Share

8 | Igor Samudra (2)

Helaan nafas lolos dari hidung Fiona ketika melihat kemarahan yang tampak di wajah Igor. Meski dia tidak apakah kemarahan ini bersifat sungguhan atau hanya dibuat-buat.

"He-em," gumam Fiona membenarkan.

Tidak ada yang perlu disembunyikan dari pria ini. Karena, lebih dari siapapun, pria ini adalah orang yang paling mengetahui segala hal tentang dirinya.

Dialah Igor Samudra. Sumber rasa pusing Fiona yang paling. Bahkan melebihi rasa pusing yang bisa diberikan suaminya padanya.

Pria ini bisa dikatakan fans berat Fiona sejak dulu ketika mereka masih SMA, kemudian berlanjut hingga mereka kuliah. Sampai tiga tahun lalu ketika dia menikah dengan Sanjaya Adiguna. Pria ini akhirnya memutuskan untuk menjauh dari hidupnya.

Banyak orang bertanya-tanya, kenapa dia lebih memilih Mas Jaya dibandingkan pria ini. Jawabannya hanya satu, karena pria ini terlalu kaya!

Dia adalah putra bungsu dari pemilik perusahaan Samudra Group, salah satu perusahan F&B terbesar di Asia yang tak lain adalah tempat Fiona bekerja sekarang.

Sementara saat itu, dia hanyalah anak dari pegawai negeri biasa. Bagi Fiona, tembok tinggi yang menghalangi mereka terlalu susah untuk dia daki.

Belum lagi dalam benak Fiona, orang kaya adalah momok. Meski dia sendiri tidak memiliki trauma secara khusus dengan orang kaya. Dari tontonan dan bacaan yang sering dia bayangkan, sudah cukup untuk membuat hatinya ketar-ketir.

Apalagi tersiar kabar bahwa Igor sudah dijodohkan dengan seorang wanita yang memiliki strata sosial yang sama dengan keluarganya.

Memimpikan bersanding dengan pria ini seperti lelucon bagi Fiona. Dia bagaikan pungguk yang merindukan bulan. Belum lagi sikap Igor yang angin-anginan membuat Fiona merasa tak pasti kala itu. Sedangkan dia menginginkan seorang pria yang bisa menjadikan dirinya satu-satunya. Dia tidak ingin menjadi salah satu dari penghuni harem pria ini.

Oleh karena itu, dia dengan bodohnya mengejar Sanjaya Adiguna karena berpikir bahwa inilah dia, pria yang bisa menjadikan dirinya satu-satunya. Sikap dinginnya terhadap wanita lain dan sikap lembut pria itu terhadapnya membuat Fiona terlalu percaya diri.

Siapa sangka, dia justru terjebak dalam pernikahan yang justru paling dia hindari.

"Lagian kamu sih, kenapa dari awal gak milih aku aja? apa kurangnya aku coba? dilihat dari sudut mana aja, sekalipun dilihat dari ujung monas lewat sedotan pun, aku ini kandidat yang gak ada cacatnya sama sekali," ujar Igor jumawa.

Fiona spontan memutar bola matanya mendengar deklarasi percaya diri ini. Dia sudah cukup menyesali pilihannya selama sebulan terakhir ini. Haruskah pria ini datang, dan kembali mengorek-orek luka dan rasa malunya?

Fiona menatap manik mata pria tampan di depannya dengan perasaan penuh nostalgia. Berhadapan dengan pria ini selalu menjadi hal paling sulit bagi Fiona. Karena tidak peduli bagaimanapun dia mengingkarinya.

Nama pria ini telah dikubur dalam kotak pandora jauh di kedalam lubuk hatinya. Dia tidak pernah membiarkan siapapun tahu. Tidak sahabat-sahabatnya. Tidak juga pria ini.

"Aku ingin tahu, apa yang membuat aku tidak pernah ada dalam pertimbangan kamu?" tanya Igor berubah serius.

Tiga tahun dia tidak bisa tidur nyenyak karena pertanyaan ini terus menggantung di kepalanya. Disaat dia berpikir bahwa wanita ini juga memiliki rasa yang sama dengannya, di sisi lain wanita ini justru sibuk mengejar orang lain.

Dia bahkan lebih terkejut saat di suatu hari yang cerah ceria dia tiba-tiba mendapatkan undangan pernikahan dari sang wanita terkasih. Bayangkan betapa bingungnya dia kala itu.

"Sekali seorang pria sudah merasakan rasanya jajan wanita, dia pasti kecanduan. Aku tidak bisa mengambil resiko bersama dengan orang seperti itu," ucap Fiona tak jelas.

Dia melirik jam di pergelangan tangannya kemudian melangkah meninggalkan lorong yang sapi menuju lift. Igor tentu saja tidak membiarkan topik ini berlalu.

"Kamu sedang membicarakan suami kamu?" Igor mendengus sinis. "Seingatku sampai detik ini aku masih perjaka ting-ting. Belum pernah sekalipun celup sana, celup sini," ucap Igor yang membuat langkah Fiona terhenti.

Dia kembali menoleh ke arah pria itu yang masih mempertahankan wajah tegas dan seriusnya.

"Pftt ..." Fiona tidak bisa menahan tawanya.

Apakah dia bodoh? seorang pria tampan yang hidup di tengah kota metropolitan masih perjaka ting-ting? Bagaiamana cara membuktikannya?

Saat tengah sibuk tertawa, telapak tangan besar dan hangat pria itu tiba-tiba menyangga kedua pipi Fiona yang memerah.

"Aku serius. Bagaimana aku bisa bersama wanita lain sementara kamu adalah satu-satunya wanita yang selalu aku pikirkan?" gombal Igor sambil perlahan mengikis jarak di antara mereka.

Telapak tangan hangat itu mengangkat wajah Fiona, memaksa mata mereka untuk saling menyelami.

"Aku tidak pernah bosan mengatakan bahwa aku cinta kamu, Fiona Larasati,"

Fiona berusaha untuk melarikan matanya kemana saja kecuali mata pria itu. Dia juga berusaha untuk melepaskan tangan pria itu dari pipinya yang mulai terasa panas.

Namun, justru wajah pria itu berada semakin dekat dengan wajahnya. Semburan nafas hangatnya menerpa wajah Fiona. Bibir tipis dan seksi pria itu hanya tinggal seinci saja dari bibirnya.

Tidak tahu apakah harus bersyukur atau tidak, suara ribut dering ponselnya mengganggu momen syahdu mereka. Fiona spontan mendorong dada liat dan bidang Igor agar menjauh darinya. Dia merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya hanya untuk menemukan nama adik iparnya terpampang di sana.

'Sial!' dumel Fiona sambil kembali melangkah menuju lift.

Hingga pintu lift di belakangnya tertutup, Fiona tidak berani menoleh ke belakang, pada Igor yang masih berdiri di tempatnya. Ketika lift yang hendak membawanya ke lantai dimana ruangannya berada mulai bergerak, barulah kaki Fiona jatuh melunglai di lantai lift yang dingin.

Suara ribut dering ponselnya menemani Fiona di dalam lift yang kosong. Akan tetapi, hal itu tidak menggugah dirinya untuk segera mengangkat panggilan telepon dari sang adik ipar itu.

Dia terlebih dulu menenangkan gemuruh jantung yang berdetak ribut di balik dadanya akibat tindakan Igor barusan. Hingga dia akhirnya kembali pada ketenangannya yang biasa, barulah Fiona mengangkat panggilan yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah itu.

"Halo," balas Fiona dengan nada sedikit ketus.

"Mbak Fi, kita bisa ketemu sebentar?" todong suara dari seberang tanpa basa-basi.

"Ada apa?" tanya Fiona pendek. Alisnya berkerut tak suka.

Suasana hatinya terganggu karena telepon dari adik iparnya yang tumben-tumbenan di momen yang tidak pas.

"Ada yang mau Runa bicarain. Penting!" tukas adik iparnya misterius.

"Tunggu Mbak nanti di cafe Kenangan pas jam makan siang," ujar Fiona cepat tanpa basa-basi.

Dia kemudian langsung memutuskan sambungan telepon itu dengan acuh tak acuh. Bertepatan dengan itu, lift yang dia tumpangi berhenti di lantai 17 tempat ruang kantornya berada.

Fiona berjalan dengan langkah-langkah panjang menuju ruangannya seolah-olah dia ingin melarikan diri dari apapun yang baru saja terjadi di belakangnya.

* * *

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kamalia
smua koin. jd mls. walau renking thor siapa yg mau bc klo koin mulu yg di pinta. mana mhl lg. novel sebelah 5 ribu bisa.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status