Share

6 | Gara-gara Mobil Baru

Penulis: Mokaciinoo
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-28 19:35:35

Menjelang maghrib, Fiona kembali dari rumah Freya dengan sekantong belanjaan ala kadarnya. Dari dalam mobilnya yang diparkir di bahu jalan, Fiona bisa melihat dengan jelas sebuah mobil Mercedes-Benz berwarna hitam metalik terparkir mentereng di garasi rumahnya. Mengambil alih lahan parkir untuk mobil Ayla bututnya.

Dari tempatnya, Fiona bisa melihat Mbak Zoya mengelus-elus mobil mengkilap itu dengan pandangan kagum.

"Apakah ada tamu?"

Fiona bertanya-tanya pada kekosongan yang tidak bisa memberikan jawaban. Dan dikarenakan hatinya penuh akan tanda tanya, Fiona memutuskan untuk turun dari mobil sambil membawa kantong belanjaannya.

"Wow, mobil siapa nih?" tanya Fiona pada wanita yang anehnya terlihat terlalu senang itu.

"Mobil hadiah pernikahan dari Mas Jaya," jawab Mbak Zoya sambil terkikik disertai dengan sorot mata penuh provokasi.

"Mobil ini dibeli cash loh sama Mas Jaya buat aku. Baik banget ya, Mas Jaya." lanjut Mbak Zoya kesenangan ketika melihat wajah keruh Fiona.

Fiona sendiri tidak bisa menyembunyikan tatapan irinya pada mobil Mercedes-Benz berwarna hitam metalik yang terparkir anggun di garasi ini. Sungguh, dia bahkan tidak bisa berkata-kata. Baginya, untuk mendapatkan uang lima ratus ribu sebulan saja, dia harus mengeluarkan ludah ekstra banyak untuk berdebat dengan suaminya itu. Tapi sang suami justru dengan gampangnya merogoh kocek cukup dalam untuk membelikan istri mudanya mobil seharga ratusan juta? Masih berdasarkan informasi, mobil ini dibayar cash pula?

'Sialan!' Fiona memaki dalam hati.

Dia mengepalkan tangannya dengan erat hingga di telapak tangannya terbentuk bulan sabit karena kuku yang melesak masuk terlalu dalam.

Tidak ingin membuat Mbak Zoya merasa menang, Fiona melenggang santai ke dalam rumah. Seolah-olah keberadaan mobil ini tidak berpengaruh apapun padanya. Siapa yang tahu, hatinya telah membara penuh amarah dan kebencian.

Ini sungguh tidak adil. Selama tiga tahun menikah, selain keinginannya untuk tinggal terpisah dengan mertua, suaminya tidak pernah memberikan semacam hadiah pernikahan padanya. Apakah dia benar-benar tidak pernah memiliki arti sedikit pun di dalam hati suaminya itu?

Bahkan meski tiga tahun mereka habiskan dengan tinggal bersama, tidak pernahkah ada satu momen yang bisa membuat hati Mas Jaya bergetar untuknya?

Fiona menggelangkan kepala dengan keras.

Ah, masa bodoh. Dia marah!

"Dari mana aja kamu kelayapan? Disuruh pergi ke pasar, kok jam segini baru pulang!"

Fiona baru saja membuka pintu ruang tamu, dan dia langsung disambut omelan. Namun, Fiona tidak menghiraukan omelan suaminya itu dan langsung berjalan lurus ke dalam kamarnya.

"Kamu makin kurang ajar aja sama suami!" keluh Mas Jaya tidak puas.

"Mungkin Fio marah gara-gara Mas beliin aku mobil," sahut Mbak Zoya yang baru saja masuk ke dalam rumah setelah begitu lama mengagumi mobil pemberian suaminya itu.

Seperti biasa, Fiona menulikan telinganya. Dia mengunci pintu dari dalam kamar. Bahkan bahan mentah dalam kantong plastik yang dibelinya dibawa masuk ke dalam kamar. Dia sejak awal memang tidak pernah memiliki niat untuk membuat makan malam bagi mereka. Dan rencananya, bahan-bahan ini akan digunakan untuk membuat sarapan untuk dirinya sendiri besok pagi.

Tok!

Tok!

Tok!

"Fi, kamu gak masak makan malam?" suara sumbang ini adalah milik Mbak Zoya.

Fiona menghiraukan ketukan di pintu. Dia berbaring sembarangan di atas ranjang yang empuk. Sepasang manik hitam cemerlangnya menatap plafon kamar yang berwarna putih bersih. Pikirannya menerawang jauh.

Dalam tiga tahun pernikahannya dengan Mas Jaya, Fiona hanya sempat mengenal sepintas Mbak Zoya ini. Dalam memorinya, Mbak Zoya adalah sosok yang pendiam dan murah senyum. Cenderung lusuh dan kampungan.

Biasanya, setiap kali mereka datang ke rumah sang mertua, Mbak Zoya ini selalu berada di dapur. Entah untuk menyiapkan kue atau minuman untuk mereka. Sesekali, ketika Fiona membantu di dapur, wanita itu bahkan tidak berani menatap matanya. Jika diajak ngobrol pun suaranya sangat kecil, sehingga hanya semut yang bisa mendengarnya.

Siapa sangka, hanya empat bulan setelah suami wanita itu meninggal, dia berubah menjadi wanita licik tak tahu malu. Bahkan sekarang wanita itu sudah berani menatap dengan sorot meremehkan padanya. Lupakan tentang wanita itu yang menjerit di bawah tubuh Mas Jaya dengan begitu tidak bermoral sebelumnya.

'Tunggu dan lihat saja apa yang bisa aku lakukan!'

Sambil menggeram tak puas, Fiona merogoh tas tangannya untuk mencari ponsel yang tenggelam di dalam sana.

"Halo Nau. Aku butuh bantuan nih," ucap Fiona to the point begitu sambungan teleponnya terhubung dengan seseorang diseberang sana.

[Ada apa?]

Naura bertanya dengan nada suara malas. Entah apa yang sedang dikerjakan oleh sahabatnya itu di seberang sana.

"Ganggu gak?" tanya Fiona.

[Gak. Habis kerja rodi nih]

Naura menjelaskan dengan singkat.

Tidak perlu penjelasan lebih lanjut, Fiona tahu apa yang dimaksud sahabatnya itu.

"Bantu aku nyari tahu tentang Zoya Ardisti dong," bisik Fiona dengan suara sekecil mungkin. Sehingga bahkan dinding pun tidak bisa mendengar.

[Istri kedua suami kamu itu?]

"Hmm,"

[Oke. Gampang. Ada lagi?]

"Dia baru aja dibeliin mobil sama Mas Jaya. Aku mau minta tolong sama suami kamu buat bantu aku ngerampok itu mobil," bisik Fiona dengan suara yang semakin kecil dan lirih.

[Si kampret. Suamiku bukan perampok, ya kali!]

Naura berujar dari sisi seberang. Dia cukup terkejut dengan gagasan sahabatnya ini.

"Dia mungkin kenal orang-orang dengan profesi itu. Masalah ini, nanti kita bicarain belakangan," ucap Fiona sambil bangkit dari posisi berbaringnya.

Dia mulai menyambar handuk kemudian berjalan ke kamar mandi. Gedoran pantang menyerah di pintu kamarnya terlalu berisik.

[Nanti deh aku coba bicarain sama Max,] ucap Naura pada akhirnya.

"Oke. Thank you ya, Nau," ucap Fiona dengan tulus. "Sorry ngerepotin." lanjutnya sebelum memutuskan sambungan telepon.

Tok!

Tok!

Tok!

"Fi, kalau kamu gak keluar buat masak sekarang juga. Aku ceraiin kamu!" ancam Mas Jaya dari balik pintu.

Krik krik krik ...

Tidak ada jawaban.

"Mas, gimana kalau kita makan di luar. Di cafe-cafe gitu. Kayak candle light dinner," Zoya memberikan saran briliant untuk keluarga barunya malam ini.

"Yaudah kalau itu mau kamu, gak masalah." Jaya menyingkirkan helaian rambut yang jatuh di depan mata Zoya dan menyelipkannya di belakang telinga sang wanita tercinta.

"Makasih, Mas. Kamu emang suami terbaik!"puji Zoya sambil memberikan kecupan ringan di pipi suaminya.

"Apa sih yang enggak buat istri tercinta!" balas Jaya sambil berkelakar.

Jika Fiona melihat adegan ini dia pasti sudah memuntahkan seluruh makan malamnya karena jijik. Untung dia tidak melihatnya. Matanya masih terselamatkan.

* * *

Keesokan harinya Fiona masih terbangun sesuai dengan jam biologisnya setiap hari. Seperti biasa, dia menyempatkan diri untuk lari pagi selama lima belas menit setiap hari. Selesai dengan rutinitas itu dia kembali ke rumah dan mulai berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Tentu saja dia membuat sarapan untuk dirinya sendiri.

"Fi, kamu tadi masak sarapan kan?" tanya Mbak Zoya yang baru saja keluar dari kamarnya.

Ketika itu, Fiona sedang buru-buru mengenakan sepatunya karena harus segera berangkat ke kantor. Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan dia tidak ingin terjebak macet.

"Masak kok," jawab Fiona sekenanya sambil bergegas keluar dari rumah.

Dia tidak menghiraukan Mbak Zoya yang tampak tersenyum licik ke arah punggungnya yang telah menghilang di balik pintu.

Siapa yang tahu, dalam perjalanan ke kantor, Fiona tidak bisa berhenti tertawa hingga matanya mengeluarkan air mata. Membayangkan wajah cengo suami dan istri baru suaminya ketika melihat hanya ada satu sendok nasi di rice cooker. Sepotong telur mata sapi, dan kuah sop dengan hanya seiris wortel dan daun seledri yang sengaja dia sisakan di atas meja makan.

Padahal dia sudah cukup berbaik hati dengan hanya menyisakan satu sendok nasi, tadinya dia bahkan hanya ingin menyisakan satu butir saja. Tapi dia sendiri merasa hal itu terlalu berlebihan, maka jadilah dia menyisakan satu sendok. Ah, sayang sekali dia tidak bisa melihat reaksi mereka.

Ini semua gara-gara mobil baru itu, mood-nya sepanjang malam menjadi hancur. Jadi, jangan salahkan dia jika dia tidak bisa berbaik hati pada mereka.

* * *

Jaya menatap istri barunya dengan kening berlipat banyak. "Ini yang kamu maksud sarapan?" tanyanya dengan ragu ketika melihat porsi lucu makanan di atas meja.

Mata Zoya sendiri sudah melotot lebar ketika melihat satu sendok nasi dalam rice cooker dan sepotong telur serta kuah sop di atas meja makan. Giginya menggiling dengan geram. Salahkan dirinya karena tidak melakukan pengecekan terlebih dulu sebelum mengklaim sendiri bahwa pagi ini dia memasak sarapan untuk sang suami tercinta.

'Fiona sialan!' Zoya memaki dalam hati.

"A-anu Mas. Ini pasti ulah Fiona. Dia pasti sengaja melakukan ini!" air mata menitik pedih dari mata Zoya. Entah asli, entah palsu.

"Sekarang Fiona dimana?" tanya Jaya dengan tidak puas. Dia harus berangkat ke kantor sebentar lagi, tapi perutnya luar biasa keroncongan.

"S-Su-Sudah berangkat Mas!" jawab Zoya terbata.

Kepalanya tertunduk dalam memberikan kesan teraniaya. Jantungnya tak terhindarkan berdegup dengan kencang. Dia tidak mau dimarahi suaminya.

"Ma, laper!" Adam dan Janu yang sedang duduk di meja makan mengeluh serentak sambil memegang perut mereka.

"M-Mas ... "

Jaya melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. "Sudahlah, nanti aku beli sarapan di luar. Aku berangkat sekarang!" Jaya beranjak dari kursinya, menyambar tas kerjanya dan langsung berjalan ke luar rumah.

"Mas ... " rintih Zoya sambil menatap punggung Mas Jaya yang terus melangkah pergi tanpa menoleh padanya.

Sekarang Zoya bingung, Mas Jaya kesal padanya. Terbukti dengan suaminya itu tidak mencium keningnya sebelum berangkat kerja. Ditambah Adam dan Janu yang juga tidak ditawarkan untuk berangkat bersama.

"Ma, laper!" keluh mereka lagi.

"Iya sayang. Ayo berangkat sekarang. Nanti kita beli sarapan di luar," ucap Zoya pada kedua putranya. Kali ini dia benar-benar ingin menangis.

Dia benci Fiona. Benar-benar benci!

* * *

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mau Dimadu Demi Membalas Suami Peselingkuh   116 | Persidangan (TAMAT)

    1 bulan kemudian, Kasus yang menimpa Mas Fadli dan Mbak Zoya akhirnya dilimpahkan ke pengadilan. Dikarenakan bukti itu datangnya dari Fiona, mau tidak mau dia tetap harus hadir sebagai saksi di pengadilan. Ketika hal itu terjadi, dia bisa melihat dengan jelas wajah terkejut keluarga mantan suaminya. "Fiona!" seru mereka dengan terkejut. Walau begitu, Fiona memilih sikap acuh tak acuh. Dia mengikuti seluruh rangkaian persidangan dengan khidmat. Dia juga menjawab pertanyaan dari Jaksa penuntut umum dengan jujur tanpa ada yang dia sembunyikan. "Jadi ini semua ulah kamu? Harusnya dari awal aku membunuhmu!" raung Zoya dengan marah yang membuat dirinya mendapat peringatan dari hakim. Melihat Fiona duduk di kursi saksi membuat Zoya menggeram penuh amarah. Jika pengungkapan bukti sabotase mobil Mas Agung ini diserahkan oleh Paman Rusdi, mungkin Zoya tidak akan semarah ini. Tapi yang melakukannya adalah musuh bebuyutannya. Orang yang sudah Zoya cap sebagai penyebab atas setiap kemalangan

  • Mau Dimadu Demi Membalas Suami Peselingkuh   115 | Motif

    "Jaya! Mas Fadli, Jay!"Ketika Jaya tiba di rumah, hal pertama yang menyambutnya adalah raungan sang kakak yang baru saja sadar dari pingsannya. "Mbak, tenang! Coba ceritakan ada apa?" tanya Jaya berusaha untuk bersikap tenang meski hatinya sendiri sudah gundah gulana. "Mas Fadli, Jay! Mas Fadli!" pekik Mbak Arum dengan histeris. Air mata terus merebak membanjiri pipinya. "Mbak, jelaskan pelan-pelan apa yang terjadi?" tanya Jaya dengan penuh kesabaran. "Mas Fadli ditangkap polisi!" ungkap Arum dari sela-sela sengguk tangisnya. "APA?!" pekik Ibu Marni dengan keras hingga memenuhi ruangan. "Tadi siapa orang yang menghubungi Mbak?" tanya Jaya masih dengan nada tenang meskipun hatinya sudah hancur berantakan. "Namanya Chandra. Pengacara Mas Fadli. Katanya sekarang dia ada di kantor polisi untuk menemani Mas Fadli diinterogasi," jawab Arum dengan tergugu. "Kalau begitu, ayo kita ke kantor polisi," ajak Jaya sembari beranjak dari sofa yang dia duduki. "Ayo! Ayo!" timpal Ibu Marni d

  • Mau Dimadu Demi Membalas Suami Peselingkuh   114 | Fadli Tertangkap

    Fadli yang berangkat ke kantor ketika jarum jam hampir menunjukkan pukul 11 pagi tiba-tiba dihadang oleh beberapa rekan kerjanya. Wajah kaku mereka membuat Fadli tiba-tiba merasakan firasat buruk di hatinya. Pikirannya bahkan langsung tertuju pada Zoya, dan ancamannya. Apalagi ketika mengetahui bahwa Jaya ternyata tidak berhasil membujuk Fiona untuk mencabut tuntutannya. 'Jangan bilang si Zoya sudah mengatakan tentang hal itu pada polisi!' gumam Fadli dengan panik. "Ada apa ini?" tanya Fadli pura-pura tidak merasakan keanehan dari mereka. Akan tetapi, dia perlahan mulai mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri. Sayangnya, sebelum Fadli sempat melaksanakan niatnya itu, dia telah lebih dulu dibekuk oleh rekan-rekan sejawatnya. "Sialan! Apa yang kalian lakukan?" maki Fadli dengan berang. Kini tangannya bahkan sudah diborgal yang terasa menginjak harga dirinya. Tanpa menghiraukan protesan dari Fadli, seorang polisi yang menangani kasus Fiona sebelumnya terus menyeret Fadli menuju

  • Mau Dimadu Demi Membalas Suami Peselingkuh   113 | Menginterogasi Ibu Mastah

    Di kediaman Adiguna, "Loh, Fadli? Kamu tidak berangkat kerja?" tanya Ibu Marni ketika melihat menantunya justru duduk dengan khidmat di sofa ruang keluarga. Seperti yang dikatakan Jaya kemarin, dia berpura-pura untuk tidak tahu menahu perihal yang katanya rahasia menantunya ini. Toh, semuanya juga belum terbukti kebenarannya. Bagaimana jika Zoya berbohong? Pun jikalau yang dikatakan Zoya itu benar, mereka bisa mengambil tindakan nanti. Tidak perlu terburu-buru. "Ini sudah jam setengah sembilan loh!" tambah Ibu Marni memperingatkan. "Fadli mau nanya dulu sama Ibu, apa Jaya berhasil membujuk Fiona untuk mencabut tuntutannya?" tanya Fadli penuh harap. "Huh! Dia tidak mau mencabut tuntutannya!" balas Ibu Marni seraya mendengus sinis. " ... "Tanpa sadar, geraham Fadli bergemeretak dengan tidak puas. Sayang sekali dia tidak berdaya! "Buk! Fadli mau bertemu dengan Ibu Mastah dulu, boleh?" tanya Fadli meminta izin. Alis Ibu Marni berkedut pelan. "Bertemu Ibu Mastah? Buat apa?" tanya

  • Mau Dimadu Demi Membalas Suami Peselingkuh   112 | Kentang Panas

    Pagi-pagi sekali. Jarum jam bahkan masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tapi paman Rusdi sudah menunggu di depan perusahaan tempat Fiona bekerja. Gelagatnya yang mencurigakan membuat seorang satpam perusahaan yang bertugas pagi ini terus menatapnya dengan curiga. "Permisi, Pak!" tegur Paman Rusdi dengan malu-malu. "Ada apa?" tanya satpam itu sedikit ketus. Wajahnya bahkan memberengut jijik. Aroma yang menguar dari tubuh pria gelandangan itu membuatnya ingin segera mengakhiri interaksi ini. "Di dalam sini ada karyawan yang namanya Fiona Larasati 'kan?" tanya paman Rusdi. Gelagatnya yang menurut sang satpam sudah mencurigakan sejak awal, membuat satpam yang bertugas itu semakin mengerutkan kening. Dia tidak mungkin tidak mengenal orang yang disebutkan oleh pria ini. Pasalnya, nama yang disebutkan itu sudah sangat terkenal di perusahaan. Selain karena kedekatannya dengan sang bos perusahaan. Wanita ini juga sering viral lantaran masalah keluarganya. Dan kabar terbaru yang ke

  • Mau Dimadu Demi Membalas Suami Peselingkuh   111 | Menghubungi Paman Rusdi

    Ibu Mastah bergegas kembali ke kamarnya untuk mencoba menghubungi sang adik kandung melalui nomor yang hanya mereka ketahui sendiri. Tadinya dia berniat mengunjungi ruang keluarga untuk menanyakan tentang kabar putrinya yang tidak juga pulang hingga semalam ini. Siapa yang menduga dia justru mendengar obrolan penting itu. "Halo," sapa Ibu Mastah dengan antusias begitu sambungan telepon mulai terhubung. [Huh! Sekarang kamu baru menghubungiku?!]Ibu Mastah harus menjauhkan ponsel butut di tangannya dari sisi telinga karena kerasnya suara bentakan sang adik dari seberang sana. "Tidak ada waktu untuk menjelaskan! Aku dengar dari Jaya dan ibunya kalau kamu memiliki bukti pembunuhan yang dilakukan oleh Fadli. Apa benar?" tanya Ibu Mastah. Rentetan kalimat panjang ini diutarakan dalam satu tarikan nafas tergesa. [ ... ]"Halo, Rusdi?" panggil Ibu Mastah karena sang adik tidak membalas perkataannya. [Jadi mereka sudah tahu!] "Apa?" tanya Ibu Mastah. [Kak, Zoya ada dimana?]Ibu Mastah m

  • Mau Dimadu Demi Membalas Suami Peselingkuh   110 | Fakta yang Terungkap (2)

    Bumi telah diselimuti kegelapan ketika Fiona terbangun dari tidur lelapnya. Hanya lampu dari nakas yang menyala buram yang menerangi kamar sederhana itu. Fiona tidak langsung beranjak dari tempatnya. Kepalanya masih linglung mencoba untuk mengingat apa yang telah terjadi. Akan tetapi, suara yang datang dari luar kamarnya membuat Fiona tidak bisa berbaring lebih lama lagi. Dia perlahan beranjak dari ranjang empuknya, dan menyeret langkahnya untuk keluar dari kamar. "Fiona tidak akan menarik tuntutannya!"Sayup-sayup kalimat itulah yang menyambut Fiona ketika dia membuka pintu kamar. "Fiona sedang tidur!" "Gor," sapa Fiona lirih dengan suara serak khas bangun tidurnya. Igor yang sedang menelepon menyeret pandangannya ke arah sosok Fiona kemudian tersenyum teduh. "Pokoknya Fiona tidak akan menarik tuntutannya!" seru Igor untuk yang terakhir kalinya sebelum kemudian memutuskan sambungan telepon. "Kamu sudah bangun? Bagaimana keadaan kamu?" tanya Igor seraya beranjak dari sofa yang

  • Mau Dimadu Demi Membalas Suami Peselingkuh   109 | Fakta yang Terungkap

    "Gak perlu! Ayo pulang!" tolak Ibu Marni dengan tegas. "Jangan dengarkan omong kosongnya!" lanjut Ibu Marni dengan penuh amarah. Dia lalu meraih tangan Jaya dan hendak menyeretnya untuk pergi meninggalkan sang menantu yang terlihat tidak lebih dari orang gila saat ini. "Huh! Anda yang paling tahu apakah yang aku ucapkan ini hanya omong kosong belaka atau tidak!" dengus Zoya santai. " ... "Sambil mendumel dengan suara rendah, Ibu Marni terus melangkah menjauh dari Zoya. "Mas, jika kamu tidak segera membebaskan aku sekarang juga. Aku jamin keluarga kamu tidak akan pernah menemukan ketenangan lagi!" ujar Zoya memberi peringatan. Langkah kaki Jaya spontan berhenti mendengar nada ancaman yang disampaikan oleh Zoya dengan begitu tenang ini. Jaya yakin bahwa siapapun itu orangnya, apabila menghadapi kondisi terpojok pasti akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan diri. Jaya tidak ingin menganggap remeh ancaman sang istri ini. "Kamu pasti mikir kalau aku sama Mas Fadli saling naksir

  • Mau Dimadu Demi Membalas Suami Peselingkuh   108 | Menjenguk Zoya di Kantor Polisi

    Pasca insiden penculikan ini, Igor tak sekalipun meninggalkan sisi Fiona. Di tidak mau hal buruk ini terjadi lagi untuk yang kesekian kalinya pada sang wanita terkasih. "Aku baik-baik saja kok, Gor. Kamu bisa pulang," ujar Fiona begitu mereka tiba di apartemen Fiona setelah kembali dari rumah sakit. "Mulai sekarang, aku akan tinggal di sini!" putus Igor penuh tekad. "Hah?""Aku khawatir hal yang sama seperti ini akan terulang kembali," pungkas Igor. Dia masih memiliki bayang-bayang ketidakberdayaan di dalam benaknya. Kalau sampai dia datang terlambat, apa yang akan terjadi pada Fiona? Hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat Igor merasa tidak sanggup! Dan sebenarnya, Fiona juga sedikit dihantui perasaan ketakutan akibat dari pengalaman yang menimpanya kali ini. Namun, posisinya dalam hubungan dengan Igor agak tidak menguntungkan untuk mereka bersama. Belum lagi, dia juga sudah berjanji pada ibunda Igor bahwa hubungan mereka tidak akan sampai pada tahap yang lebih serius t

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status