Share

Bab 5. Tidak Sengaja

Aku memantaskan diri di cermin.

Mengenakan setelah celana kain berwarna merah maroon lengkap dengan blazernya. Dilengkapi dengan kemeja merah muda dengan renda di bagian dada. Terlihat simple tetapi fashionable. Sengaja sebelum berangkat ke Jakarta, aku memesan beberapa stel baju ke Alysia-teman kos ketika kuliah dulu. Saat ini dia mengembangkan butik warisan keluarga di ibu kota ini.

Awalnya, aku merencanakan hanya tinggal sementara di tempat sahabatku itu sebelum mendapat tempat yang cocok. Namun, rencana diambil alih olehnya dengan berbagai alasan. Termasuk, tidak tega melepasku di kota besar ini.

"Litu! Di sini jangan disamakan dengan Jogja, yang model orangnya santai. Kemana-mana pakai sandal jepit masih dihargai. Di sini, penampilan nomor satu. Kamu akan dilirik orang, kalau penampilanmu menarik. Setelah itu, baru kualitas kamu akan mendapatkan kesempatan untuk dinilai!' terangnya ketika aku baru sampai. 

Terdengar ngeri mendengar penjelasnya. Kalau tidak karena panggilan kerja, kota ini tidak ada di daftar tujuanku. Beruntunglah aku, memenangkan tantangan perusahaan ini untuk merancang kota baru yang modern. proyek besar di pinggiran kota ini.

"Aku ini sahabatmu, jadi kita harus saling mendukung dan membantu. Dan, kamu harus membantuku!" ucapnya saat itu.

"Apa?"

"Kamu harus tinggal bersamaku! Senangnya aku kalau kau di sini menemaniku," rayu Alysia yang membuatku sekarang tinggal di rumah megahnya ini. Kami hanya berdua di sini, hanya ada bibik yang hanya datang setiap siang hari. Pantas saja dia merayuku untuk menemaninya, rumah sebesar ini hanya dia seorang penghuninya.

"Nah, gitu dong! Jadi perempuan harus cantik, walaupun kerjanya di proyek!" teriak Alysia yang tiba-tiba berdiri di depan pintu.

"Ini kamu bawa selalu di tas! Gunakan setiap tugas di luar. Di sini terik mataharinya jahat!" ucapnya memberikan sun cream kepadaku.

"Ah, malas. Ini terasa lengket!" tolakku.

"Ih. Jangan keras kepala. Di sini, mereka rela tersiksa untuk penampilan. Kamu ini hanya lengket sedikit sudah ngeluh. Pakai!" omelnya.

Benar sial aku ini, pergi dari rumah terhindar dari Ibu, sekarang bertemu Alysia yang melebihinya. Mengomel dan memaksa.

"Iya, temanku Alysia!" 

"Cuma teman?"

"Iya sahabatku!" ucapku sambil menerima tube yang disodorkannya. 

"Ini, sepatu. Kau juga harus pakai. Memang ini bekas, tetapi jarang dipakai. Aku lihat, hanya sepatu bertalimu ini yang engkau bawa!" Dia menyodorkan kantong tas kertas besar. Di dalamnya terdapat beberapa kotak sepatu. Iya, ukuran sepatu kami sama.

"Itu sudah aku sesuaikan dengan stylemu! Hari ini, kamu harus pakai ini!" tandasnya dengan menunjuk sepatu berhak pendek berwarna merah warna senada dengan blazerku ini, hanya tampilannya terlihat mengkilat.

"Iya. Ini aku pakai," jawabku sebelum rentetan wejangannya mengalir.

"Ok, aku berangkat dulu! Ingat, dipakai!" teriaknya mendelik ke arahku dan bergegas keluar dari kamarku ini.

Aku memesan taxi online, untuk sementara motor putih kesayanganku istirahat di garasi. Selain baru sampai pengirimannya, aku juga harus menghafal arah jalan terlebih dahulu.

***

"Pagi Pak Sakti!" sapaku ketika kami bertemu di depan lift. Aku mensejajarinya, badannya yang menjulang menyeimbangi badanku yang menjadi tinggi karena sepatu berhak ini. Kami antri di depan pintu lift bersama karyawan divisi lainnya. 

"Hai, Litu!" balasnya dengan tersenyum Antrian semakin banyak, karyawan mulai berdatangan. 

"Sini!" teriaknya menarik tanganku ketika pintu lift terbuka. Kami yang berdiri paling depan terdorong oleh desakan mereka yang baru datang. Aku kaget melihat ini, gaya santai Jogjaku terhenyak dengan perilaku seperti ini. Kalau di sana, kami akan saling mendahulukan orang yang datang terlebih dahulu. Tidak saling menyerobot seperti ini.

Tubuhku terhimpit di dinding dingin lift ini, beruntung Pak Sakti menahan tangannya di dinding melindungiku. Kami begitu dekat, aromanya jelas tercium di indraku. Tak sengaja aku menoleh ke arahnya, tinggi kami yang sama menyebabkan hidungku menyapu sekilas wajahnya.

Aduh!

Aku langsung menundukkan kembali wajahku yang mulai menghangat. "Ma--Maaf, Pak," ucapku terbata.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status