Home / Thriller / Mayat di Balik Plafon / 6. Tertangkapnya sang Pembunuh

Share

6. Tertangkapnya sang Pembunuh

Author: Annisarz
last update Last Updated: 2023-03-17 10:33:57

“Nggak! Nggak mungkin!! Lepasin gue! Ini pasti salah paham! Ada yang jebak gue! Bukti kalian pasti cuma rekayasa ‘kan?! Lepasin gue!” sergah Adhisti kini dengan kuat ia menepis kedua tangannya yang dicekal kuat oleh dua polisi wanita itu.

Karena kekuatannya yang cukup keras dan mendadak, akhirnya Adhisti bisa meloloskan diri dari cengkeraman tangan dua polisi wanita itu. Tanpa menunggu hal lainnya, Adhisti langsung menghamburkan tubuhnya ke arah Rafa yang tampak diam bagai patung di sebelah Rio yang tampak kesusahan bangkit.

“Bang, mereka mau bawa Chaaya ke kantor polisi! Kenapa lo diem aja?! Cegah dong, Bang! Lo mau liat adek lo di penjara, hah!?” sergah Adhisti seraya terus menggerak-gerakkan bahu kanan dan kiri Rafa dengan kedua tangannya.

“Nona Adhisti, sebaiknya anda menurut saja. Penolakan hanya membuat tuntutan anda semakin besar!” celetuk Abbiyya.

“Tuntutan apa hah?! Tuntutan apa yang lo bilang?! Gue nggak salah!” Mata Adhisti tampak melotot seolah hendak keluar dari tempatnya berada. Tubuhnya mulai menjadi licin akibat keringat yang mengucur. Gadis itu kembali menoleh ke arah sang kakak yang memandangnya kecewa.

“Bang, jangan diem aja, dong! Semalen abang bilang mau jagain Chaaya! Sekarang kenapa lo diem aja?! Mereka udah nuduh gue jadi pelaku pembunuhan, Bang!” Adhisti terus memegang kedua tangan Rafa berharap sang kakak segera memberikan respons yang sesuai harapan.

Namun, semua itu hanya angan semu. Rafa malah tampak melepaskan cengkeraman tangan Adhisti pada lengan tangannya dengan tatapan kosong menunjam mata Adhisti.

“Lepas, Chaay! Ikut mereka!” putus Rada langsung membuat Adhisti dan Rio yang masih meringis kesakitan kebingungan bukan main.

“Hh? Apa lo bilang? Lo lepasin gue buat ikut mereka?! Bang, lo gila?! Gue adek lo, Bang! Lo percaya sama tuduhan mereka dibanding percaya sama gue adek lo sendiri?!” sergah Adhisti.

“Gimana gue bisa percaya sama orang yang nyembunyiin hal besar dari gue, Chaay? Lo tutupin fakta itu dari gue, dan sekarang saat semuanya kebongkar, lo minta gue percaya sama lo? Gimana bisa? Gue kecewa sama lo, Chaay!” tutur Rafa lirih namun dengan nada ketus yang mencekik ludah Adhisti.

Dengan raut yang masih terkejut, akhirnya kedua polisi wanita itu kembali mencekal kedua tangan Adhisti dan langsung memborgolnya.

“Ayo ikut! Jelaskan semua pembelaanmu di kantor polisi saja!” sergah salah seorang polisi wanita sembari langsung mengajak Adhisti pergi dari sana.

“Gue kecewa sama lo, Bang! Tega lo lakuin ini sama gue!” bisik Adhisti sebelum akhirnya turut menurut pada dua polisi wanita yang membawanya keluar.

“Anda bisa mengunjungi adik anda di kantor polisi. Segera bawa kawan anda ke rumah sakit dan jika ingin membawa kasus ini ke ranah hukum, kami akan membantu,” tutur Abbiyya pada Rafa sebelum akhirnya ia turut pergi menyusul Adhisti.

Suara gemuruh para penghuni apartemen yang lain semakin membuat emosi Adhisti meluap. Segala umpatan dan ucapan syukur atas penangkapan Adhisti seolah menjadi backsound mengerikan proses penahanannya itu.

“Akhirnya pelakunya tertangkap juga!”

“Jangan sampai dia kabur Pak! Nanti dia bisa bunuh penghuni apartemen kami!” pekik salah seorang tetangga.

Singkat cerita, akhirnya kini Adhisti duduk di sebuah ruangan interogasi dengan kursi besi keras yang jauh dari kata nyaman dibandingkan sofa di unit apartemen bututnya. Abbiyya yang ada di hadapannya kini sedang mengamati sebuah map berisi resume kasus yang sedang ia tangani itu.

Sementara Adhisti tampak menunduk dan melamun, Abbiyya memutar map itu hingga menghadap Adhisti.

“Nona Adhisti, sesi ini akan segera dimulai. Jadi kami harap anda bisa fokus menjawab.” Perkataan Abbiyya itu langsung membuat Adhisti mengangkat kepalanya namun dengan tatapan yang nyalang dan tajam.

“Puas lo!? Puas lo bikin gue dibenci sama semua orang termasuk abang gue sendiri?! Puas lo bikin gue jadi tersangka atas apa yang nggak pernah gue lakuin?! Puas lo Abbiyya hah?!” sergah Adhisti dengan nada tinggi dan volume yang tak ada lirih-lirihnya.

“Jaga nada bicara anda, Nona Adhisti! Anda tahu sekarang dengan siapa anda berbicara bukan? Jadi tolong hargai posisi kami di sini!” sergah Abbiyya.

“Anjing!!” umpat Adhisti seolah tak menganggap serius ancaman Abbiyya barusan.

“Jika anda tak bisa bersikap baik, saya tak akan lagi menjaga rahasia anda yang belum semua tim kepolisian tahu, Nona! Semua rahasia dan kartu AS anda saya pegang. Jadi, ikuti semua proses ini dengan baik, atau saya bongkar semua rahasia anda.” Abbiyya kini ganti menatap Adhisti dengan tatapan gelapnya.

Pria itu mulai menatap Adhisti dengan tatapan intimidasi seolah memang mengetahui semua rahasia besar yang gadis itu miliki.

“Rahasia apa?! Lo nggak tahu apa pun tentang gue!” sergah Adhisti berusaha menjaga gelagatnya agar tak semakin dinilai aneh.

“Tugas saya di sini menyelesaikan masalah penemuan mayat di balik plafon kamar anda, Nona Adhisti. Bukan membahas rahasia besar anda selama ini. Jadi ikuti saja alur ini, dan semua rahasia anda akan aman. So, kita mulai sesi ini ya, Nona Adhisti!” pekik Abbiyya lalu mengetuk map di mana sebuah foto seorang wanita ada di sana.

“Kau mengenalnya bukan?” tanya Abbiyya sedikit melirik ke arah Adhisti.

“Gak!” sergah Adhisti.

“Jangan membohongi saya, Nona! Saya tahu semua rahasia anda. Katakan yang sebenarnya. Anda kenal bukan dengan wanita ini? Motivasi anda sangat besar untuk menghabisinya dengan brutal!” pekik Abbiyya.

“Apa maksud lo!?”

“Persaingan bisnis dunia gelap perfilman digital! Guntur Corporation!” Seringai lolos dari bibir Abbiyya. Sementara Adhisti tampak amat terkejut mendengar Abbiyya mengetahui fakta gelap tentangnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ros Melia
apa rafa ngak bisa jd alibi chaya kan rafa satu apartemen kakak adik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mayat di Balik Plafon   142. Akhir Segala Penderitaan

    “Berhenti dan angkat tangan atau kami tembak!” teriak seorang petugas kepolisian yang telah berada di ambang pintu bersama beberapa pasukan polisi lainnya. Rafandra yang mendengar pekikan itu seketika menghentikan aksinya dan menajamkan matanya. “Bajingan!” umpatnya. “Daripada tidak sama sekali, lebih baik semua sekarang saja!” sergahnya lagi laku tampak hendak kembali menarik Adhisti ke depannya. Namun seorang polisi dengan tanggap mengetahui kondisi tersebut segera menembakkan ultimatum ke udara bersamaan dengan beberapa petugas yang dengan sigap memisahkan Adhisti dan Rafa saat Rafandra terkejut atas suara tembakan itu. Dua orang petugas wanita itu langsung melepaskan Adhisti dari tali sementara dua petugas polisi lainnya langsung menahan Rafandra yang terus memberontak. “Semestinya memang gue bunuh lo, Chaay! Anjing!! Mati lo anak tiri!!” teriak Rafa begitu para petugas kepolisian menggiringnya pergi dari ruangan itu. Adhisti menangis lalu dengan cepat tangannya yang sedikit

  • Mayat di Balik Plafon   141. Miliknya Seutuhnya?

    “Mmmphh!” pekik Adhisti kian kencang menggerakkan tubuhnya berusaha lepas dari jeratan tali dan juga kakak angkatnya sendiri. “Sst, Chaaya. Kau tak perlu khawatir, aku tak akan menyakitimu selagi kamu menuruti semua perintahku. Kau tahu, aku sangat tersiksa karena semua penolakanmu, Sayang. Dan kurasa sekarang waktunya yang tepat! Bukan begitu?” ujar Rafa. Adhisti menggelengkan kepalanya hingga akhirnya lakban yang sebenarnya telah mengendur itu berhasil terbuka. “Pembunuh!! Lo pembohong Rafa!! Kenapa lo lakuin semua ini, hah?! Mawar! Dan kenapa harus gue?!” sergah Adhisti. Rafa terkekeh lalu tangannya meraih dagu Adisti dan sedikit mengangkatnya. “Kau mau tahu apa alasannya? Baiklah, kurasa aku masih memiliki sedikit waktu dongeng sebelum aku bisa melepaskan semuanya padamu.” Rafandra bangkit dari jongkoknya dan membiarkan Adhisti masih terikat namun dengan mulut yang terbuka. “Gue nggak suka sama keputusan abah yang memilih mengadopsi lo, Chaaya! Gue sadar sejak umur gue enam

  • Mayat di Balik Plafon   140. Sang Pelaku

    Sementara Rafa membawa Adhisti ke sebuah tempat yang entah berada di mana itu, Abbiyya tengah berada di ruang forensik bersama Angel untuk membuka hasil tes darah Rafa dan Adhisti. “Abbiyya, aku ingin mengatakan hal yang serius sebelum kau membuka surat ini. Semalam aku mendapatkan telepon dari pusat. Mereka ingin mencocokkan sebuah sampel tambahan yang mereka temukan dalam penyelidikan ulang mereka,” papar Angel memandang Abbiyya serius. “Maksudnya?” sahut Abbiyya sembari membuka amplop hasil tes darah itu. “Pimpinan menemukan sebuah DNA baru yang bukan merupakan DNA Rio, Adhisti, maupun Mawar. Itu DNA yang lain. Saat aku memeriksanya, DNA itu cocok dengan DNA Rafa!” pekik Angel. Bersamaan dengan pernyataan Angel, Abbiyya pun telah membaca laporan hasil tes darah itu. ‘TIDAK ADA KECOCOKAN DARAH ANTARA RAFANDRA DEBGAN CHAAYA ADHSITI. KEDUANYA BUKAN SAUDARA SEDARAH’ Mata Abbiyya menajam. “Tunggu! DNA di bukti pembunuhan?! Maksudmu Rafa berhubungan dengan kematian Mawar?!” serga

  • Mayat di Balik Plafon   139. Membongkar Diri Sendiri

    “Surat adopsi?” gumam Adhisti lalu segera membuka benda itu dan membacanya dengan cepat. Matanya yang awalnya hanya menyipit tiba-tiba semakin membulat saat membaca namanya ada di sana. “Ja-jadi, jadi yang Abbiyya bilang itu bener?! Gue, gue bukan anak kandung abah? Abah adopsi gue setelah gue dan keluarga gue kecelakaan?” gumam Adhisti lalu air mata mulai mengalir deras. “Tapi mana mungkin?! Kenapa gue nggak inget sedikit pun?!” sergah Adhisti. “Bang Rafa juga nggak pernah bilang soal ini! Dia harus kasih semua penjelasan sama gue!” pekik Adhisti lalu langsung bangkit dengan surat itu ditangannya. Entah jalan pikiran semacam apa yang dimiliki Adhisti. Bukannya segera menjauh dari Rafa yang memiliki sejuta rahasia itu, ia malah memutuskan untuk menghampiri Rafa di rumah Szi untuk menanyakan perihal surat adopsi yang sudah jelas dan sah dengan bubuhan materai dan tanda tangan Bardji itu. Sementara Adhisti dalam perjalanan, Rafa yang beberapa saat lalu telah memasuki ruangan dalam

  • Mayat di Balik Plafon   138. Setelah Semalam

    Hari berganti pagi sementara Adhisti masih membuka matanya sambil melamun di atas ranjang. Usai kejadian semalam saat ia mendengar dan merasakan sendiri semua perkataan dan perbuatan Rafa, ia sama sekali tak bisa tertidur tenang. “Apa setiap malam Bang Rafa selalu kaya gini? Apa malam itu, Bang Rafa juga lakuin ini? Kenapa dia lakuin ini ke gue? Dia tahu gue adiknya ‘kan?!” sergah Adhisti dalam hstinya. Tok! Tok! Tok! Suara pintu diketuk membuat Adhisti terperanjat dari lamunannya. Gadis itu memandang ke arah pintu dengan kelu. Bayangan Rafa yang menciumnya kembali terulang. “Chaay, bangun! Sarapannya udah siap, nih!” pekik Rafa dari luar. Adhisti tak membalas. Gadis itu masih tak bisa jika harus bertemu dengan sang kakak yang ternyata memiliki hasrat tersembunyi padanya itu. “Chaay?!” ulang Rafa kini mengetuk pintu lebih kencang. Adhsiti tak menyahut. Dan entah apa yang Rafa pikirkan, pria itu kini langsung membuka pintu kamar Adhisti dan seketika membuat Adhisti bangun dari posi

  • Mayat di Balik Plafon   137. Bukan Malam Biasa

    “Hah?! Tidur di sini?!” Adhisti dengan cepat menahan lengan Rafa sebelum pria itu bisa masuk ke dalam unit tersebut. “Ini hari pertama pernikahan lo sama Kak Szi, Bang! Mana bisa lo tidur di sini?! Ya lo sama istri lo sana lah! Tega lo tinggalin dia sendirian padahal kalian baru nikah?!” sergah Adhisti. Rafa menghela napasnya kasar lalu tangannya dengan kuat mencengkeram tangan Adhisti yang menahan lengannya. “Lo pikir gue suka nikah sama dia, Chaay? Lo pikir ini pernikahan yang gue mau? Nggak! Gue terpaksa! Masih mending gue kasih dia status sebagai istri gue biar dia nggak malu! Lagian ini rumah gue juga ‘kan? Gimana ada ceritanya gue nggak bisa tidur di rumah gue sendiri?” omel Rafa. “Ya tapi kondisinya nggak bisa, Bang! Lo baru nikah! Atau minimal lo bawa Kak Szi ke sini, deh!” sergah Adhisti. “Lo pilih gue tidur di dalam atau di depan sini? Yang jelas keputusan gue udah jelas malam ini gue bakalan di sini!” sergah Rafa seolah tak ingin di bantah. “Batu banget sih lo jadi or

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status