Bara Sang Pengembara
Bab 3Kala itu Lastri pulang dari sekolah. Ia masuk ke rumah. Keadaan sepi tak berpenghuni."Lastri," panggil seorang lelaki yang ia panggil paman. Masuk ke dalam kamarnya.
"Iya, paman." Lastri baru saja membuka dua kancing bajunya.
"Kamu baru pulang?" tanyanya basa basi.
"Iya, tapi ibu dan bibi tak ada. Ke mana ya?"
"Mereka sedang pergi ke kampung sebelah membantu hajatan."
"Oh. Paman ada apa ke kamar Lastri," tanyanya tanpa curiga.
"Paman hanya ...." Mata lelaki itu mengarah pada kancing baju gadis di depannya. Mendorong tubuh Lastri hingga terjatuh ke atas kasur.
"Paman! Apa yang kamu lakukan?"
"Diem kamu! Jangan berisik!" Broto, lelaki yang baru menikah dengan bibinya berusaha mencumbu gadis di bawah tubuhnya dengan kasar.
"Hentikan!" teriak Lastri.
"Diem kamu! Nikmati saja," ucap lelaki itu. Tangannya menarik baju sekolah Lastri kasar hingga kancing berhamburan ke lantai. Semua pakaiannya dibuka dan dibuang ke sembarangan tempat.
"Ampun Paman! Sakit!" Merintih menahan perih. Ia tak mampu melawan tubuh yang berada di atasnya.
Lastri merintih kesakitan. Broto lelaki yang telah menuntaskan hasratnya. Bangkit dari tubuh gadis di bawahnya.
"Kamu, jangan bilang ibu dan bibimu atau aku akan membunuhmu!"
Lastri tak peduli jika lelaki itu membunuhnya. Hidupnya hancur dan masa depan berantakan.
"Buang sepraimu dan bakar!" perintahnya tanpa mempedulikan rasa nyeri di area kewanitaan gadis yang telah ternoda.
Lastri merintih dan terisak. Broto keluar dan tersenyum sumringah. Ia telah mendapatkan mainan baru.
Sejak kejadian itu, Lastri selalu mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh ketika ibu dan bibinya tak ada di rumah.
Hingga malam buruk menimpa dirinya. Broto sedang mengagahi Lastri. Gadis itu sudah pasrah dengan yang terjadi.
"Lastri, Broto!" teriak istri Broto, bi Inah.
Broto yang berada di atas tubuh Lastri terperajat. Wanita itu curiga dengan hubungan gelap suami dan keponakannya.
Ia menemukan tanda merah di leher Lastri dan bagian dada gadis itu."Kalian berdua berzina!" makinya menarik tubuh suaminya.
"Kami tidak berzina. Kami saling mencintai," ucap lelaki itu.
Lastri hanya mengelengkan kepala. Menutup tubuh mungilnya dengan selimut.
Bi Ina menatap keponakan yang tak pernah terlihat nakal. Ia yakin kalau suaminya yang bersalah.
"Kamu pasti memperkosa keponakan saya!"
"Tidak, Bu. Kami saling suka sama suka," belanya.
"Bohong!"
"Bener, Bu. Kami saling mencintai."
Bi Ina memandang Lastri. Ia menghampiri gadis belia itu.
"Katakan sama Bibi. Apa kamu mencintai lelaki tua ini?" Tunjuknya ke arah suaminya. Pernikahan mereka baru seumuran jagung.
Lastri mengelengkan kepala. Bi Ina percaya dengannya." Dasar cabul! Berani sekali kamu nodai ponakanku!"
"Ampun, Bu! Bapak khilaf. Tergoda dengannya," ucap lelaki itu mengiba.
"Pergi kamu! Pergi! Jangan pernah datang ke mari. Bawa barang-barangmu!" usirnya.
Bi Ina memeluk Lastri. Gadis itu menangis meminta maaf dan menceritakan yang sesungguhnya.
-
--Setelah kejadian yang tak mengenakan, Broto tak pernah datang menganggunya. Ia merasa aman.
Ketika bibi dan Ibunya pergi mencari nafkah. Lastri akan pergi menyusul mereka. Gadis itu melihat mereka berada di ladang jagung.
Perut Lastri mendadak mual, kepala pusing. Ia bangkit dan mengeluarkan semua isi perutnya. Ibunya Lastri melihat anaknya memuntahkan semua makanan dalam perutnya.
"Lastri, kamu kenapa?"
"Gak tahu, Bu. Lastri pusing dan panas dingin."
Lastri melangkah ke gubuk yang berada di pinggir ladang. Pandangan berubah gelap. Lastri terjatuh di atas tanah.
-
--Lastri membuka matanya, ia berada di rumah bidan. Ibunya Lastri menatap anaknya dengan wajah memerah. Tangannya mengenggam sapu lidi.
"Ibu ...," panggilnya lirih.
"Siapa orang yang telah menghamilimu? Siapa?" tanyanya dengan nada tinggi dan kencang. Memukul anaknya dengan sapu lidi.
"A-aku hamil?"
"Iya, kamu hamil!" Nadanya semakin tinggi.
"Ibu tak menyangka. Kamu gadis polos dan penurut ternyata hamil diluar nikah. Mau taruh di mana muka Ibu? Siapa lelaki itu?"Lastri menutup wajahnya. Ia tak sanggup hidup." Paman Broto."
Wanita yang dipanggil Ibu oleh Lastri, menyentuh dadanya. Sesak dan nyeri. Ia tergeletak di lantai dan menghembuskan napas terakhir. Lastri berteriak histeris memanggil ibunya.
Setelah kematian ibunya Lastri. Gadis itu terpaksa menikah dengan Broto dan menjadi istri kedua.
Bi Ina yang masih mencintai suaminya mau menerima Lastri sebagai madunya. Cinta itu menyakitkan Bi Ina. Wanita yang sudah menjadi perawan tua karena mencintai lelaki yang salah, Broto.
Broto kecewa dengan Bi Ina, ia berpikir kalau istrinya masih perawan. Ternyata, dugaannya salah.
**
Lastri menjerit kesakitan, ia memaki Broto dengan kasar. Hatinya begitu membenci suaminya.
"Broto! Kamu telah membunuh ibuku!" makinya menahan nyeri dan mulas di bagian perut.
"Ayo Lastri. Kamu pasti bisa," ucap bidan menangani persalinan Lastri.
"Argh!"
"Ayo terus!"
"Argh!"
Tak berapa lama lagi. Terdengar suara bayi laki-laki. Lastri menatap wajah mungil anak pertamanya.
Gadis itu meneteskan air mata. Entah bahagia atau sedih.
"Selamat atas kelahiran putramu," ucap Bara. Ia tersenyum menatap Lastri.
"Kamu siapa?" tanyanya.
"Aku Bara."
"Terima kasih sudah menolongku."
"Sama-sama. Jangan pernah membenci anakmu. Dia tak bersalah. Jalani hidupmu dengan bahagia."
"Apa aku bisa bahagia?"
"Tentu bisa asal tak ada rasa dendam di hatimu. Bayi yang baru saja lahir tak bersalah. Sayangilah dirinya. Itu pesanku."
Lastri menganggukkan tanda mengerti. Bara hendak pergi. Lastri memanggilnya. Meminta tolong untuk mengazani anaknya.
Bara melakukan apa yang dipinta Lastri. Setelah itu, kembali ke tempat kejadian ganc*t mengambil tas yang tertinggal di sana.
Suasana belakang mesjid semakin ramai. "Mengapa pasangan zina itu tak dibawa ke tempat lain." Pikir Bara.
Ia melangkah mendekati tempat itu. Satu jam telah berlalu apa mereka masih hidup atau sudah mati.
Segerombolan orang tak bisa mengangkat kedua pasangan itu dari ranjang. Seperti lem yang menempel di bagian bawah tubuh mereka.
"Mengapa belum lepas juga?" tanya Bara kepada salah satu lelaki memakai sorban.
Ia menoleh dan tersenyum kepada Bara. Lelaki yang dipanggil pak ustad menatap wajah Bara.
"Mereka melakukan zina di saat azan. Entah ini azab atau penyakit." Bara menganggukkan kepala." Bagaimana keadaan Lastri?" tanyanya. Ia menyuruh Bara mengantar Lastri ke bidan.
"Alhamdulillah, sudah lahir dan anaknya laki-laki."
"Broto, putramu sudah lahir," ucapnya.
"Putra, aku jadi bapak." Ia meneteskan air mata terharu.
"Apa kamu masih mau berzina lagi?"
"Tidak, Pak Ustad. Saya kapok. Mohon ampun. Saya menyesal."
"Bertaubatlah Broto sebelum ajal memanggil."
"I-iya Ustad. Saya tidak akan mengulangi lagi." Ucapan dari hati terdalam dan tulus.
Tubuh wanita yang berada di bawah Broto terkulai lemas. Tak ada pergerakkan darinya.
"Lihat wanita di bawahnya lemas. Napasnya terputus-putus," teriak salah satu warga.
Salah satu petugas berpakain putih memeriksa nadi wanita itu. Ia mengelengkan kepala.
"Inalilahi wa inalilahi rojiun."
Broto Bergerak perlahan, ia melepaskan tubuhnya dari wanita selingkuhannya.
"Sudah lepas," ucap Broto terkejut. Tubuhnya melemas dan tak sadarkan diri.
"Rasakan kalian, sudah mengotori tempatku," lirih seorang mahluk bertubuh besar berdiri di pojokan kamar itu.
Bara melirik ke arahnya. Mendengar ucapan dan makian mahluk tak kasat mata. Mahluk yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Mahluk itu menghilang entah ke mana. Bara melihat asap putih di tubuh mahluk itu.
Bara meraih tas ransel yang tergeletak di lantai. Ia berpamitan kepada pak ustad.
Melanjutkan perjalanan tanpa tujuan. Bara melangkah tanpa beban. Entah apa yang dicarinya. Ia merasakan seseorang menunggu kehadirannya di depan sana.
Gadis kembar dengan wajah yang sangat menyedihkan selalu terbayang di matanya.
****
Sambil nunggu up, baca juga karyaku yang lain.
1. Malam Tanpa Noda
2. Tergoda Gadis Muda
Klik nama pena Nannys0903 pilih cerita karyaku. Terima kasih.
Fika menatap Bara dengan kebimbangan, ia terus menatap pemuda yang sedang merapikan pakaiannya. "Jangan di tatap terus, Kakak tahu kalau ganteng.""Eh, pede banget." Fika menjulurkan lidahnya ke arah Bara. pemuda yang sibuk memilih pakaiannya hanya terkekeh saja. "Kakak, kamu yakin mau kembali ke kampung. Memangnya Mak dan Abah sudah ketemu?" "Sudah, mereka baik-baik saja dan bahagia di sana." Bara mengulum senyum ketika melihat Abah dan Mak bahagia. "Kok gak ajak aku?" Fika mulai merajuk. Bara menoleh ke arah Fika yang semakin hari semakin cantik dan dewasa. umurnya sudah matang untuk berumah tangga. Bara mengusap lembut puncak kepala Fika."Abah dan emak sudah lihat kamu. Kamu juga jangan khawatirkan mereka. Berdoa untuk kesehatan mereka.""Apa jangan-jangan mereka sudah berada di kampung makanya kamu mau kembali ke sana?""Tidak ada. Mereka tak ada di sana. Apa kamu tak ingin pulang?"Wajah manis Fika menunduk lesu. Mengingat hal dulu membuatnya sakit hati. Kalau saja waktu i
Bara Seorang gadis berkemeja biru merah dengan logo di kantung depan, mengusap lembut tubuh pemuda yang kini terbaring di atas tempat tidur di dalam kamar. Tangan halusnya mengusap lembut kulit pemuda itu dengan tangkas. Perlahan memakaikan kembali pakaian yang baru untuk pria yang kini terbaring tak berdaya. Selang infus masuk dari pergelangan tangan kanan. Cairan itu yang masuk ke dalam tubuh sebagai sumber tenaga. kedua mata pemuda itu masih terpejam, entah sampai kapan mata elang akan terbuka kembali. Rasa rindu akan canda dan perhatiannya kian membuncah. Gadis berkuncir kuda tetap sabar menanti. "Sampai kapan kamu akan tertidur Kak Bara. Apakah kamu tak merindukanku. Bangunlah." Fika selalu menjaga dan merawat Bara yang sudah lima bulan tak sadarkan diri. Melalui infus, Bara mengomsumsi makanan. Setelah memastikan semua selesai, Fika merapikan peralatannya dan berpamitan. "Aku harus pergi. aku harus bekerja untuk biaya hidup kita." Fika mengusap lembut surai Bara. mengulum
Bara menghampiri dua raja yang memiliki dendam terselubung. Mereka bertaruh dengan ganas dan sadis tak memberikan ampun atau permohonan maaf. Hingga sang Raja Merah terhempas dari hadapan makhluk hijau. Kini, hanya Bara yang bisa melawan Raja Kijo.Langkah Bara pasti dan akan mengalahkan raja jahanam itu. Raja yang memiliki maksud busuk kepada manusia. Maka Bara mengorbankan diri untuk saudara-saudaranya di dua dunia. "Bocah tengil, Raja merah saja tak bisa melawanku. Kamu ingin ikut mati bersamanya, ah!" Raja Kijo tersenyum sinis menatap pemuda dihadapnya. "Kalau sudah takdirku kenapa tidak." Bara melompat dan menjulurkan kaki hingga menyentuh dada raja Kijo. Sang raja terhuyung ke belakang ketika mendapat tendangan dari Bara. "Kurang ajar!" teriak raja Kijo mengema hingga ke luar kerajaan. Para anak buah gusar mendapat teriakan dari sang Baginda raja. Raja Kijo bersiap menyerang dengan kekuatan ilmu dalam yang selama ini ia simpan untuk digunakan ketika menemukan musuh lebih
Napas Bara memburu, ia memilih menjauh. Gerak-gerik saat menghindari serangan adalah miliknya. "Sial, dari mana dia tahu gerakkan itu. Bagaimana aku bisa mengalahkannya?" geram Bara dalam hati. "Kenapa? Kamu tak bisa mengalahkan ku. Jangan harap kamu bisa!" Bara berpikir sejenak tetapi serangan tiba-tiba datang begitu cepat hingga bagian dada Bara terpukul keras, cairan merah keluar dari mulut pemuda itu. Bara terbatuk-batuk mengeluarkan cairan pekat. Raja Kijo tak memberikan ampun kepada pemuda itu. Ia melanjutkan penyerangan. Kedua kaki Bara tak berpijak. Tubuhnya melayang ke udara. "Ha ... ha ... Kekuatanmu tak sebanding denganku!" "Aku tak peduli kekuatanmu seberapa besar. Aku tak peduli berapa banyak jurusmu. Aku hanya ingin kamu musnah!" Bara melepaskan kalung merah yang melingkar di lehernya hingga dua orang muncul bersamaan menatap Raja Kijo. Mereka adalah ayah Bara dan Sang Raja yang telah hilang. Ternyata ia berada di kalung itu menunggu waktu yang tepat untuk menyer
Bara melanjutkan langkah hingga lantai yang ia pijak berubah, suasana menjadi mencekam. Sekeliling Bara berubah gelap. Hanya ada pepohonan menjulang tinggi dengan langit hitam. Tak ada bulan maupun bintang. Suara jangkrik atau kodok tak ada. Senyap dan sepi bagaikan di dalam kuburan. "Apakah aku telah kembali ke dunia nyata atau ini dunia Raja Kijo?" Monolognya dalam hati. Kaki Bara melangkah mencari jalan menuju cahaya. Tetapi, tak ada cela cahaya di sekitar ini. Suara apapun tak terdengar hingga kalung merah Bara berkelap-kelip menandakan bahaya mengintai. Bara menyentuh kalung itu saling berkomunikasi dengan penghuni kalung. Bara merasakan sesuatu mendekat sangat cepat seperti sebuah kilatan. Kedua kaki bersiap untuk menerima serangan tiba-tiba. Hingga cahaya menyerang Bara tetapi tak berwujud. Lengan Bara mengeluarkan cairan merah akibat goresan. Terasa nyeri dan perih. Bara mengindari kilatan itu agar tak terluka untuk kedua kali. Bara mengeluarkan tenaga dalam hingga diri
"Mati kau!" Suara tawa mengema di ruangan itu. Waktu yang tepat untuk menghentikan wanita berkebaya hijau. Jika ia bersuara lagi tubuh Bara bisa tak berdaya. Hingga kepala terasa berat seperti tertimpa batu besar. Bara berlari secepat kilat menghajar wanita berkebaya hijau dan menyerang sekali tebasan. Bara mengores bagian perut Nyai dengan senjata daun beracun miliki wanita itu. Bara berdiri di samping wanita itu dan menambah serangannya dengan cara mencari kelemahan Nyai. Sebuah tusuk konde berada di kepala wanita tua yang mengeram kesakitan akibat luka dari senjatanya sendiri. Teriakkan wanita tak memiliki hati mengema dan semakin kencang. "Argh ....!" Bara menjauhi wanita itu dan menatap detik-detik pertumbangan diri Nyai. Wanita yang memberikan jalan kepada Kijo ke dunia. Hingga para gadis kehilangan nyawa dan kehormatan yang harus dijaga sebelum menikah. Para ibu yang baru saja melahirkan kehilangan bayi mereka karena tubuh bayi tak berdosa menjadi santapan bagi Kijo. Banya