Home / Fantasi / Mata Batin / Makhluk Di Atas Pohon

Share

Makhluk Di Atas Pohon

Author: Nannys0903
last update Last Updated: 2021-10-05 22:21:22

Bara Sang Pengembara

Bab 4 

"Permisi," sapa Bara ketika bertemu seorang laki-laki berusia empat puluh tujuh tahun di pos ronda. Hari semakin gelap hujan akan turun.

Wajahnya sangar, kumis tebal menghiasi wajahnya. Rambut bagian depan tak ada rambut hanya kulit yang mengkilap. 

Jari-jari lelaki itu berjejer batu akik berwarna merah, hitam, dan biru muda. 

Ia menatap Bara dari atas sampai bawah. 

"Permisi Pak! Saya mau cari kerja. Apa ada?" tanya Bara dengan sopan. 

"Oh, elu. Ayo!" ajak lelaki itu. 

Ia mengendarai motor Rx king model zaman dulu.

"Buruan naik. Mau gua kepret, apa!" bentaknya dengan logat betawi asli. 

"Iya, Pak!" Bara naik di belakang tubuh lelaki itu. 

Di dalam perjalanan, lelaki itu terus berbicara yang tidak jelas. Bara hanya menjawab seperlunya saja.

"Kita mau ke mana, Bang?" tanya Bara. 

"Tenang aja pokoknya. Semua beres!" ucapnya lantang. 

Bara hanya mengarukkan kepala. Mereka masuk ke pemukiman rumah. Tertulis di papan jalan setu babakan. 

Bara menatap hiasan ondel-ondel di sepanjang jalan. Beberapa hiasan khas betawi terlihat di sana. 

Bara menaiki bus besar berwarna hijau. Bus antar kota menuju Jakarta. Bara melanjutkan dengan mobil berwarna biru hingga sampai di pos ronda tadi. 

"Ayo turun! Jangan bengong aja!" bentaknya. Lelaki tua itu terlihat galak. Namun, senyum ala pepsodent menghiasi wajah sangarnya. 

Ia memarkirkan motornya di depan rumah seseorang." Assalamualaikum, Malih!" panggilnya. 

"Waalaikumsalam. Biasa aja sih manggil gua. Gua denger kok suara elu." 

"Lah, gua udah ucapin salam. Napa kaga jawab malah marah-marah," sungutnya kesal. Tangannya bertolak pinggang. 

"Astaghfirullahaladzim, Bolot. Gua udah jawab salam elu." Menepuk jidat kasar.

"Kenapa tepok jidat. Ada nyamuk apa? Makanya jangan jorok." 

"Astaga, napa jadi nyamuk. Dasar bolot!" 

Bang Bolot hanya tertawa dan menyengir kuda. Entah ia paham atau tidak. 

"Nih, orangnya." Tunjuknya ke arah Bara. 

"Orang apa?" tanya bang Malih heran. Firasatnya tak enak. 

"Elu nyariin dia. Masa lupa. Tadi minta gua nungguin dia. Udah pikun apa?" 

"Seh, kapan gua nyuruh elu. Hadeh, napa gua punya temen model kayak dia. Dari kecil sampe tua kaga sembuh-sembuh." 

"Keren gak pilihan gua. Ganteng dan kekar," memuji pilihannya. 

"Haduh, pusing gua. Kemaren elu beli pizza udah tahu gua kaga doyan. Mendingan kerak telor." 

"Pastilah. Gua gitu." Menarik kerah bajunya. 

"Auh, ah. Cape deh!" 

Bang Malih menatap Bara yang terlihat bingung. 

"Tampang orang baek ini," ucapnya dalam hati. 

Bara mengulurkan tangan dan mencium takzim." Assalamualaikum, Pak," sapa Bara ramah. 

"Jangan panggil Pak. Gua masih muda dan ganteng. Para janda umur empat puluh tahun masih ngantri. Panggil Bang Malih." 

Bara hanya tertawa dengan guyonan laki-laki itu." Iya, Bang." 

"Ada apaan datang ke sini?" tanya Bang Malih setelah mempersilahkan Bara duduk di teras. 

"Saya diajak Bang Bolot." 

"Emangnya elu ngomong apa sama dia?" 

"Mau cari kerja dan tempat tinggal." 

"Kerja apaan?" 

"Apa aja yang penting halal?" 

"Pengalamannya apa?" 

"Belum punya, Bang." 

"Dari mana lu datang?" 

"Dari Bumi. Masa dari kupiter," sambung bang Bolot.

"Jupiter bukan kupiter. Elu mah Lot. Bikin gemes." 

"Makasih. Gua emang pinter dari dulu," ucap bang Bolot bangga. 

"Auh ah!" 

Bang Malih menatap Bara." KTP punya?" 

Bara menganggukkan kepala. Mengeluarkan Kartu Tanda Penduduk dan menyerahkannya. 

Membaca identitas Bara." Jauh juga, ya?" 

"Elu bisa apa?" tanyanya." Maksud gua. Di kampung elu ngapain aja?" 

"Saya ternak kambing dan mengurus kebun." 

"Kebetulan gua punya kambing sama ternak ayam. Gak ada yang ngurus. Elu mau?" tanyanya." Kalau mau elu urus sampe dapat kerja yang bagus. Gua kaga bisa bayar mahal-mahal. Satu setengah mau?" 

"Alhamdulillah, mau Bang. Saya tinggal di mana?" 

"Elu bisa tidur di kamar belakang deket kontrakan gua. Elu pake aja. Kecil tapi lumayan buat tidur."

"Mau Bang. Mau." Bara bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan. 

"Kalau ngarit naik motor ke lapangan sana." Tunjuk bang Malih. 

"Jalan kaki aja Bang," sargah Bara. 

"Buset, elu mau jalan kaki. Pulang-pulang jalan elu ngesot." Memperagakan jalan ngesot di depan Bara. 

"Ha ... ha ... elu bisulan Malih!" 

Bang Malih menoleh ke arah temannya. Ia melempar sendal jepitnya.

"Enak aja bisulan. Panuan." Bara tertawa melihat tingkah mereka. 

"Ayo, gua kasih tahu kamar elu!" ajak bang Malih. Melewati samping rumahnya.

Bang Malih salah satu warga terkaya nomor dua. Ia memiliki istri dua. Ternak ayam dan kambing paling banyak di kampung itu. Lelaki itu juga memiliki kontrakan di belakang rumahnya. 

Bara melewati pohon besar dekat rumah berderet lima milik bang Malih. Bara mencium bau yang tak sedap dan mendongkak ke atas.

"Astaghfirullahaladzim," ucapnya mengelus dada. Hari menjelang malam. Bara bisa melihat makhluk itu. Entah apa yang ditunggunya. 

Bara merasakan hawa yang tidak baik. Mungkinkah, makhluk itu memiliki maksud terselubung. 

****

Sambil menunggu up. Mampir ke karyaku yang lain. Klik nama pena Nannys0903 lalu pilih cerita yang kalian suka. Pasti di jamin ketagihan.

"Malam Tanpa Noda"

"Tergoda Gadis Muda" 

Terima kasih sudah mampir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mata Batin   Ending

    Fika menatap Bara dengan kebimbangan, ia terus menatap pemuda yang sedang merapikan pakaiannya. "Jangan di tatap terus, Kakak tahu kalau ganteng.""Eh, pede banget." Fika menjulurkan lidahnya ke arah Bara. pemuda yang sibuk memilih pakaiannya hanya terkekeh saja. "Kakak, kamu yakin mau kembali ke kampung. Memangnya Mak dan Abah sudah ketemu?" "Sudah, mereka baik-baik saja dan bahagia di sana." Bara mengulum senyum ketika melihat Abah dan Mak bahagia. "Kok gak ajak aku?" Fika mulai merajuk. Bara menoleh ke arah Fika yang semakin hari semakin cantik dan dewasa. umurnya sudah matang untuk berumah tangga. Bara mengusap lembut puncak kepala Fika."Abah dan emak sudah lihat kamu. Kamu juga jangan khawatirkan mereka. Berdoa untuk kesehatan mereka.""Apa jangan-jangan mereka sudah berada di kampung makanya kamu mau kembali ke sana?""Tidak ada. Mereka tak ada di sana. Apa kamu tak ingin pulang?"Wajah manis Fika menunduk lesu. Mengingat hal dulu membuatnya sakit hati. Kalau saja waktu i

  • Mata Batin   Hidup Bara

    Bara Seorang gadis berkemeja biru merah dengan logo di kantung depan, mengusap lembut tubuh pemuda yang kini terbaring di atas tempat tidur di dalam kamar. Tangan halusnya mengusap lembut kulit pemuda itu dengan tangkas. Perlahan memakaikan kembali pakaian yang baru untuk pria yang kini terbaring tak berdaya. Selang infus masuk dari pergelangan tangan kanan. Cairan itu yang masuk ke dalam tubuh sebagai sumber tenaga. kedua mata pemuda itu masih terpejam, entah sampai kapan mata elang akan terbuka kembali. Rasa rindu akan canda dan perhatiannya kian membuncah. Gadis berkuncir kuda tetap sabar menanti. "Sampai kapan kamu akan tertidur Kak Bara. Apakah kamu tak merindukanku. Bangunlah." Fika selalu menjaga dan merawat Bara yang sudah lima bulan tak sadarkan diri. Melalui infus, Bara mengomsumsi makanan. Setelah memastikan semua selesai, Fika merapikan peralatannya dan berpamitan. "Aku harus pergi. aku harus bekerja untuk biaya hidup kita." Fika mengusap lembut surai Bara. mengulum

  • Mata Batin   Akhir Peperangan

    Bara menghampiri dua raja yang memiliki dendam terselubung. Mereka bertaruh dengan ganas dan sadis tak memberikan ampun atau permohonan maaf. Hingga sang Raja Merah terhempas dari hadapan makhluk hijau. Kini, hanya Bara yang bisa melawan Raja Kijo.Langkah Bara pasti dan akan mengalahkan raja jahanam itu. Raja yang memiliki maksud busuk kepada manusia. Maka Bara mengorbankan diri untuk saudara-saudaranya di dua dunia. "Bocah tengil, Raja merah saja tak bisa melawanku. Kamu ingin ikut mati bersamanya, ah!" Raja Kijo tersenyum sinis menatap pemuda dihadapnya. "Kalau sudah takdirku kenapa tidak." Bara melompat dan menjulurkan kaki hingga menyentuh dada raja Kijo. Sang raja terhuyung ke belakang ketika mendapat tendangan dari Bara. "Kurang ajar!" teriak raja Kijo mengema hingga ke luar kerajaan. Para anak buah gusar mendapat teriakan dari sang Baginda raja. Raja Kijo bersiap menyerang dengan kekuatan ilmu dalam yang selama ini ia simpan untuk digunakan ketika menemukan musuh lebih

  • Mata Batin   Penyerangan Brutal

    Napas Bara memburu, ia memilih menjauh. Gerak-gerik saat menghindari serangan adalah miliknya. "Sial, dari mana dia tahu gerakkan itu. Bagaimana aku bisa mengalahkannya?" geram Bara dalam hati. "Kenapa? Kamu tak bisa mengalahkan ku. Jangan harap kamu bisa!" Bara berpikir sejenak tetapi serangan tiba-tiba datang begitu cepat hingga bagian dada Bara terpukul keras, cairan merah keluar dari mulut pemuda itu. Bara terbatuk-batuk mengeluarkan cairan pekat. Raja Kijo tak memberikan ampun kepada pemuda itu. Ia melanjutkan penyerangan. Kedua kaki Bara tak berpijak. Tubuhnya melayang ke udara. "Ha ... ha ... Kekuatanmu tak sebanding denganku!" "Aku tak peduli kekuatanmu seberapa besar. Aku tak peduli berapa banyak jurusmu. Aku hanya ingin kamu musnah!" Bara melepaskan kalung merah yang melingkar di lehernya hingga dua orang muncul bersamaan menatap Raja Kijo. Mereka adalah ayah Bara dan Sang Raja yang telah hilang. Ternyata ia berada di kalung itu menunggu waktu yang tepat untuk menyer

  • Mata Batin   Raja Kijo

    Bara melanjutkan langkah hingga lantai yang ia pijak berubah, suasana menjadi mencekam. Sekeliling Bara berubah gelap. Hanya ada pepohonan menjulang tinggi dengan langit hitam. Tak ada bulan maupun bintang. Suara jangkrik atau kodok tak ada. Senyap dan sepi bagaikan di dalam kuburan. "Apakah aku telah kembali ke dunia nyata atau ini dunia Raja Kijo?" Monolognya dalam hati. Kaki Bara melangkah mencari jalan menuju cahaya. Tetapi, tak ada cela cahaya di sekitar ini. Suara apapun tak terdengar hingga kalung merah Bara berkelap-kelip menandakan bahaya mengintai. Bara menyentuh kalung itu saling berkomunikasi dengan penghuni kalung. Bara merasakan sesuatu mendekat sangat cepat seperti sebuah kilatan. Kedua kaki bersiap untuk menerima serangan tiba-tiba. Hingga cahaya menyerang Bara tetapi tak berwujud. Lengan Bara mengeluarkan cairan merah akibat goresan. Terasa nyeri dan perih. Bara mengindari kilatan itu agar tak terluka untuk kedua kali. Bara mengeluarkan tenaga dalam hingga diri

  • Mata Batin   Serangan Nyai

    "Mati kau!" Suara tawa mengema di ruangan itu. Waktu yang tepat untuk menghentikan wanita berkebaya hijau. Jika ia bersuara lagi tubuh Bara bisa tak berdaya. Hingga kepala terasa berat seperti tertimpa batu besar. Bara berlari secepat kilat menghajar wanita berkebaya hijau dan menyerang sekali tebasan. Bara mengores bagian perut Nyai dengan senjata daun beracun miliki wanita itu. Bara berdiri di samping wanita itu dan menambah serangannya dengan cara mencari kelemahan Nyai. Sebuah tusuk konde berada di kepala wanita tua yang mengeram kesakitan akibat luka dari senjatanya sendiri. Teriakkan wanita tak memiliki hati mengema dan semakin kencang. "Argh ....!" Bara menjauhi wanita itu dan menatap detik-detik pertumbangan diri Nyai. Wanita yang memberikan jalan kepada Kijo ke dunia. Hingga para gadis kehilangan nyawa dan kehormatan yang harus dijaga sebelum menikah. Para ibu yang baru saja melahirkan kehilangan bayi mereka karena tubuh bayi tak berdosa menjadi santapan bagi Kijo. Banya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status