Share

6 | Gara-gara Mobil Baru

Menjelang maghrib, Fiona kembali dari rumah Freya dengan sekantong belanjaan ala kadarnya. Dari dalam mobilnya yang diparkir di bahu jalan, Fiona bisa melihat dengan jelas sebuah mobil Mercedes-Benz berwarna hitam metalik terparkir mentereng di garasi rumahnya. Mengambil alih lahan parkir untuk mobil Ayla bututnya.

Dari tempatnya, Fiona bisa melihat Mbak Zoya mengelus-elus mobil mengkilap itu dengan pandangan kagum.

"Apakah ada tamu?"

Fiona bertanya-tanya pada kekosongan yang tidak bisa memberikan jawaban. Dan dikarenakan hatinya penuh akan tanda tanya, Fiona memutuskan untuk turun dari mobil sambil membawa kantong belanjaannya.

"Wow, mobil siapa nih?" tanya Fiona pada wanita yang anehnya terlihat terlalu senang itu.

"Mobil hadiah pernikahan dari Mas Jaya," jawab Mbak Zoya sambil terkikik disertai dengan sorot mata penuh provokasi.

"Mobil ini dibeli cash loh sama Mas Jaya buat aku. Baik banget ya, Mas Jaya." lanjut Mbak Zoya kesenangan ketika melihat wajah keruh Fiona.

Fiona sendiri tidak bisa menyembunyikan tatapan irinya pada mobil Mercedes-Benz berwarna hitam metalik yang terparkir anggun di garasi ini. Sungguh, dia bahkan tidak bisa berkata-kata. Baginya, untuk mendapatkan uang lima ratus ribu sebulan saja, dia harus mengeluarkan ludah ekstra banyak untuk berdebat dengan suaminya itu. Tapi sang suami justru dengan gampangnya merogoh kocek cukup dalam untuk membelikan istri mudanya mobil seharga ratusan juta? Masih berdasarkan informasi, mobil ini dibayar cash pula?

'Sialan!' Fiona memaki dalam hati.

Dia mengepalkan tangannya dengan erat hingga di telapak tangannya terbentuk bulan sabit karena kuku yang melesak masuk terlalu dalam.

Tidak ingin membuat Mbak Zoya merasa menang, Fiona melenggang santai ke dalam rumah. Seolah-olah keberadaan mobil ini tidak berpengaruh apapun padanya. Siapa yang tahu, hatinya telah membara penuh amarah dan kebencian.

Ini sungguh tidak adil. Selama tiga tahun menikah, selain keinginannya untuk tinggal terpisah dengan mertua, suaminya tidak pernah memberikan semacam hadiah pernikahan padanya. Apakah dia benar-benar tidak pernah memiliki arti sedikit pun di dalam hati suaminya itu?

Bahkan meski tiga tahun mereka habiskan dengan tinggal bersama, tidak pernahkah ada satu momen yang bisa membuat hati Mas Jaya bergetar untuknya?

Fiona menggelangkan kepala dengan keras.

Ah, masa bodoh. Dia marah!

"Dari mana aja kamu kelayapan? Disuruh pergi ke pasar, kok jam segini baru pulang!"

Fiona baru saja membuka pintu ruang tamu, dan dia langsung disambut omelan. Namun, Fiona tidak menghiraukan omelan suaminya itu dan langsung berjalan lurus ke dalam kamarnya.

"Kamu makin kurang ajar aja sama suami!" keluh Mas Jaya tidak puas.

"Mungkin Fio marah gara-gara Mas beliin aku mobil," sahut Mbak Zoya yang baru saja masuk ke dalam rumah setelah begitu lama mengagumi mobil pemberian suaminya itu.

Seperti biasa, Fiona menulikan telinganya. Dia mengunci pintu dari dalam kamar. Bahkan bahan mentah dalam kantong plastik yang dibelinya dibawa masuk ke dalam kamar. Dia sejak awal memang tidak pernah memiliki niat untuk membuat makan malam bagi mereka. Dan rencananya, bahan-bahan ini akan digunakan untuk membuat sarapan untuk dirinya sendiri besok pagi.

Tok!

Tok!

Tok!

"Fi, kamu gak masak makan malam?" suara sumbang ini adalah milik Mbak Zoya.

Fiona menghiraukan ketukan di pintu. Dia berbaring sembarangan di atas ranjang yang empuk. Sepasang manik hitam cemerlangnya menatap plafon kamar yang berwarna putih bersih. Pikirannya menerawang jauh.

Dalam tiga tahun pernikahannya dengan Mas Jaya, Fiona hanya sempat mengenal sepintas Mbak Zoya ini. Dalam memorinya, Mbak Zoya adalah sosok yang pendiam dan murah senyum. Cenderung lusuh dan kampungan.

Biasanya, setiap kali mereka datang ke rumah sang mertua, Mbak Zoya ini selalu berada di dapur. Entah untuk menyiapkan kue atau minuman untuk mereka. Sesekali, ketika Fiona membantu di dapur, wanita itu bahkan tidak berani menatap matanya. Jika diajak ngobrol pun suaranya sangat kecil, sehingga hanya semut yang bisa mendengarnya.

Siapa sangka, hanya empat bulan setelah suami wanita itu meninggal, dia berubah menjadi wanita licik tak tahu malu. Bahkan sekarang wanita itu sudah berani menatap dengan sorot meremehkan padanya. Lupakan tentang wanita itu yang menjerit di bawah tubuh Mas Jaya dengan begitu tidak bermoral sebelumnya.

'Tunggu dan lihat saja apa yang bisa aku lakukan!'

Sambil menggeram tak puas, Fiona merogoh tas tangannya untuk mencari ponsel yang tenggelam di dalam sana.

"Halo Nau. Aku butuh bantuan nih," ucap Fiona to the point begitu sambungan teleponnya terhubung dengan seseorang diseberang sana.

[Ada apa?]

Naura bertanya dengan nada suara malas. Entah apa yang sedang dikerjakan oleh sahabatnya itu di seberang sana.

"Ganggu gak?" tanya Fiona.

[Gak. Habis kerja rodi nih]

Naura menjelaskan dengan singkat.

Tidak perlu penjelasan lebih lanjut, Fiona tahu apa yang dimaksud sahabatnya itu.

"Bantu aku nyari tahu tentang Zoya Ardisti dong," bisik Fiona dengan suara sekecil mungkin. Sehingga bahkan dinding pun tidak bisa mendengar.

[Istri kedua suami kamu itu?]

"Hmm,"

[Oke. Gampang. Ada lagi?]

"Dia baru aja dibeliin mobil sama Mas Jaya. Aku mau minta tolong sama suami kamu buat bantu aku ngerampok itu mobil," bisik Fiona dengan suara yang semakin kecil dan lirih.

[Si kampret. Suamiku bukan perampok, ya kali!]

Naura berujar dari sisi seberang. Dia cukup terkejut dengan gagasan sahabatnya ini.

"Dia mungkin kenal orang-orang dengan profesi itu. Masalah ini, nanti kita bicarain belakangan," ucap Fiona sambil bangkit dari posisi berbaringnya.

Dia mulai menyambar handuk kemudian berjalan ke kamar mandi. Gedoran pantang menyerah di pintu kamarnya terlalu berisik.

[Nanti deh aku coba bicarain sama Max,] ucap Naura pada akhirnya.

"Oke. Thank you ya, Nau," ucap Fiona dengan tulus. "Sorry ngerepotin." lanjutnya sebelum memutuskan sambungan telepon.

Tok!

Tok!

Tok!

"Fi, kalau kamu gak keluar buat masak sekarang juga. Aku ceraiin kamu!" ancam Mas Jaya dari balik pintu.

Krik krik krik ...

Tidak ada jawaban.

"Mas, gimana kalau kita makan di luar. Di cafe-cafe gitu. Kayak candle light dinner," Zoya memberikan saran briliant untuk keluarga barunya malam ini.

"Yaudah kalau itu mau kamu, gak masalah." Jaya menyingkirkan helaian rambut yang jatuh di depan mata Zoya dan menyelipkannya di belakang telinga sang wanita tercinta.

"Makasih, Mas. Kamu emang suami terbaik!"puji Zoya sambil memberikan kecupan ringan di pipi suaminya.

"Apa sih yang enggak buat istri tercinta!" balas Jaya sambil berkelakar.

Jika Fiona melihat adegan ini dia pasti sudah memuntahkan seluruh makan malamnya karena jijik. Untung dia tidak melihatnya. Matanya masih terselamatkan.

* * *

Keesokan harinya Fiona masih terbangun sesuai dengan jam biologisnya setiap hari. Seperti biasa, dia menyempatkan diri untuk lari pagi selama lima belas menit setiap hari. Selesai dengan rutinitas itu dia kembali ke rumah dan mulai berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Tentu saja dia membuat sarapan untuk dirinya sendiri.

"Fi, kamu tadi masak sarapan kan?" tanya Mbak Zoya yang baru saja keluar dari kamarnya.

Ketika itu, Fiona sedang buru-buru mengenakan sepatunya karena harus segera berangkat ke kantor. Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan dia tidak ingin terjebak macet.

"Masak kok," jawab Fiona sekenanya sambil bergegas keluar dari rumah.

Dia tidak menghiraukan Mbak Zoya yang tampak tersenyum licik ke arah punggungnya yang telah menghilang di balik pintu.

Siapa yang tahu, dalam perjalanan ke kantor, Fiona tidak bisa berhenti tertawa hingga matanya mengeluarkan air mata. Membayangkan wajah cengo suami dan istri baru suaminya ketika melihat hanya ada satu sendok nasi di rice cooker. Sepotong telur mata sapi, dan kuah sop dengan hanya seiris wortel dan daun seledri yang sengaja dia sisakan di atas meja makan.

Padahal dia sudah cukup berbaik hati dengan hanya menyisakan satu sendok nasi, tadinya dia bahkan hanya ingin menyisakan satu butir saja. Tapi dia sendiri merasa hal itu terlalu berlebihan, maka jadilah dia menyisakan satu sendok. Ah, sayang sekali dia tidak bisa melihat reaksi mereka.

Ini semua gara-gara mobil baru itu, mood-nya sepanjang malam menjadi hancur. Jadi, jangan salahkan dia jika dia tidak bisa berbaik hati pada mereka.

* * *

Jaya menatap istri barunya dengan kening berlipat banyak. "Ini yang kamu maksud sarapan?" tanyanya dengan ragu ketika melihat porsi lucu makanan di atas meja.

Mata Zoya sendiri sudah melotot lebar ketika melihat satu sendok nasi dalam rice cooker dan sepotong telur serta kuah sop di atas meja makan. Giginya menggiling dengan geram. Salahkan dirinya karena tidak melakukan pengecekan terlebih dulu sebelum mengklaim sendiri bahwa pagi ini dia memasak sarapan untuk sang suami tercinta.

'Fiona sialan!' Zoya memaki dalam hati.

"A-anu Mas. Ini pasti ulah Fiona. Dia pasti sengaja melakukan ini!" air mata menitik pedih dari mata Zoya. Entah asli, entah palsu.

"Sekarang Fiona dimana?" tanya Jaya dengan tidak puas. Dia harus berangkat ke kantor sebentar lagi, tapi perutnya luar biasa keroncongan.

"S-Su-Sudah berangkat Mas!" jawab Zoya terbata.

Kepalanya tertunduk dalam memberikan kesan teraniaya. Jantungnya tak terhindarkan berdegup dengan kencang. Dia tidak mau dimarahi suaminya.

"Ma, laper!" Adam dan Janu yang sedang duduk di meja makan mengeluh serentak sambil memegang perut mereka.

"M-Mas ... "

Jaya melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. "Sudahlah, nanti aku beli sarapan di luar. Aku berangkat sekarang!" Jaya beranjak dari kursinya, menyambar tas kerjanya dan langsung berjalan ke luar rumah.

"Mas ... " rintih Zoya sambil menatap punggung Mas Jaya yang terus melangkah pergi tanpa menoleh padanya.

Sekarang Zoya bingung, Mas Jaya kesal padanya. Terbukti dengan suaminya itu tidak mencium keningnya sebelum berangkat kerja. Ditambah Adam dan Janu yang juga tidak ditawarkan untuk berangkat bersama.

"Ma, laper!" keluh mereka lagi.

"Iya sayang. Ayo berangkat sekarang. Nanti kita beli sarapan di luar," ucap Zoya pada kedua putranya. Kali ini dia benar-benar ingin menangis.

Dia benci Fiona. Benar-benar benci!

* * *

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status