Share

Makhluk Di Atas Pohon

Bara Sang Pengembara

Bab 4 

"Permisi," sapa Bara ketika bertemu seorang laki-laki berusia empat puluh tujuh tahun di pos ronda. Hari semakin gelap hujan akan turun.

Wajahnya sangar, kumis tebal menghiasi wajahnya. Rambut bagian depan tak ada rambut hanya kulit yang mengkilap. 

Jari-jari lelaki itu berjejer batu akik berwarna merah, hitam, dan biru muda. 

Ia menatap Bara dari atas sampai bawah. 

"Permisi Pak! Saya mau cari kerja. Apa ada?" tanya Bara dengan sopan. 

"Oh, elu. Ayo!" ajak lelaki itu. 

Ia mengendarai motor Rx king model zaman dulu.

"Buruan naik. Mau gua kepret, apa!" bentaknya dengan logat betawi asli. 

"Iya, Pak!" Bara naik di belakang tubuh lelaki itu. 

Di dalam perjalanan, lelaki itu terus berbicara yang tidak jelas. Bara hanya menjawab seperlunya saja.

"Kita mau ke mana, Bang?" tanya Bara. 

"Tenang aja pokoknya. Semua beres!" ucapnya lantang. 

Bara hanya mengarukkan kepala. Mereka masuk ke pemukiman rumah. Tertulis di papan jalan setu babakan. 

Bara menatap hiasan ondel-ondel di sepanjang jalan. Beberapa hiasan khas betawi terlihat di sana. 

Bara menaiki bus besar berwarna hijau. Bus antar kota menuju Jakarta. Bara melanjutkan dengan mobil berwarna biru hingga sampai di pos ronda tadi. 

"Ayo turun! Jangan bengong aja!" bentaknya. Lelaki tua itu terlihat galak. Namun, senyum ala pepsodent menghiasi wajah sangarnya. 

Ia memarkirkan motornya di depan rumah seseorang." Assalamualaikum, Malih!" panggilnya. 

"Waalaikumsalam. Biasa aja sih manggil gua. Gua denger kok suara elu." 

"Lah, gua udah ucapin salam. Napa kaga jawab malah marah-marah," sungutnya kesal. Tangannya bertolak pinggang. 

"Astaghfirullahaladzim, Bolot. Gua udah jawab salam elu." Menepuk jidat kasar.

"Kenapa tepok jidat. Ada nyamuk apa? Makanya jangan jorok." 

"Astaga, napa jadi nyamuk. Dasar bolot!" 

Bang Bolot hanya tertawa dan menyengir kuda. Entah ia paham atau tidak. 

"Nih, orangnya." Tunjuknya ke arah Bara. 

"Orang apa?" tanya bang Malih heran. Firasatnya tak enak. 

"Elu nyariin dia. Masa lupa. Tadi minta gua nungguin dia. Udah pikun apa?" 

"Seh, kapan gua nyuruh elu. Hadeh, napa gua punya temen model kayak dia. Dari kecil sampe tua kaga sembuh-sembuh." 

"Keren gak pilihan gua. Ganteng dan kekar," memuji pilihannya. 

"Haduh, pusing gua. Kemaren elu beli pizza udah tahu gua kaga doyan. Mendingan kerak telor." 

"Pastilah. Gua gitu." Menarik kerah bajunya. 

"Auh, ah. Cape deh!" 

Bang Malih menatap Bara yang terlihat bingung. 

"Tampang orang baek ini," ucapnya dalam hati. 

Bara mengulurkan tangan dan mencium takzim." Assalamualaikum, Pak," sapa Bara ramah. 

"Jangan panggil Pak. Gua masih muda dan ganteng. Para janda umur empat puluh tahun masih ngantri. Panggil Bang Malih." 

Bara hanya tertawa dengan guyonan laki-laki itu." Iya, Bang." 

"Ada apaan datang ke sini?" tanya Bang Malih setelah mempersilahkan Bara duduk di teras. 

"Saya diajak Bang Bolot." 

"Emangnya elu ngomong apa sama dia?" 

"Mau cari kerja dan tempat tinggal." 

"Kerja apaan?" 

"Apa aja yang penting halal?" 

"Pengalamannya apa?" 

"Belum punya, Bang." 

"Dari mana lu datang?" 

"Dari Bumi. Masa dari kupiter," sambung bang Bolot.

"Jupiter bukan kupiter. Elu mah Lot. Bikin gemes." 

"Makasih. Gua emang pinter dari dulu," ucap bang Bolot bangga. 

"Auh ah!" 

Bang Malih menatap Bara." KTP punya?" 

Bara menganggukkan kepala. Mengeluarkan Kartu Tanda Penduduk dan menyerahkannya. 

Membaca identitas Bara." Jauh juga, ya?" 

"Elu bisa apa?" tanyanya." Maksud gua. Di kampung elu ngapain aja?" 

"Saya ternak kambing dan mengurus kebun." 

"Kebetulan gua punya kambing sama ternak ayam. Gak ada yang ngurus. Elu mau?" tanyanya." Kalau mau elu urus sampe dapat kerja yang bagus. Gua kaga bisa bayar mahal-mahal. Satu setengah mau?" 

"Alhamdulillah, mau Bang. Saya tinggal di mana?" 

"Elu bisa tidur di kamar belakang deket kontrakan gua. Elu pake aja. Kecil tapi lumayan buat tidur."

"Mau Bang. Mau." Bara bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan. 

"Kalau ngarit naik motor ke lapangan sana." Tunjuk bang Malih. 

"Jalan kaki aja Bang," sargah Bara. 

"Buset, elu mau jalan kaki. Pulang-pulang jalan elu ngesot." Memperagakan jalan ngesot di depan Bara. 

"Ha ... ha ... elu bisulan Malih!" 

Bang Malih menoleh ke arah temannya. Ia melempar sendal jepitnya.

"Enak aja bisulan. Panuan." Bara tertawa melihat tingkah mereka. 

"Ayo, gua kasih tahu kamar elu!" ajak bang Malih. Melewati samping rumahnya.

Bang Malih salah satu warga terkaya nomor dua. Ia memiliki istri dua. Ternak ayam dan kambing paling banyak di kampung itu. Lelaki itu juga memiliki kontrakan di belakang rumahnya. 

Bara melewati pohon besar dekat rumah berderet lima milik bang Malih. Bara mencium bau yang tak sedap dan mendongkak ke atas.

"Astaghfirullahaladzim," ucapnya mengelus dada. Hari menjelang malam. Bara bisa melihat makhluk itu. Entah apa yang ditunggunya. 

Bara merasakan hawa yang tidak baik. Mungkinkah, makhluk itu memiliki maksud terselubung. 

****

Sambil menunggu up. Mampir ke karyaku yang lain. Klik nama pena Nannys0903 lalu pilih cerita yang kalian suka. Pasti di jamin ketagihan.

"Malam Tanpa Noda"

"Tergoda Gadis Muda" 

Terima kasih sudah mampir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status