas susu coklat hangat. Tanpa sungkan, Heera menerima susu pemberian Sean. Tidak ada argumen, kedua insan itu hanya diam sambil memandang kearah depan. Kebetulan mereka sedang di balkon lantai dua rumah Sean. Keenan sudah terlelap di kamarnya, anak kecil itu jelas kelelahan setelah melewati hari yang cukup panjang dan menyenangkan. "Terimakasih ya sudah mengajarkan Keenan untuk saling berbagi. Mas bahkan tidak menyangka kalau pemikiran Keenan sudah sedewasa itu." Sean masih tidak percaya dengan yang Keenan lakukan tadi siang. Anak sulungnya itu membagikan ice cr
Wanita dengan rambut sepundak itu menghirup napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Sudah lama rasanya tidak menghirup udara ibu kota Jakarta yang sebenarnya terkontaminasi debu kendaraan. Sejuk tidak, gersang iya, makanya wanita itu langsung batuk kecil lalu menutup hidungnya menggunakan tangan."Sambutan yang mengesankan, asap bajaj!" celetuknya lalu bergegas pergi menjauh dari bajaj yang tiba-tiba saja berhenti di sampingnya. Membuat asap yang keluar dari knalpot bajaj itu menyeruak di sekitarnya.Wanita itu mendengus kesal, beberapa tahun silam, biasanya sorot lampu kamera para wartawan dan fans lah yang akan menyambutnya begitu kakinya berpijak di lantai bandara, tapi kali ini, satu pun tak ada mata yang tertuju padanya.Waktu sudah berlalu begitu cepat dengan perubahan yang sangat signifikan. Kini dirinya sudah tidak berarti apa-apa lagi di mata para penggemar yang dulu sangat memujanya.Ya, dia adalah Yuna. Perempuan yang 7 t
"Kamu pulangnya masih lama ya, Ra?"Kekehan Heera terdengar begitu Sean bertanya dengan nada manjanya."Ya ampun, mas! belum juga dua puluh empat jam aku tinggal." jawab Heera di sebrang sana.Sementara Sean yang sedang fokus menyetir kini memajukan bibirnya, kecewa. "Waktu kalau tidak ada kamu terasa lama banget jalannya." jawab Sean bete.Samar-samar Sean dengar decakan Heera, "Gak usah lebay deh, mas!" sentaknya, padahal aslinya sedang menahan senyum salah tingkah.Heera juga wanita, punya perasaan. Siapa yang tidak salah tingkah jika di goda begitu oleh Sean. Walaupun duda tapi kalau lihat tampangnya bikin pengen di halalin jadi istri barunya.Kedua alis Sean mengernyit lalu ia berkata, "Kok lebay, sih? mas serius lho ini!" jawab Sean sedikit sewot.Heera terkekeh lagi. Kalau seperti ini kan dia jadi pengan cepet pulang, ingin melihat wajah tertekuk Sean yang diam-diam Heera kagumi. Heera sudah bilang belum kalau wajah
Kedua mata Yuna tidak bisa berhenti menatap penjuru rumah Sean yang mewah dan nyaman, kakinya terus melangkah sambil menatapi foto-foto pertumbuhan Keenan yang berada di atas bupet. Selama matanya menatap foto Keenan, senyum di bibir Yuna terus mengembang. Meski dalam hatinya menyesal karena tidak bisa melihat dan menemani Keenan hingga tumbuh sebesar sekarang."Foto itu di ambil saat aku umur 4 tahun, tante." Keenan yang tadi di dapur bersama Sean tiba-tiba datang dan berdiri di samping Yuna.Segera Yuna membuang muka untuk menghapus matanya lebih dulu, lalu menatap Keenan dengan senyum tulusnya, tak lupa tangan Yuna mengusap rambut lebat Keenan."Ganteng ya, dari kecil sampai sekarang kamu tetap ganteng." puji Yuna, beberapa detik kemudian wanita itu tersentak karena bingkai foto Keenan yang berada di tangannya di rampas Sean dengan sedikit kasar.Tanpa suara Sean meletakan bingkai foto Keenan pada tempatnya, "Duduk," kata Sean dengan tegas, mau t
"Good morning, tante Yura!" sapa Keenan yang baru saja masuk ruang dapur dan mendapati Yuna yang sibuk memasak. Yuna yang sedang sibuk mengaduk buburnya praktis menoleh dan tersenyum cerah. Untuk pertama kalinya setelah 7 tahun berlalu, ia kembali dapat melihat pemandangan wajah bangun tidur Keenan. "Morning, sayang." jawab Yuna sambil berjalan kearah Keenan, mengusap kedua mata Keenan yang masih menyipit lalu mencium pipi, kening dan pucuk kepala anak itu. "Tante sedang masak, ya?" tanya Keenan penasaran, pandangannya menatap panci di atas kompor yang menyala. Pertanyaan Keenan, Yuna respon dengan anggukan penuh semangat, "Iya, tante masak bubur. Kamu suka, kan?" Keenan mengangguk tak kalah semangat, kakinya sedikit berjingkrak, penasaran ingin melihat bubur masakan Yuna, "Aku mau lihat!" katanya, dengan hati-hati Yuna langsung mengangkat tubuh Keenan. "Astaga, Ken!
Sean melangkah keluar dari ruang kantornya sambil memainkan kunci mobil di tangannya, di wajahnya terlukis senyum lebar yang pria itu suguhkan kepada para karyawannya yang menyapa. Suasana hati Sean sedang bagus saat ini, bukan karena jam kantor telah usai, tapi juga karena beberapa jam lagi ia akan bertemu Heera.Waktu yang Sean tunggu-tunggu akhirnya tiba, sore ini ia akan berangkat ke stasiun untuk menjemput Heera. Tapi sebelum itu, Sean akan pergi ke rumahnya dulu untuk membawa Keenan bersamanya ke stasiun, sebab Heera berpesan untuk datang bersama Keenan.Sean menghentikan mobilny ketika lampu merah menyala di depan sana, tangannya bergerak mengambil ponsel kemudian menelepon nomor rumahnya. Ia ingin meminta Keenan untuk bersiap-siap, sehingga ketika Sean sampai dirumah bisa langsung berangkat lagi ke stasiun."Hallo..""Hallo, Ken, ini Ayah." kata Sean ketika suara Keenan terdengar di teleponnya."Ada apa, Ayah?" tanyanya."Kamu siap-s