"Mohon maaf siapa suaminya Ibu dari dua bayi kembar yang lucu ini?" tanya Ustaz Karim yang dikenal humoris itu di tengah hadirin."Sa ...." Suara Nabil yang seharusnya menyahut tertahan."Saya, Ustaz!" Sabil menyahut dengan semangat.Semua orang bingung melihat pria yang memakai kaos koko di depan mereka. Karena sejak awal pria lain lah yang mengaku sebagai Sabil, Bapaknya kembar. Terutama Halimah. Wanita itu menatap dingin dari kejauhan. Wajah dari hati yang dipenuhi kemarahan tanpa ekspresi. Pria yang sedari tadi menandai dirinya sebagai Nabil, justru dengan lantang mengatakan dirinya adalah Sabil. Dengan cerobohnya, bukan hanya kepada Halimah tapi juga pada semua orang, Sabil membuka jati dirinya sendiri.Kini ... tanpa perlu bukti pun, Halimah sudah yakin, kakak beradik itu telah menipunya. Dalam sekejap cintanya yang dalam, hancur hanya dalam hitungan jam, sejak dia memiliki firasat itu dan melihat tindakan bodoh mereka di depan matanya."Ap, apa maksudnya, Lim?" tanya Novi yan
'Terimakasih Alisa ... telah menjadi istri yang baik. Aku ridho atas kepergianmu. Maaf jika akhirnya janjiku padamu kulepaskan begitu saja. Kematian telah memisahkan kita di dunia ini. Ada wanita yang memerlukanku karena terlalu disakiti Abangku.''Maaf kali ini ... keputusanku telah matang. Aku memutuskan untuk memperjuangkan Halimah dan anak-anak kami. Aku tak mau menyakiti mereka.'❤Nabil baru saja keluar dari masjid dekat rumah yang Sabil sewa. Sejak awal dia memang meminta pada kakaknya itu, agar mencarikan rumah paling dekat dengan tempat ibadah, agar memudahkan sholat berjamaah.Baru saja masuk rumahnya, terdengar notif beruntun dari ponselnya yang diletakkan di atas meja.Kebiasaan pria itu, saat di Kalimantan sendiri, adalah menyalakan notif yang sempat dimatikan semalaman.Bukan hanya urusannya dengan Halimah yang belum menemukan titik terang, di mana ia akan mengakui semua bahwa selama dialah yang menikahi dan ayah dari dua bayinya. Namun, juga urusan pekerjaan yang seolah
Wahai Allah ... Yang membolak-balikkan hati manusia. Tetapkan hati hamba untuk senantiasa tetap ada di jalanMu. Jangan biarkan hamba berpaling, barang sebentar._______________"Ada apa?" tanya Ibu Fatma, yang melihat wajah puterinya tertekuk. Bahkan dua mata perempuan ayu itu tampak sembab, seperti baru saja menangis lama.Fatma baru datang dan menaruh belanjaan di meja dapur. Hal yang juga membuat heran, biasanya ia menghabiskan waktu yang lebih lama berada di luar rumah.Namun, kali ini bahkan belum satu jam. Dalam kondisi muram pula. Perempuan itu masih diam dan tak merespon ibunya.Penasaran, wanita tua itu meninggalkan kesibukannya dan mendekat pada Fatma. "Apa ada masalah?" ibunya mengulang pertanyaan.Mata Fatma kembali memanas. Air mata yang sudah dikeringkan selama perjalanan, agar tak terlihat oleh ibunya, nyatanya kembali menggenang di pelupuk mata, saat berhadapan dengan ibunya begini.Fatma bukan tipe wanita yang menyembunyikan perasaan. Itu juga kenapa, selama setahun t
Di tempat lain ....Sabil akhirnya melemah. Benar yang dikatakan adiknya Nabil. Ia sadar bahwa keinginannya mendapatkan Halimah bukan karena jatuh cinta, dan igin membalas cintanya. Atau rasa bersalah dan ingin menebus semuanya.Semua itu hanya keinginan sesaat. Sabil cemburu karena terbawa suasana. Cemburu pada perhatian Halimah yang harus berpindah pada pria lain. Dan semua itu terjadi di depan matanya."Bang," panggil Nabil, yang membuat kakaknya terhenyak dan menoleh seketika.Suara pria itu memelan, karena menangkap gestur Sabil tak lagi seperti tadi. Pria itu tampak tenang dan tak meneruskan pendapatnya sendiri. Seolah ia telah sadar dari kesalahan yang dibuat."Tolong jangan merusak niat baikku. Mungkin Tuhan mengambil Alisa dan anakku, agar aku memperbaiki keadaan Abang, Halimah dan istri Abang. Walau bagaimana Halimah dan Abang tak boleh terus berada dalam satu rumah. Meski tak melakukan apa pun.____________Fatma yang tengah tertegun menatap punggung wanita tua di depan san
"Loh sudah pulang, Mas?" tanya Halimah."Iy, tadi aku minta tolong pada Nabil buat nutup toko. Mumpung dia di sini." Nabil menjawab dengan berbohong.Bukan dia tak mau jujur, hanya saja belum tepat waktunya."Mas ke marilah," pinta Halimah lembut. Ia menyadari kesalahannya, dan ingin menebus itu pada suaminya."Ya?" Pria itu menyahut, lalu mendekat perlahan. Tatapan matanya tak sengaja melihat secarik kertas di samping Halimah."Apa ini?" Pria itu meraihnya. Mata Nabil melebar, saat melihat hasil tes DNA di tangannya.Halimah masih bersikap tenang. Menurutnya wajar, jika ia curiga pada sang suami akhir-akhir ini. Bukan hanya sikapnya yang dingin, tiba-tiba hangat padanya. Di waktu yang sama, adik kembarnya juga datang. Dan kabar itu tak sampai pada Halimah."Itu tes untuk kembar, Mas," ucapnya datar."Ap- apa? Tes DNA? Tap-tapi kenapa dicocokkan dengan nama Sabil?" Pria itu bukan hanya terkejut, tapi juga merasakan nyeri hati teramat sangat.Apa itu artinya kembar adalah anak Sabil,
"Ayah kenapa sih, Dek? Kok jadi aneh begitu. Bunda takut terjadi sesuatu." Halimah bicara pada bayinya, seolah bayi yang tidur pulas itu mendengar dan paham ucapannya."Alhamdulillah yang Bunda takutkan nggak terjadi, tapi sikap ayah bikin Bunda ...."Halimah menggeleng. Menepis hal tidak-tidak dalam kepala. Sadar bahwa ia terlalu banyak berprasangka buruk pada orang lain akhir-akhir ini."Nanti juga ayah pasti cerita, ya. Dek. Kayanya ayah sekarang hangat ke Bunda karena ada kalian." Halimah tersenyum menatap dan mengusap pipi kemerahan si bungsu, yang letaknya berdekatan dengannya.Halimah mendesah. Lalu rasa kering di kerongkongan, membuatnya menoleh ke nakas. Di mana sebuah cangkir besar terletak di sana. Wanita itu pun meraihnya, untuk meminum isinya. Namun, saat melihat tak ada lagi yang tersisa di sana, Halimah mendesah."Duh, habis minumnya bunda, Dek. Wah, gimana ini? Apa Bunda ambil ke belakang aja, ya?" ___________Tibalah saat Sabil harus menghitung total belanjaan para p
Kursi roda terus bergerak memasuki area dapur. Saat akan menggulir roda ke arah wastafel TCP, Halimah berhenti bergerak. Ia mendengar suara Fatma dan ibunya tengah bicara serius di kamarnya."Kenapa suaranya seperti orang bertengkar?" gumamnya, sembari bergerak ke arah kamar.Halimah menghela napas, setelah buleknya terdengar menekan suara, entah bicara apa, Fatma berani meninggikan suara. 'Ini bukan Fatma, puteri yang penurut pada orang tuanya,' batin Halimah, karen hal tak biasa itu. Ia ingin terlibat dan menegurnya.Di depan pintu, matanya melebar saat mendengar nama Sabil disebut-sebut. Semakin ke sini ... ia mulai paham apa yang telah buleknya katakan. Wanita itu terkejut dan menjatuhkan gelasnya, karena tubuh terutama tangannya yang membawa beban seketika lemas. PRANK!Benda jatuh menimbulkan suara keras di lantai. Untung saja, kedua bayinya belum memiliki pendengaran yang peka, hingga tak kaget, terbangun dan menangis mendengarnya."Kenapa Mas Sabil jadi suami Fatma? Kenapa s
Sampai di depan pintu sebuah rumah, Fatma mengeluarkan kunci dari dalam tasnya. Sedang ibunya, yang baru menjejak kaki di tempat itu, celingukan melihat sekitar. Tempat yang sungguh asing baginya."Jadi di sini kalian tinggal?" tanya ibunya."Ya, Bu." Fatma menyahut tanpa menatap ibunya, karena sibuk membuka pintu rumahnya.Sampai di dalam, hal pertama yang Fatma lakukan setelah meletakkan tas adalah membuka ponsel dan menghubungi Sabil.Namun lagi-lagi, nomor suaminya itu tak aktif.Fatma gusar dan kecewa. Di saat segenting seperti sekarang, Sabil malah tak bisa dihubungi."Sabar, ya." Ibu Fatma mengusap punggung puterinya.Wanita tua itu tiba-tiba teringat sesuatu."Ada apa, Bu?" tanya Fatma mengerutkan kening melihat ekspresi ibunya."Sebentar, ya!" Wanita itu kemudian mengeluarkan ponsel menghubungi seseorang."Halo. Assalamualaikum," sapanya begitu panggilan mendapat jawaban.Fatma diam saja meski tak tahu siapa yang dihubungi ibunya."Waalaikumsalam." "Novi, ya? Ini buleknya Ha