"Aku nggak tau apa ini benar, Bang?" keluhnya kemudian. "Tinggal bersama Halimah ....""Apa yang salah? Dia istrimu, kamulah yang mengucap akad di depan penghulu." Sabil mencoba meyakinkan Nabil.Sudah saatnya mereka memperbaiki keadaan, sebab selama ini Sabil telah memerankan peran yang salah."Sudahlah ...." Sabil menepuk bahu saudara satu-satunya yang ia miliki.Mereka telah menjadi yatim piatu sejak kecil. Seorang ibu yang meregang nyawa ketika melahirkan keduanya. Hari itu dokter bilang, karena perdarahan. Ada yang sobek di bagian rahimnya.Lalu, ayah mereka meninggal saat usia mereka yang bahkan belum menginjak sepuluh tahun. Mereka pun besar di panti asuhan.Sebagai seorang Kakak, yang umurnya hanya selisih beberapa menit dari Nabil, Sabil harus memikul beban amanah dari ayahnya. Itu membebaninya, walau kata itu terkesan biasa. 'Kamu harus menjaga adikmu.'Nabil yang melihat pengorbanan kakaknya dari kecil, sekedar mengalah, banyak mengingatkan dan terus memberinya semangat, me
Tak lama, sebuah pesan masuk ke ponsel Halimah. Ia pun segera membukanya.Matanya membola. "I, ini?"Hatinya mulai kalut, kenapa yang tampak sibuk bukan pria yang memakai pakaian saat berpamitan padanya tadi. Pikiran Halimah mengembara. Ia mulai mengaitkan perubahan sikap suaminya dengan foto yang dikirim padanya. Sabil yang tiba-tiba lembut dalam sekejap. Perhatian padanya. Bersikap manis dengan mengucap kata-kata cinta dan rindu.Lalu suara serak itu ...."Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Halimah yang terdengar oleh orang di ujung telepon."Halo, Lim. Ada apa?" tanya Novi di seberang."Oh." Halimah tersentak dia baru sadar masih tersambung panggilan dengan temannya."Eum. Nanti aku hubungi lagi, ya, Nov. Maaf.""Oh ya. Gak papa, Lim. Kamu sehat-sehat aja kan?" sahutnya. Tak lupa menanyakan kondisi sahabat yang baru operasi itu."Huum. Alhamdulillah. Aku baik-baik aja." Halimah menyahut.'Bagaimana aku akan baik-baik saja, jika sikap suamiku dingin dan kasar beberapa hari ini. La
Seorang pria membuka pintu mobil tergesa. Kala sopir sudah menghentikannya tepat di luar pagar menjulang, di rumah yang ditinggalinya selama ini bersama wanita bernama Halimah.Sabil Muttaqin namanya. Pria yang kini tengah menjalani kehidupan pernikahan yang rumit itu, bergerak cepat dengan segenap tenaganya mengejar waktu. Derap langkah dan degup jantungnya tak seirama, seolah saling memburu. "Oh, ya Tuhan!" Ia mengembus kasar, kala melihat sebuah mobil terparkir di rumahnya.Kini Sabil merasa bingung. Enggan untuk masuk. Karena pasti prahara besar akan terjadi. Namun, apa bedanya dia pergi dan tak masuk ke sana? Lebih buruk jika Sabil kabur, dan Nabil tak bisa mengatasi keadaan. Halimah sudah tahu semuanya, dan dia adalah wanita yang cerdas. Dengan berat hati, diayun langkah masuk ke dalam rumah. Matanya langsung menyisir sekitar hingga ia melihat sosok Sabil di depan pintu kamarnya. Pria yang membawa tentengan berat di tangan itu terpaku, melihat ke arah Fatma yang memanggilnya
"Ya, katakan!" Novi menunggu perintah dari wanita yang tampak cemas itu. Jarang sekali selama mengenal Halimah, Novi melihatnya cemas begitu."Aku hanya percaya padamu." Halimah memulai kata-katanya. Seketika dahi Novi mengerut. Tampaknya ada sesuatu yang sifatnya serius.Benar saja. Sejak kejadian kemarin, dan kedatangan Nabil, Halimah tak lagi mempercayai orang di sekitar. Termasuk bulek dan Fatma."Ya?" Novi tak sabar."Tolong, kamu ke lab, dan tes DNA untuk kembar. Anak siapa dia sebenarnya?" Halimah melanjutkan ucapannya. Hanya dengan tes DNA dia bisa tahu semuanya. Tanpa keraguan lagi."Ap-apa maksudmu?" Novi membeliak. Tak mengerti sekaligus terkejut atas permintaan sahabatnya itu. "Apa ada masalah dengan kembar?" Dua alis wanita yang seringkali mengenakan cardingan dengan paduan celana itu, terangkat.Wanita bahkan sampai menggeser duduknya. Ingin mendengar lebih dekat. Barangkali ini rahasia yang Halimah tak ingin orang di rumah ini mendengar.Namun, di luar dugaan Halimah
"Mohon maaf siapa suaminya Ibu dari dua bayi kembar yang lucu ini?" tanya Ustaz Karim yang dikenal humoris itu di tengah hadirin."Sa ...." Suara Nabil yang seharusnya menyahut tertahan."Saya, Ustaz!" Sabil menyahut dengan semangat.Semua orang bingung melihat pria yang memakai kaos koko di depan mereka. Karena sejak awal pria lain lah yang mengaku sebagai Sabil, Bapaknya kembar. Terutama Halimah. Wanita itu menatap dingin dari kejauhan. Wajah dari hati yang dipenuhi kemarahan tanpa ekspresi. Pria yang sedari tadi menandai dirinya sebagai Nabil, justru dengan lantang mengatakan dirinya adalah Sabil. Dengan cerobohnya, bukan hanya kepada Halimah tapi juga pada semua orang, Sabil membuka jati dirinya sendiri.Kini ... tanpa perlu bukti pun, Halimah sudah yakin, kakak beradik itu telah menipunya. Dalam sekejap cintanya yang dalam, hancur hanya dalam hitungan jam, sejak dia memiliki firasat itu dan melihat tindakan bodoh mereka di depan matanya."Ap, apa maksudnya, Lim?" tanya Novi yan
'Terimakasih Alisa ... telah menjadi istri yang baik. Aku ridho atas kepergianmu. Maaf jika akhirnya janjiku padamu kulepaskan begitu saja. Kematian telah memisahkan kita di dunia ini. Ada wanita yang memerlukanku karena terlalu disakiti Abangku.''Maaf kali ini ... keputusanku telah matang. Aku memutuskan untuk memperjuangkan Halimah dan anak-anak kami. Aku tak mau menyakiti mereka.'❤Nabil baru saja keluar dari masjid dekat rumah yang Sabil sewa. Sejak awal dia memang meminta pada kakaknya itu, agar mencarikan rumah paling dekat dengan tempat ibadah, agar memudahkan sholat berjamaah.Baru saja masuk rumahnya, terdengar notif beruntun dari ponselnya yang diletakkan di atas meja.Kebiasaan pria itu, saat di Kalimantan sendiri, adalah menyalakan notif yang sempat dimatikan semalaman.Bukan hanya urusannya dengan Halimah yang belum menemukan titik terang, di mana ia akan mengakui semua bahwa selama dialah yang menikahi dan ayah dari dua bayinya. Namun, juga urusan pekerjaan yang seolah
Wahai Allah ... Yang membolak-balikkan hati manusia. Tetapkan hati hamba untuk senantiasa tetap ada di jalanMu. Jangan biarkan hamba berpaling, barang sebentar._______________"Ada apa?" tanya Ibu Fatma, yang melihat wajah puterinya tertekuk. Bahkan dua mata perempuan ayu itu tampak sembab, seperti baru saja menangis lama.Fatma baru datang dan menaruh belanjaan di meja dapur. Hal yang juga membuat heran, biasanya ia menghabiskan waktu yang lebih lama berada di luar rumah.Namun, kali ini bahkan belum satu jam. Dalam kondisi muram pula. Perempuan itu masih diam dan tak merespon ibunya.Penasaran, wanita tua itu meninggalkan kesibukannya dan mendekat pada Fatma. "Apa ada masalah?" ibunya mengulang pertanyaan.Mata Fatma kembali memanas. Air mata yang sudah dikeringkan selama perjalanan, agar tak terlihat oleh ibunya, nyatanya kembali menggenang di pelupuk mata, saat berhadapan dengan ibunya begini.Fatma bukan tipe wanita yang menyembunyikan perasaan. Itu juga kenapa, selama setahun t
Di tempat lain ....Sabil akhirnya melemah. Benar yang dikatakan adiknya Nabil. Ia sadar bahwa keinginannya mendapatkan Halimah bukan karena jatuh cinta, dan igin membalas cintanya. Atau rasa bersalah dan ingin menebus semuanya.Semua itu hanya keinginan sesaat. Sabil cemburu karena terbawa suasana. Cemburu pada perhatian Halimah yang harus berpindah pada pria lain. Dan semua itu terjadi di depan matanya."Bang," panggil Nabil, yang membuat kakaknya terhenyak dan menoleh seketika.Suara pria itu memelan, karena menangkap gestur Sabil tak lagi seperti tadi. Pria itu tampak tenang dan tak meneruskan pendapatnya sendiri. Seolah ia telah sadar dari kesalahan yang dibuat."Tolong jangan merusak niat baikku. Mungkin Tuhan mengambil Alisa dan anakku, agar aku memperbaiki keadaan Abang, Halimah dan istri Abang. Walau bagaimana Halimah dan Abang tak boleh terus berada dalam satu rumah. Meski tak melakukan apa pun.____________Fatma yang tengah tertegun menatap punggung wanita tua di depan san