Masih Gadis Menyusui

Masih Gadis Menyusui

By:  Wafa Farha  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
3 ratings
101Chapters
20.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Apa dia menyusui anakku? Tapi bukankah dia masih gadis? Belum lagi sikap aneh Mas Sabil dan Fatma yang seolah-olah saling berkaitan. Hal ini membuatku curiga. Benarkah mereka punya hubungan?

View More
Masih Gadis Menyusui Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Mawais
Hhmmm, bingung mau komen apa. Semangat terus, Mbak Author
2023-01-16 12:14:42
0
user avatar
Mblee Duos
salam kenal dari aku yang pemula kak...... semangat nulisnya ya kak... saling support juga yuk, di cerita aku MAMA MUDA VS MAS POLISI......
2022-11-24 17:11:40
1
user avatar
Wafa Farha
Sudah up bab lanjutan ya Kakak. Terimakasih sudah mampir......
2022-10-02 09:35:08
0
101 Chapters
Membenahi Kancing Baju
Belum genap seminggu usai melahirkan caesar. Rasa sakit yang kurasa sungguh tak terperi. Jangankan bergerak, ingin batuk saja harus menahan.Namun ... begini sikap suamiku,"Sudah kubilang jangan buat dia menangis!" bentak Mas Sabil yang membuatku terkesiap. Kontan saja bayi dalam gendongan, yang awalnya hanya merengek kecil lantaran tak puas menghisap ASI, kini menangis lebih keras.Wajah pria itu semakin merah padam. "Kan? Nangis! Kamu itu ibu yang gimana, sih? Ngurus anak aja gak becus!" hardiknya lagi.Jelas saja kembar terus merengek. Mereka tak kenyang minum ASI-ku. Bayangkan menyusui dua bayi dalam satu waktu. Mereka tak akan puas dan kenyang karena berbagi. Saat si sulung baru selesai dan tertidur dalam buaian, si bungsu bangun menangis karena sudah lapar.Seminggu ini aku benar-benar merasa dihajar oleh keadaan, mengurus dua puteriku sendirian. Untung saja, Bude dan anaknya datang membantu tadi.Kalau saja Mas Sabil mengizinkan, mendampingi dengan susu formula, pasti rasanya
Read more
Kerudung Fatma yang Basah
Sore hari, belum ada tanda-tanda Fatma akan datang. Padahal sebentar lagi Mas Sabil pulang kerja. Ini membuatku cemas.Sementara Bulek sibuk memasak untuk makan malam di dapur, siapa yang akan membantuku nanti kalau kembar terbangun. Aku tak ingin memperdengarkan suara tangis mereka pada suami. Dia pasti lelah pulang kerja, dan tangis dua bayi itu pasti membuatnya stress."Assalamualaikum." Terdengar suara merdu Fatma di depan. Derap langkahnya semakin mendekat ke kamarku.Fatma akhirnya datang. Aku tersenyum lega menyambutnya. Gadis itu kemudian meletakkan barang-barang pesananku di pojok kamar. Lalu .meletakkan cemilan di nakas yang bisa kujangkau."Maaf, ya. Mbak. Lama. Apa kembar rewel?" tanyanya."Oh, nggak Fatma. Alhamdulillah dibantu Bulek jadi ada yang bantu diemin. Oya, apa tadi hujan? Kenapa kerudung kamu basah, Fat?""Oh, ini. Aku keringetan aja Mbak. Muter-muter pasar. Hehe." Wanita itu memegangi kerudungnya.Aku manggut-manggut. "Syukurlah. Aku takut kamu sakit karena keh
Read more
Suara Wanita Lain
Kenapa ini sangat kebetulan. Mas Sabil dan Fatma datang hampir berbarengan dan dua-duanya ... memiliki keanehan. Sama-sama basah. Ish, mikir apa sih, aku?Dua-duanya orang baik. Mana mungkin pria yang memiliki idealisme seperti Mas Sabil berkhianat? Apalagi kondisi istrinya sakit setelah melahirkan caesar."Kamu udah makan?" tanya Mas Sabil, seolah tengah mengalihkan perhatian.Kuanggukkan kepala pelan. Tentu saja aku sudah makan, ada Bulek yang sangat telaten memasak untukku.Hanya saja aku tak fokus pada pertanyaan itu, pikiranku masih terganggu oleh kebetulan-kebetulan tadi. Sikap pria ini juga aneh. Dia jadi kalem begini. Atau mungkin karena tak sesetres biasa saat pulang.Dalam seminggu ini, Mas Sabil saat pulang dari toko, biasa disambut dengan tangisan bayi, popok kotor yang menumpuk. Belum lagi makan seadanya yang dibeli di luar. Juga ditambah membantuku ke kamar mandi.Yah, tentu saja lelahnya berlipat-lipat. Aku tahu bagaimana pekerjaan di toko. Satu-satunya peninggalan Bapa
Read more
Mengejar Pahala Besar
"Waalaikumsalam." Suara berat seorang pria terdengar di ujung telepon."Masnya ada Mbak?""Mas Sabil?""Benar. Eh, ya bukan, ya. Tadi yang ketemu sama saya di pasar." Pria itu menyambung ragu. Mungkin pelanggan Mas Sabil yang baru. Makanya nomornya belum sempat disimpan juga."Oh ya, benar berarti," sahutku. "Ada yang bisa saya bantu? Suami saya ada di belakang, apa perlu saya panggilkan?""Oh, istrinya? Saya pikir Kakaknya soalnya suaranya beda dengan yang tadi.""Hah?" Ada sesuatu yang menyentakku. Berbeda dengan yang tadi? Apa maksudnya? Kami kan tadi tidak ketemu.Sabar, Halimah. Ini pasti ada kesalahan. "Nggak usah dipanggil, Mbak. Mungkin Masnya sibuk, tolong disampein saja. Begini, Mbak. Tolong kasih tahu. Nomor rekening yang tadi saya kasih, salah. Itu rekening istri saya, masalahnya saya sudsh pisah rumah dengannya," jelasnya. "Hem?" Aku kembali terhenyak mendengar berita itu.Ada-ada saja. Kenapa aku harus mendengar hal seperti ini? Aku paling benci perceraian. Benci pela
Read more
Reaksi Bulek
"Halimah! Apa yang kamu lakukan?!" Mas Sabil datang merebut ponsel di tanganku."Apa itu, Mas? Untuk siapa kamu menyewa rumah? Kenapa tak membicarakannya denganku? Lalu siapa wanita yang tadi katanya bareng Mas Sabil?" tanyaku tegas tanpa basa-basi. AkuDi waktu yang sama, suara piring pecah yang jatuh di lantai terdengar. Saat itulah, aku dan Mas Sabil yang sedang bersitegang menoleh ke sana. Aku memperhatikan seorang gadis yang seketika berjongkok membersihkan pecahan piring di lantai. Puding buatan Bulek yang sepertinya akan diberikan padaku berserakan di sana.Bulek sangat tahu kalau aku menyukai makanan itu. Dia pasti ingin membuatku senang dan menghilangkan stress yang melanda pasca melahirkan. Wanita paruh baya itu, banyak tahu medis karena dulu saat muda sempat bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit. Fatma ke kamar kami pasti ingin mengantarkan kue itu.Tapi ... kenapa piringnya pecah? Apa dia terkejut karena semua kebohongannya dengan Mas Sabil akan terbongkar?"Ah
Read more
Menyalahkan Orang Baik
Aku terdiam. Dan berusaha mengalihkannya dengan menggnedong sulung kemudian menyusuinya. Namun, Bulek tak terima dan mengejar jawabanku. Wanita tua itu segera duduk di sisi ranjang, memiringkan tubuh menghadapku. Mataku hanya bisa menangis tanpa berani menatapnya.Detik kemudian, Fatma mendekat dan menarik tangan Bulek."Sudah Bund. Jangan dibahas, kita pergi saja." Fatma menggeleng kepala. Saat melihat ke arah matanya, dua mata gadis itu sudah menangis. Ya Tuhan, baru sekarang Fatma meminta bundanya meninggalkanku.Waktu terjeda. Hening. Bulek menatap kami secara bergantian. Waktu-waktu itu cukup memberi kesempatan sulung untuk kembali tidur.Tampaknya Bulek juga sengaja menunggu bayi itu tidur. Aku pun meletakkannya."Halimah, Bulek sangat mengenalmu, Bapak dan Ibumu. Mereka baik, dan Bulek tak mau membalas kebaikan mereka dengan keburukan yang menyakitimu. Percayalah ... Fatma tak mungkin merebut suamimu. Bulek bisa jamin." Bulek menatapku dalam-dalam. Dalam penglihatanku yang b
Read more
Kala Hati Sabil Berdebar
Setelah hanya ada suara isak tangis dalam ruangan, suasana akhirnya hening untuk beberapa saat."Biar Bulek ambilkan pudingnya lagi." Ibu Fatma bangkit, dari sisi Halimah, sembari menyeka air matanya yang sempat jatuh karena insiden tadi.Halimah terdiam, masih menggenggam kedua tangan Fatma yang berdiri di depannya. Memperhatikan tangan yang dulu sering dipeganginya, saat bermain, saat berjalan pergi bersama, dan saat Fatma membutuhkan perlindungan Halimah. Wanita yang merasakan nyeri beberapa kali di perutnya karena menangis tersedu itu, menyeka air matanya lalu mendongak menatap Fatma yang terdiam dengan mata yang basah dan menunduk."Kenapa kamu diam saja? Harusnya kamu marah dan maki aku Fatma."."Maaf, Mbak." Suara serak itu terdengar lirih."Bukan minta maaf. Kenapa kamu minta maaf? Kamu harusnya memaki, bukan minta maaf." Halimah merasa kesal. Tadinya ia pikir bisa menghajar Fatma dengan kata-kata jahatnya.Namun, Fatma justru membuatnya merasa sangat bersalah. Setidaknya jik
Read more
Sabil Tersenyum
Selesai berbincang dengan orang di ujung telepon, ia pun menulis pesan penting untuk seseorang.[Hati-hati, ya. Naruh ponsel. Maaf untuk yang tadi. Kita keluar malam ini gimana?]Sabil tersenyum saat menulis pesan. Ia merasa berdebar setiap kali berinteraksi dengan pemilik nomor tersebut. Senyummya makin lebar, kala terlihat centang dua biru di bawah pesannya. Sebagai tanda pesanya telah diterima dan di baca oleh Fatma.Tak lama, sebuah balasan pun muncul. [Ya.]"Hah?" Mata Sabil mendelik. "Hanya ini balasannya?" Pria itu seolah tak percaya. Perempuan yang tak pernah mengabaikan pesannya, dan selalu membalas dengan chat panjang itu hanya menjawab, ya.Sabil mendesah. Dari balasan itu, dia tahu kekasihnya sedang tak baik-baik saja. Pria itu sadar, bahwa hubungan mereka memang tak wajar seperti layaknya banyak pernikahan di luar sana. Namun, apa daya, ia tak mampu melawan hatinya. Sabil ingin terus bersama Fatma bukan Halimah. Perempuan yang selalu terlihat manis, baik hati dan teg
Read more
Tak Pernah Menyentuhnya
"Mas Sabil?" Mata Halimah melebar. "Apa nggak jadi nunggu barang datang dari pelabuhan?""Oh, itu ...." Pria yang dianggap Sabil oleh Halimah itu mendekat, sembari menggaruk kepala tak gatal."Ternyata ditunda, jadi ... aku memilih pulang.""Mas agak serak?" Halimah makin heran. Dahinya berkerut. Kenapa kali ini Sabil sangat aneh."Hem?" Nabil mengangkat kedua alisnya. Pria itu baru ingat, kalau suaranya dengan saudara kembarnya sedikit berbeda. Untungnya mereka hidup terpisah pulau, jadi setiap kali Nabil yang menemuinya, Halimah menganggap suaminya tengah sakit radang tenggorokan."Iya, nih." Pria itu segera memegangi jakunnya. "Nggak tahu, mungkin karena minum es di pinggir jalan kali, ya. Kena sari manis."Halimah tersenyum. Suaminya sekarang jadi banyak bicara padanya. Dia pikir pria itu kambuh baiknya setelah insiden yang menguras emosi mereka tadi sore.Wanita itu bersyukur. Begitulah seharusnya, adakalanya ujian itu ada di puncak, sampai sepasang suami istri kembali ingat per
Read more
Pria yang Mengucap Akad
Ingatan Sabil dan Fatma kembali ke masa lalu, di mana mereka saling mengikrarkan janji. Sabil akan menyentuh Halimah sebagai istri setelah Fatma menerimanya.Hari itu sebelum janji itu terucap ....Sabil menjatuhkan hadiah yang dibawanya, seiring ucapan yang meluncur dari mulut mungil Fatma."Maaf, Mas.""Ap-apa yang kamu katakan barusan, Fatma?" Sabil melebarkan mata tak percaya. Tubuh gadis itu luruh, yang kemudian terduduk di kursi taman tempat mereka biasa bertemu sebentar. Taman yang ramai, hingga mereka hanya berani bertemu di sana.Meski telah mendapat lampu hijau, Fatma menerima pinangannya di depan ibunya, tak membuat Sabil semata berani menyentuh calon istrinya. Dia tahu benar, bahwa cinta yang dibumbui zina akan menghancurkan mereka di kemudian hari.Kerudung depan Fatma basah di beberapa titik, karena digunakan untuk menyeka air mata yang terus jatuh membasahi pipi. Ia tak sanggup melihat ibunya jatuh sakit.Ini juga adalah pilihan sulit untuk Fatma. Kalau boleh lebih ba
Read more
DMCA.com Protection Status