"Hhhhh ...." Wendy menghela napas panjang. "Kak, sepertinya kau benar-benar tidak percaya padaku," ucap Wendy. Nadanya kecewa. "Baiklah kalau begitu, mari Rosella, kita pergi." Wendy menatap Rosella.
Rosella pun mengangguk lemah. Ia dan Wendy kemudian bangkit dari duduknya. Melihat Wendy kecewa atas keputusannya, Rex lantas berubah pikiran. "Siapa bilang kalian boleh pergi, padahal aku belum selesai bicara?" tanyanya, dingin. Yang ditanya menatapnya bingung. "Duduk," titah pria ini tegas. Wendy dan Rosella pun mengikuti perintahnya tanpa ragu. Lalu detik berikutnya, Rex mengatur napasnya dan menatap Rosella. "Aku dengar dari Wendy kalau kau menyelamatkan bocah laki-laki yang hampir kecelakaan saat mengejar bola di depan rumah ini. Apa itu benar? tanya Rex lembut kepada Rosella. Yang diajak bicara hanya mengangguk tegas. "Bocah itu namanya Jiro. Dia adalah putra bungsuku," aku pria ini. Pernyataan Rex itu kontan membuat mata Rosella terbelalak. Ia terkejut saat mendengarnya. "Rosella, terima kasih sudah menyelamatkan Jiro," ucapnya tulus. "Itu bukan apa-apa, Pak," balas Rosella sopan dan disertai dengan senyuman canggung. "Meski bukan aku, siapa pun pasti akan melakukan hal yang sama. Itu bukan hal besar," terang si Penulis Novel Kurang terkenal ini. Mendengar itu, sang Billionaire yang sedang duduk berhadapan dengan Rosella lantas mengangguk samar. "Aku juga dengar dari Wendy kalau lututmu terluka karena menyelamatkan Jiro," katanya. Dan, yang diajak bicara hanya mengangguk pelan beberapa kali. "Aku tak tahu itu. Maaf aku sudah salah paham denganmu hari ini." Nada bicara pria ini merendah, merasa bersalah. "Apa lututmu baik-baik saja?" Ia menatap Rosella dengan raut wajah khawatir. Rosella mengambil napas. Setelah itu, ia memilih kata-katanya dengan hati-hati sebelum bicara, "Tidak apa-apa, Pak. Lututku baik-baik saja." Senyum Rosella melebar. Si Penulis Novel kurang terkenal ini tampak senang sebab sikap dan cara bicara Rex kepadanya lebih lembut dari beberapa saat sebelumnya. "Aku akan mengoleskan salep dan memakai perban setelah ini. Besok pasti sembuh," tambahnya. Penuturan Rosella itu membuat Rex bernapas lega dan tersenyum tipis sekilas. "Syukurlah. Aku senang kau tidak terluka parah," ucapnya dengan tenang. "Oh ya, aku sengaja memanggilmu karena aku ingin memberitahumu sesuatu," ungkap pria ini. Mendengar itu, Rosella lantas mengernyitkan dan menatapnya bingung juga penasaran. "Aku sudah mempertimbangkan semuanya. Dan hasilnya, kau diterima jadi tutor juga pengasuh tinggal kami," terang ayah tiga orang anak ini. Kontan Rosella terbelalak. Ia terkejut tak percaya saat menatap Rex dan Wendy silih berganti. Sementara, mereka yang ditatap tersenyum lebar. "Benarkan, Pak?" tanya wanita 40 tahun ini kepada Rex. Bicaranya terbata-bata. Yang ditanya mengangguk tegas. "Jadi, kenapa kau mempekerjakanku?" tanyanya lagi, seolah ia masih tidak percaya dan bermimpi saat mendengar Rex menerimanya sebagai tutor dan pengasuh tinggal. "Joy dan Kids Service merekomendasikanmu, dan Wendy...." Rex mengarahkan pandangannya pada adiknya yang duduk di samping Rosella. "Adikku ini menyukaimu. Dia sangat menyukaimu. Dan, aku juga bersyukur karena kau telah menyelamatkan Jiro," beber Rex lugas. Rosella yang mendengarnya lantas menganguk mengerti. "Tolong jaga dengan baik ketiga putraku dan keempat ponakanku. Mereka putranya Wendy," pintanya sopan. Seketika saja Rosella memasang wajah bahagia usai mendengar dirinya resmi diterima menjadi tutor dan pengasuh tinggal di Kediaman Alba. "Baik, Pak!!" tegas Ro sambil mengangguk dan tersenyum pada Rex. "Aku akan berusaha sebaik mungkin dan bekerja keras," terangn si Penulis Novel kurang terkenal ini penuh semangat. Usai keluar dari ruang kerja Rex, Wendy langsung mengantar Guru Rosella ke kamar barunya. Di sana, Ibu empat orang anak ini memberitahu Rosella dengan runut siapa-siapa saja anak yang harus ia asuh sekaligus tugas-tugas apa saja yang harus ia ingat sebagai seorang tutor di Kediaman Alba. "Rosella, ada tujuh orang anak laki-laki di rumah ini. Empat orang di antara mereka kembar. Jovin dan Jovan, mereka adalah putra kembar Kak Rex. Dan bocah laki-laki yang tadi kau selamatkan adalah adiknya Jovin dan Jovin. Lalu, ada anak sulungku—Mark, putra kembarku—Riku dan Riku, dan terakhir adalah anak bungsuku—Chio." Wendy mengambil napas. Sementara, yang diajak bicara hanya manggut-manggut selama Ibu empat anak itu bicara. "Semua anak di rumah ini kecuali si bungsu, Jiro dan Chio, dapat pelajaran tambahan untuk mata pelajaran utama. Dan, mereka juga punya guru privat. Jadi, dengan mereka, periksa saja apakah mereka benar-benar berhasil mengimbangi pelajaran dan mengerjakan PR tepat waktu. Terutama Jovin, dia butuh bantuan dalam hal apa pun karena kondisi badannya lemah. Pada dasarnya tugasmu adalah mengurus Jovin dan Jiro. Setahun belakangan ini Jovin kami menderita gagal ginjal dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Sementara Jiro, dia masih sangat kecil. Jadi, tolong lebih berhati-hati," terang Wendy lebih mendetail kali ini. "Baiklah. Akan kulakukan apa yang mejadi tugasku dengan baik, Bu," balas Rosella. Nadanya terdengar penuh semangat sementara matanya berbinar-binar. Mendengar itu, Wendy pun tersenyum senang. "Aku akan membantumu dengan tugas mendetail hari ini. Mari saling memberitahu saat kau sudah terbiasa dengan semuanya," balas Wendy, yang juga bersemangat sama seperti Rosella. "Baik, Bu. Aku akan berusaha keras untuk belajar," jelas Rosella. "Oh ya, satu lagi. Selain Kak Rex, aku dan suamiku, Jay, juga tinggal di rumah ini," ungkap Wendy. Dan Rosella mengangguk mengerti. Tidak! pada awalnya, Rosella terlihat biasa bahkan mengangguk mengerti saat Wendy memberitahu dirinya tentang siapa-siapa saja orang yang menghuni Kediaman Alba. Tetapi tiba-tiba Rosella tersadar lantas bingung dan penasaran karena Wendy tak menyinggung soal istri Rex dalam bicaranya. Entah karena Wendy lupa atau memang ia sengaja melakukannya. Apapun itu, hanya Wendy yang tahu alasannya. Meskipun penasaran, Rosella memilih diam. Ia tak mencari tahu alasan Wendy tak menyinggung nama atau seperti apa sosok istrinya Rex dalam daftar orang-orang yang tinggal di Kediaman Alba. Menurutnya, Wendy pasti memiliki alasan tersediri mengenai hal itu. Dan sebagai orang baru, Rosella cukup tahu diri. Masih terlalu dini bagi dirinyw untuk masuk ke ranah privasi keluarga kaya itu. "Rosella, kalau kau membutuhkan sesuatu atau bantuan, jangan sungkan untuk langsung memberitahuku. Aku akan selalu siap membantumu," terang Wendy pada Rosella sungguh-sungguh. "Baik, Bu. Jangan khawatir," balas Rosella ramah dan sopan. "Sekarang, aku akan mengenalkanmu kepada anak-anak. Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga," ujar Wendy yang langsung dibalas Rosella dengan anggukkan kepala. Setelah itu, kedua wanita ini beranjak pergi ke ruang keluarga dengan berjalan berdampingan."Siapa yang membantumu melakukan ini?" tanya Rex. Rosella tidak menjawab. "Kau tidak akan menjawab pertanyaanku?" Rosella mengangkat bahu. Ia sama sekali tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Semakin berat beban ini, semakin Rosella pikir Chris berbohong kepadanya tentang banyak hal. Rasa bersalah mulai mengganggu Rosella. Matanya berkaca-kaca. Ia memalingkan wajahnya, tidak ingin Rex melihatnya. "Aku pikir dia sedang membalas kematian Rimba, tapi yang dia lakukan hanyalah pekerjaan kotor untuk Chris. Bagaimana aku bisa begitu naif?" sesal Rosella dari dalam hatinya. Rosella mencoba mengendalikan diri saat mereka memasuki tempat Rex. Pintu tertutup dengan bunyi klik keras di belakang mereka. "Bagaimana kepalamu?" tanya Rex lagi. Rosella heran dengan Rex yang peduli padanya. Ia cukup yakin ia hanya di sini untuk semacam interogasi. Ia rasa mungkin ia harus meletakkan semua kartunya di atas meja. Cari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Rimba. "Baik-baik saja," jawab Rose
Polisi itu melakukan apa yang Rex katakan dan meninggalkannya. Pergelangan tangan Rosella memiliki sedikit tanda merah di tempat borgol menggores kulitnya.“Polisi sialan,” gerutu Rex dan mencari-cari lotion. Ia menemukan sesuatu yang encer di kamar mandi dan mengisi telapak tangannya dengannya. Rex bergegas kembali ke samping tempat tidur dan mengoleskan krim ke pergelangan tangan dan lengan Rosella. Wanita itu merasa lemah dan rentan."Dia pasti kembali ke menara D1 dan tidak dapat menemukanku, jadi dia membunyikan alarm kebakaran. Dia bukan orang di balik kesepakatan Park Hill. Dia tidak akan berbohong kepadaku seperti itu. Dia tidak akan membiarkanku menyentuhnya, mencintainya, menghargainya jika yang ingin dia lakukan hanyalah membuatku bertekuk lutut...bukan?" kata Rex, bergumam. ***Suara bip adalah hal pertama yang Rosella dengar saat ia mulai terbangun. Semuanya kembali berhamburan seperti gelombang pasang yang menghantam udara keluar dari paru-parunya
"Rex di sini," gertak Rex di telepon."Rex, aku minta maaf—""Kau belum menemukannya?" Rex menyela.Connor mendesah. "Tidak. Kami masih mengerjakannya, tetapi aku harus memberitahumu bahwa kesepakatan Park Hill—""Connor, aku tidak peduli tentang kesepakatan Park Hill—"“Kita kalah,” kata Connor. Itu menarik perhatian Rex. “Tunggu, apa?”“Kita kalah,” ulang Connor. “Bagaimana kita bisa kalah? Kesepakatan sudah dilakukan. Tangan sudah berjabat tangan. Janji diberikan,” kata Rex, terkejut tidak percaya. “Kontrak tidak ditandatangani,” jelas Connor. “Kata-kata seseorang adalah miliknya—”“Bos, aku tahu. Tapi Joe Rees mendapat tawaran menit terakhir, dan itu sekitar dua persen lebih tinggi darimu, jadi dia menerimanya,” beber Connor. “Dua persen?”“Ya, aku tahu. Itu margin yang sangat kecil. Hampir seperti mereka tahu berapa banyak yang kau tawarkan dan kemudian menaikkannya cukup untuk membuat Rees membatalkannya.”“Itu men
"Apa yang coba kau katakan?" tanya Rosella pada Chris. "Jangan seperti anak kecil. Aku akan menunggu informasi lebih lanjut besok." Chris mengakhiri panggilan. Rosella menyeka pipinya, tidak menyadari bahwa ia mulai menangis. Rosella pikir bahwa ia harus keluar. Pergi. Tapi ke mana ia akan pergi? Ke mana pun lebih baik daripada penjara, ia rasa.Rosella memeriksa tasnya, memastikan setidaknya ia membawa dompet. Ia bisa meninggalkan semua yang lain. Ia berputar kembali saat matahari mulai terbenam. Ia yakin semua orang sudah menjauh dari pandangan sekarang. Bahkan Rex. Ia bertanya-tanya apakah Rex keluar mencarinya atau apakah Rex kembali ke rumah.Butuh waktu hampir satu jam untuk kembali; kaki Rosella mulai sakit. Satu-satunya cahaya datang dari bulan purnama saat ia mendekati gedung itu. Rosella memeriksa sekeliling gedung dan mencetak skor saat ia melihat kayu di atas celah yang kemungkinan akan mereka pasang pintu. Rosella menyelinap masuk, dan ia berkeliaran di tem
Rex berhenti sejenak karena Rosella kesal, yang membuatnya terkejut. Rex pikir mereka akan segera bertemu, tetapi cara Rosella menuduh Rex bersikap mencurigakan, membuatnya bertanya-tanya apakah Rosella atau seseorang yang ia kenal kehilangan uang dalam transaksi tanah spekulatif.“Tidak. Itu penting. Ada beberapa orang yang kacau dalam bisnis real estat dan jika ada seseorang yang menurutku tidak mampu, aku mencoba memperingatkan mereka. Tetapi banyak orang tidak menginginkan bantuan, Rosella. Seperti beberapa minggu atau bulan yang lalu, seseorang bunuh diri setelah menginvestasikan seluruh tabungan hidupnya dalam skema investasi untuk membeli properti hotel ini. Orang yang menjalankan skema itu tidak memiliki cukup uang untuk tawaran minimum. Alih-alih memberi tahu investornya, dia kabur membawa uangnya,” beber Rex. “Tempat ini? Yang sedang kita lihat?” Rosella berputar pelan di tengah lobi yang penuh debu. Kaca untuk unit ritel sedang dipasang, dan meja resepsionis marm
Rosella memberitahu Chris tentang kesepakatan Park Hill. Ia mengambil file yang disimpan dan melampirkannya sebelum ia menghapus jejak informasi apa pun dari ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku. Rasa bersalah mulai menggerogoti Rosella.Rasa bersalah itu menyusup dari sekeliling Rosella. Rasa bersalah terhadap Rimba dan tidak bisa menjaga performanya. Rasa bersalah atas apa yang mungkin ia lakukan pada Hugo Kenyataan.Rex berkata dulu itu perusahaannya adalah milik ayahnya. Dan yang mengejutkan Rosella, bagian yang paling membuatnya merasa tidak enak adalah kenyataan bahwa ia mengkhianati Rex.Rosella seharusnya tidak merasa bersalah atas hal itu, tetapi ia merasa bersalah. Tidak peduli seberapa sering ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sedang membalas kematian Rimba, rasa bersalah itu tetap ada.Rosella meraih handuk untuk menyeka wajahnya. Satu-satunya saat rasa bersalah dan amarah itu tidak mencoba menguasainya adalah ketika Rex memeganginya. Kendali yan