"Bagaiamana saksi sah?"Seorang penghulu melirik beberapa saksi yang duduk di sisi dan belakang Gudy dengan pandangan penuh penilaian. Bibirnya menyunggingkan senyuman tipis menunggu para saksi mengucapkan kata yang akan merubah Gudy menjadi seorang suami bagi Maria."Sah," serempak para saksi mengucapkan 'sah' setelah saling pandang."Alhamdulillahirobiolalamain," Sang penghulu mengucap hamdalah sambil dilanjutkan dengan doa, begitu pula orang-orang yang hadir menjadi saksi pernikahan, mereka mengangkat tangan untuk ikut berdoa."Sekarang sang mempelai wanita bisa di bawa ke sini," sang penghulu menatap Bagus yang duduk di depan Gudy.Bagus mengangguk, melepaskan jabatan tangannya dengan Gudy. Ia harus menjemput putrinya yang sudah bersuami lagi. Betapa bahagianya ia sekarang karena akhirnya dapat menyaksika
Gudy terbelalak begitu bangun di pagi hari. Menengok kanan kirinya, ia tidak menemukan Maria ada di mana-mana. Apa yang terjadi? Apa semalam memang tidak terjadi apa-apa?Gudy menunduk melihat penampilannya sendiri, baju kemeja dan celana bahan yang kemarin ia pakai untuk resepsi pernikahan. Melihat sekeliling, kamarnya masih kamar pengantin.Kemarin Gudy dan Maria melaksanan akad nikah sekaligus resepsi di hotel, jadi saat ini Gudy seharusnya bersama Maria masih ada di hotel untuk malam pertama. 3 hari menginap Gudy rasa itu adalah waktu sebentar sebelum kemudian mereka memutuskan untuk tinggal di mana.Gudy membaringkan kembali tubuhnya, berguling memeluk guling di samping kirinya. Menguyel-nguyel untuk menyalurkan rasa gregetnya. Kenapa bisa semalam ia ketiduran?CklekSaat pintu kamar mandi terbuka, Maria
Dua bulan kemudianGudy menggeliat merubah posisi tidurnya untuk mencari kenyaman, tapi saat satu tangannya meraba tempat di samping yang selalu menjadi kebiasaan Maria tidur ia tidak dapat menemukan istrinya itu. Gudy langsung membuka matanya, untuk memastikan. Benar saja, Maria tidak ia temukan di mana-mana."Sayang," Gudy memanggil serak.Tidak ada jawaban. Gydy turun dari ranjang, mencari keberadaan istri yang baru ia nikahi dua bulan lalu itu. Kini dirinya dan Maria sudah tinggal di rumah mereka, tidak lagi tinggal bersama orang tua Maria.Drama menjengkelkan dengannya Arkan tidak mau mengijinkan Maria untuk pindah membuat Gudy ingin menggigit habis sosok kakak iparnya itu. Pada akhirnya setelah sang nyonya besar Kinanti menjewer telinga Arkan, barulah ia dapat membawa Maria lepas dari sosok kakak yang selalu memonopoli istri tersayangnya itu.&
Maria yang tengah membuat bubur untuk Marni sang mertua terkejut dengan kedatangan Fiko sambil menggandeng tangan seorang perempuan cantik. Tanpa rasa bersalah, Fiko memperkenalkan perempuan di sampingnya sebagai istri barunya kepada Maria. Maria hanya mematung shok tanpa bisa berucap apa-apa sampai perempuan itu mengulurkan tangannya untuk mengajak Maria berjabat tangan."Perkenalkan! Nama aku Sela Anastsya Arindi, istri keduanya Mas Fiko." Sela tersenyum manis kearah Maria. " Kamu pasti Maria, istri pertamanya Mas Fiko."Maria tidak menanggapai perempuan yang mengaku bernama Sela itu membuat Fiko menggeram marah. "Maria! Mana sopan santunmu? Cepat terima uluran tangannya Sela!" Fiko meninggikan suaranya karena merasa Maria malah melamunkan sesuatu dan bukannya dengan cepat menyambut uluran tangan Sela. Fiko tau Maria shock, tapi tidak dengan mengabaikan Sela. Kalau Maria tau tujuannya menikahi Sela, Fiko yakin Maria akan berterima kasih pada dirinya
Maria tersentak ketika mendapati air dingin menyiram kewajahnya. Dia mendongak mendapati Marni yang tersenyum culas memandangnya jijik. Seolah belum puas, Marni kembali melempari Maria dengan gayung yang tadi dia pakai untuk menampung air."Dasar pemalas. Cepat bangun dan siapakan sarapan!" Marni melewati Maria begitu saja. Dengan sengaja Marni tidak menjauhkan roda kursinya yang ada di depan jari tangan Maria sehingga dengan naas menggilasnya.Maria menjerit sakit ketika tangannya tergilas roda. Marni hanya melihatnya sekilas lalu melanjutkan niatnya untuk keluar.Maria mengusap jari tangannya pelan. Ingin marah, tapi dia cukup sadar dengan keberadaan di rumah ini saja orang-orang sudah tak menginginkannya.Dia melihat jam di nakas dan baru menunjukan pukul 04. Pagi. Dia bergegas kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah selesai menunaikan ibadah shalat, dia pergi kedapur untuk memasak. Namun, waktu melewati kamarnya yang dulu dia dan Fiko t
"Sebaiknya mulai sekarang kamu harus tau diri!" Sela menyeringai. "Sebelum Fiko membuangmu dengan hina, lebih baik kamu pergi dengan terhormat."Maria menatap datar Sela. "Sepertinya kamu begitu ingin saya pergi?" Maria tidak tau letak salahnya di mana sehingga Sela bisa begitu tidak menyukainya. Harusnya, di sini yang merasakan ketidak sukaan adalah dirinya karena sela telah masuk ke dalam pernikahannya. Walaupun agama memperbolehkannya, tapi itu juga harus sesuai dengan syariat yang telah ditentukan. Dan letak poligami yang Fiko lakukan tentu tidak dapat di benarkan."Tentu!" Sela menyilangkan tangannya di dada dan memandang Maria rendah. "Orang sepertimu hanya bagaikan batu kerikil yang ingin dipungut untuk dijadikan berlian. Harusnya kamu sadar, sekali kerikil tetap kerikil. walau digosok sedemikian rupa pun, nilai jualnya akan tetap sama rendah. Sama sepertimu yang rendahan.""Bicaramu seolah kamu berlian saja. Saya kerikil, na
Di ruang tamu semua orang sudah berkumpul. Ada Marni, Fiko, dan Sela. Maria melirik Marni sekilas yang duduk di kursi roda sebelum berjalan santai sampai berhadapan dengan Fiko."Kamu tau kan di rumah tidak ada makanan. Semua orang kelaparan. Kenapa kamu malah keluar?" Fiko berucap lembut. Bagaimana pun, ini bulan kesalahan penuh Maria. Sela juga istrinya, jadi yang memasak bukan kewajiban Maria seorang.Maria melirik Sela dan menyeringai samar sampai tidak ada yang menyadarinya kecuali Sela. "Tadi pagi aku udah mau masak. Tapi, pas aku buka kulkas, di sana tidak ada bahan apapun yang bisa di masak.""Kenapa gak belanja?" Fiko masih berbicara dengan nada lembut. Fiko tidak ingin mengulangi kesalahannya waktu itu yang sempat membentak Maria.Maria menampilkan wajah tak berdosanya. "Yang pegang uang gajian Mas, kan Sela. Aku kira Sela yang belanja semua kebutuhan rumah. Jadi, mana tau kalau ternyata Sela tidak bisa membagi waktu walau hanya untu
Gimana rasanya?" Sela bertanya dengan mimik wajah bahagia. Rasanya Sela ingin tertawa keras saat menyaksikan Fiko menghukum Maria. Dia puas, benar-benar puas.Maria mendongak ke arah Sela yang berdiri sambil menyender di tiang pintu. "Kamu kan, yang melakukannya?""Apa?" Sela pura-pura tidak mengerti."Kamu yang menambah garam pada sayurnya kan, Sela!" Maria menunjuk Sela penuh perhitungan.Sela tertawa puas sampai sudut matanya mengeluarkan air mata. "Ya ampun, aku kira kamu bodoh sampai tidak mengetahui kalau aku yang sabotase sayur itu. Ternyata kamu cukup cerdik juag."Setelah puas mentertawakan kemalangan Maria, Sela melenggang pergi dengan langkah ringan. Sedangkan Maria hanya bisa mengepalkan tangannya kuat sambil terus mengucap istigfar dalam hati.Maria turun dari bak mandi dalam keadaan tubuh bergetar kedinginan sampai jari-jarinya mengkeriput. Setelah membilas t